Bola.com, Makassar - Kiprah Jacksen Tiago di pentas sepak bola Indonesia terbilang sukses. Sebagai pemain dan pelatih asing, pria berdarah Brasil ini telah meraih trofi juara di kasta tertinggi kompetisi tanah air. Ia malah pernah melakukan hal ini pada satu klub yakni Persebaya Surabaya.
Pada musim 1996-1997, Jacksen Tiago menjadi top skorer kompetisi sekaligus mempersembahkan gelar perdana buat Persebaya di Liga Indonesia. Jacksen kemudian melengkapinya pada Liga Indonesia 2004 dengan meraih trofi juara dengan status pelatih Bajul Ijo.
Belakangan, Jacksen kemudian melekat sebagai figur penting di Persipura dengan raihan trofi juara pada musim 2008–2009, 2010–2011 dan 2013. Dalam channel youtube Sportmagz TV, Jacksen mengungkap konsep dan filosofinya dalam membentuk sebuah tim yang solid dan tangguh.
Menurut pelatih yang sudah 26 tahun tinggal di Indonesia ini, ia menyukai pemain pekerja keras, tangguh dan berkarakter. "Bagi saya, hal ini lebih penting daripada bakat dan skill," ujar Jacksen yang juga pernah berkostum Petrokimia Putera dan PSM Makassar ini.
Dalam menangani tim, Jacksen mengaku tak fanatik pada satu atau dua konsep strategi. "Saya lebih fleksibel sesuai materi tim. Saya juga melakukan pendekatan secara ilmiah dan psikologis untuk melihat dan menilai potensi pemain yang tujuannya mendongkrak penampilan tim secara keseluruhan," papar Jacksen.
Jacksen merujuk pengalamannya ketika pertama kali menangani Persipura menggantikan peran Raja Isa pada musim 2008-2009. Saat itu, Persipura memiliki tiga striker dengan kualitas di atas rata-rata yakni Boaz Salossa, Beto Gonçalves dan Ernest Jeremiah. Ada anggapan, mereka sebaiknya jangan diturunkan secara bersama karena tidak memiliki kemampuan dalam membantu pertahanan saat tim kalah bola.
Tapi, Jacksen malah memainkan ketiganya sebagai starter secara reguler. Alasannya sederhana. Sebelum tampil, ia meminta ketiganya fokus menjebol gawang lawan. "Karena kalau mereka mencetak gol, tentu tim lawan akan berusaha bermain terbuka. Bila itu terjadi, mereka akan memiliki kesempatan untuk menjebol gawang lawan lebih banyak," terang Jacksen.
Konsep bermain seperti ini membuat Jacksen dikenal sebagai pelatih yang mengutamakan permainan ofensif. Tapi, Jacksen menjelaskan, anggapan itu tak sepenuhnya benar. Ia malah menegaskan dirinya menganut prinsip keseimbangan dalam tim. Itulah mengapa, ia menyukai pemain yang mau bekerja keras dan disiplin.
"Pada dasarnya semua konsep sepak bola bagus. Satu persamaan dari semua konsep itu adalah keseimbangan dalam bertahan dan menyerang," tutur Jacksen.
Saksikan Video Pilihan Kami:
Optimalkan Talenta Pemain
Dalam menangani tim, Jacksen Tiago juga dikenal piawai mengoptimalkan kemampuan tim. Tentang hal ini, Jacksen mengaku dalam latihan, ia selalu berusaha melihat kemampuan pemain secara detail sebelum memutuskan posisi yang pas buat mereka.
Dia merujuk contoh keputusannya memainkan Ian Kabes sebagai gelandang serang setelah sebelumnya lebih banyak bermain sebagai bek sayap. "Ian Kabes adalah pemain serbabisa. