Bola.com, Jakarta - Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong, membuktikan dirinya tidak segan untuk menyingkirkan para pemain yang mencari masalah ketika berada dalam pemusatan latihan. Terbaru, dua pemain Timnas Indonesia U-19, Serdy Ephy Fano dan Yudha Febrian, dicoret dari pemusatan latihan di Jakarta lantaran indisipliner berat karena keluyuran hingga menjelang subuh.
Kedua pemain muda itu awalnya terlambat bangun untuk melakukan sesi timbang badan pada Senin (23/11/2020) pagi, di mana itu adalah kewajiban sebelum memulai latihan pada hari itu. Hal itu menimbulkan kecurigaan bagi asisten pelatih Timnas Indonesia U-19, Nova Arianto.
Berinisiatif memeriksa kondisi lewat CCTV Hotel, Nova Arianto mendapati sesuatu hal yang tidak diduganya. Serdy Ephy dan Yudha Febrian tertangkap kamera pulang ke hotel sekitar pukul 03.00 WIB. Hal itu pun membuat Nova Arianto langsung membuat laporan kepada pelatih kepala, Shin Tae-yong, yang berada di Korea Selatan dan tanpa ampun langsung mencoret kedua pemain tersebut dari skuat.
"Kami sudah memulangkan dua pemain ini karena indisipliner. Mereka tidak melakukan timbang badan, terlambat saat latihan Senin, dan pulang pukul 3 pagi. Keduanya kembali ke hotel pukul 3 pagi, tapi saya tidak menelusuri mengapa mereka pulang jam segitu. Saya hanya memeriksa di CCTV karena kami mencurigai mengapa mereka bangun kesiangan dan kami menghubungi pihak hotel untuk memeriksa CCTV," ujar Nova Arianto.
Setelah melihat rekaman CCTV, Nova melapor kepada Shin Tae-yong terkait perilaku keduanya. Pelatih Timnas Indonesia U-19 itu tanpa tedeng aling-aling memutuskan untuk mendepatk Serdy Ephy dan Yudha Febrian.
"Setelah mengetahui dari CCTV bahwa mereka pulang jam 3 pagi, tidak melakukan timbang badan, dan telat latihan pagi, saya lapor ke coach Shin Tae-yong dan akhirnya diputuskan mereka berdua dipulangkan," ucap Nova.
Satu hal yang menarik, ini merupakan kali kedua Sedy Ephy dicoret dari skuat Timnas Indonesia U-19. Pada Agustus 2020, penyerang muda berusia 17 tahun itu juga disingkirkan oleh Shin Tae-yong dari skuat karena bangun kesiangan.
Sejauh ini, hukuman yang diberikan oleh Shin Tae-yong kepada para pemain yang indisipliner di Timnas Indonesia sangat tegas dan bagus. Namun, bukan kali ini saja Timnas Indonesia memiliki pelatih yang tanpa ampun langsung mencoret pemain yang bermasalah.
Video
Anatoli Polosin
Anatoli Fyodorich Polosin yang didatangkan PSSI buat kepentingan SEA Games 1991 memiliki kiblat sepak bola yang jelas. Sebagai orang Eropa Timur, Polosin lebih mengedepankan kekuatan fisik ketimbang sepak bola indah.
Saat masa persiapan menuju SEA Games 1991, Polosin menempa fisik para pemainnya. Selama tiga bulan, semua pemain digenjot dengan materi latihan yang di luar batas kemampuan pemain kala itu. Pemain sampai muntah-muntah dan kabur dari pemusatan latihan.
Polosin menilai Timnas Indonesia tidak bisa berbicara banyak di level internasional karena kondisi fisik yang tidak memadai. Oleh karena itu, ia tetap jalan terus dengan metode “Shadow Football” walau Satgas Pelatnas saat itu, Kuntadi Djajalana, mengaku ada perdebatan ketika Timnas Indonesia digembleng begitu keras.
“Polosin sempat melihat pertandingan Galatama sebelum memanggil pemain untuk pemusatan latihan. Ia pun bilang bahwa kami hanya kuat main di babak pertama saja kemudian menurun di babak kedua,” ungkap Sudirman, pelatih Persija Jakarta yang dulu berada dalam skuat tersebut.
Fisik para pemain Timnas Indonesia mengalami peningkatan drastis berkat gemblengan Polosin yang diketahui tidak cukup mahir bicara bahasa Indonesia selama melatih di Tanah Air. Ia bisa membuat pemain berlari menempuh jarak 4 kilometer dalam waktu 15 menit. Standar VO2Max pemain pun sudah sesuai dengan pemain Eropa.
Kekuatan fisik yang meningkat drastis dijajal Polosin dengan mengikuti ajang Presiden Cup di Seoul. Namun, hasilnya mengenaskan karena Tim Garuda takluk dari klub Austria, China U-23, Mesir, Korea Selatan, dan Malta. Timnas Indonesia kebobolan 17 gol dan hanya mencetak satu gol.
Kegagalan dalam beberapa laga uji coba tak diambil pusing oleh Polosin. Timnas Indonesia tetap melangkah penuh keyakinan ke Manila demi merealisasi target meraih medali emas pertama saat bermain di negeri orang.
Untuk mencapai kondisi kebugaran yang diinginkannya, Polosin meggembleng anak-asuhnya dengan sangat keras. Sesi latihan Timnas Indonesia digeber sehari tiga kali. Pagi, siang, dan sore.
Latihan pada siang hari yang dinilai berat. Para pemain dijemur di tengah hari bolong. Mereka diminta berlari keliling lapangan belasan kali. Selain tega menjemur pemainnya di bawah sinar matahari yang terik, Polosin juga doyan menyiksa para pemain Timnas Indonesia lari turun gunung bukit.
“Banyak keluhan, banyak suka, dan juga duka. Kami disiksa Polosin tanpa belas kasihan," kata Peri Sandria, striker Timnas Indonesia saat itu.
"Pemain menangis karena merasa enggak tahan jadi pemandangan rutin tiap harinya. Kalau sekarang mengingatnya bareng sesama pemain terkesan lucu. Tapi, saat menjalaninya, diminta mengulang lagi saya enggak akan mau. Ampun deh. Kas Hartadi nangis meraung-raung saat diminta lari turun naik bukit. Dia bilang bal-balan opo iki kok pake naik gunung segala," timpal Sudirman.
Jaya Hartono dan Fakhri Husaini, dua pemain yang menyerah kalah tak tahan menjalani latihan nakhoda asal Rusia tersebut. Polosin pun mencoret mereka. Lepas kebijakan tangan besi sang pelatih, Timnas Indonesia sukses mempersembahkan medali emas di SEA Games 1991, prestasi yang hingga saat ini belum bisa diulang lagi.
Timnas Indonesia tampil di SEA Games 1991 Filipina dengan memboyong 18 pemain. Dari 18 nama yang dibawa, ada 10 pemain muda yang memiliki masa depan cerah, mulai Sudirman, Rochy Putiray, Widodo Cahyono Putro, hingga Peri Sandria. Kombinasi pemain junior dan senior itu terbukti berjalan baik. Di bawah tempaan Polosin, Timnas Indonesia tampil impresif di SEA Games edisi ke-16 tersebut.
Wim Rijsbergen
Pelatih asal Belanda, Wim Rijbergen menukangi Timnas Indonesia di ajang Kualifikasi Piala Dunia 2014. Ia merupakan pelatih yang doyan mencibir perilaku pemain yang tak disiplin.
Dalam sebuah wawancara dengan media Belanda, ia mengaku melatih Timnas Indonesia sebuah mimpi buruk. Ia kurang suka dengan budaya tak disiplin anak-asuhnya. Mereka diklaim sering terlambat datang latihan dan menyodorkan alasan yang tidak jelas.
"Saat pertama kali saya melatih mereka, butuh empat hari sampai seluruh pemain lengkap. Yang satu tantenya meninggal, yang satu lagi menyampaikan alasan berbeda kenapa datang telat. Selalu ada sesuatu. Dan kalau saya berkomentar, mereka hanya berkata 'This is Indonesia,' lalu nyengir," ujar Wim.
Bahkan saat itu, Wim Risjbergen tak ragu mencoret Oktovianus Maniani dari skuat laga babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2014. Okto saat itu memang menjadi bintang setelah ikut membawa Timnas Indonesia mencapai final Piala AFF 2010.
Pencoretan Okto itu sempat dibantah oleh penanggung jawab Timnas Indonesia saat itu, Bernhard Limbong, yang menegaskan bahwa Wim Rijsbergen saja masih berada di Belanda dan belum mengumumkan siapa pemain yang akan dipanggil.
Namun, dalam rilis 26 pemain yang disiapkan Wim menyambut laga melawan Qatar, nama Okto benar-benar tak ada. Wim justru memanggil muka baru, yakni penyerang asal Persibo Bojonegoro, Samsul Arif.
Karier Wim memang tak panjang di Timnas Indonesia. Selain karena sulit mendapatkan pemain yang memiliki kualitas seperti yang ia inginkan, sang pelatih kerap berselisih paham dengan pemain. Bahkan para pemain sempat melakukan aksi boikot dilatih nakhoda yang menggantikan Alfred Riedl itu.
Padahal Wim datang jadi pelatih Timnas Indonesia dengan rapor karier cemerlang. Ia legenda hidup Feyenoord Rotterdam dan menjadi bagian Timnas Belanda yang menjadi runner-up di Piala Dunia 1974 dan Piala Dunia 1978.
Ia didapuk sebagai pelatih Timnas Indonesia oleh PSSI kepengurusan Djohar Arifin dengan reputasi jadi asisten pelatih Timnas Trinidad dan Tobago di Piala Dunia 2006.
Wim Rijsbergen melatih Timnas Indonesia mulai Juli 2011, menggeser posisi Alfred Riedl yang baru saja sukses mengantarkan Indonesia menjadi runner-up Piala AFF 2010.
Dia dikontrak PSSI yang ketika itu selesai menyelenggarakan Kongres Luar Biasa di Solo. Dengan pengurus PSSI yang baru, Wim yang sebelumnya melatih PSM Makassar, diangkat jadi pelatih kepala Timnas Indonesia.
Namun, ia gagal di babak awal Kualifikasi Piala Dunia 2014. Total dalam 11 pertandingan di bawah arahannya, Indonesia mencatat dua kali menang, tiga kali seri, dan enam kali kalah. Semua di pertandingan resmi internasional.
Alfred Riedl
Mendiang Alfred Riedl merupakan pelatih Timnas Indonesia yang tak kalah tegas soal pencoretan pemain. Dalam penelusuran Bola.com, ada tiga pemain yang sempat dicoret oleh Riedl dari timnya karena masalah indisipliner. Titus Bonai, Vendry Mofu, dan Dominggus Fakdawer adalah tiga pemain yang harus menerima pencoretan tersebut.
Vendry Mofu adalah pemain yang pernah dicoret Alfred Riedl dalam seleksi Timnas Indonesia U-23 pada 15 Januari 2011. Riedl menegaskan pencoretan Mofu murni karena indisipliner.
Pemain yang saat itu memperkuat Semen Padang itu sudah bergabung dengan rekan-rekannya di Timnas Indonesia U-23 di Hotel Sultan Jakarta pada 14 Januari 2011. Namun, hingga latihan sore yang digelar pad 15 Januari 2011, batang hidungnya tak kunjung muncul sehingga Riedl tak membutuhkan waktu lebih lama untuk mencoretnya dari skuat.
"Satu pemain tidak muncul pada latihan pagi ini. Jadi saya coret dia karena masalah indisipliner. Dia keluar karena tidak muncul saat latihan dan sarapan pagi," ujar Riedl, 15 Januari 2011 sore.
Pemain lain yang pernah dicoret Alfred Riedl adalah Titus Bonai. Peristiwa ini terjadi hanya dua bulan setelah pelatih asal Austria itu mencoret Mofu dari tim yang sama.
Titus Bonai tidak terlihat dalam latihan pagi di kawasan Senayan. Sikap indisipliner tersebut membuat Riedl berang dan tegas menyatakan Tibo, sapaan akrab Titus Bonai, dicoret dari Timnas Indonesia U-23.
"Titus dicoret dari skuat karena tindakan indisipliner. Lihat saja dia tidak ikut latihan hari ini, jadi sudah 99 persen dicoret," tegas Riedl saat itu.
"Dua kali Titus meminum minuman keras, di Hong Kong dan Jakarta," ungkap Riedl yang mengindikasikan pencoretan didasarkan atas sikap tidak profesional yang diperlihatkan oleh Titus Bonai saat itu.
Sementara pemain ketiga adalah Dominggus Fakdawer yang dicoret dalam persiapan Timnas Indonesia ke Piala AFF 2016. Saat itu, Riedl mencoret tiga pemain, di mana Dominggus yang menjadi satu di antaranya dicoret karena masalah indisipliner.
"Setelah pulang dari Vietnam, kami melepas Septian David, Rizky Pellu yang masuk waiting list, dan Dominggus Fakdawer. Dominggus harus kami coret karena indisipliner," tegas Riedl pada 11 November 2016.
Namun, juru taktik asal Austria itu tidak memberikan detail soal tindakan indisipliner yang dilakukan Fakdawer. Bahkan pemain asal Papua itu pun belum mendapatkan satu kesempatan pun dari Riedl dalam laga uji coba yang dijalani Timnas Indonesia.
Alfred Riedl merupakan pelatih yang sukses mengantar Timnas Indonesia mencapai final Piala AFF dalam dua edisi berbeda, yaitu pada 2010 dan 2016. Ia merupakan satu di antara pelatih terbaik yang pernah menangani Tim Garuda hingga saat ini.
Baca Juga
Hasil Liga Inggris: Dipaksa Imbang Everton, Chelsea Gagal Kudeta Liverpool dari Puncak
Hasil Liga Italia: Bang Jay Gacor 90 Menit, Venezia Sikat Cagliari dan Keluar dari Posisi Juru Kunci
Aneh tapi Nyata! PSM Main dengan 12 Pemain saat Menang atas Barito Putera di BRI Liga 1: Wasit Pipin Indra Pratama Jadi Bulan-bulanan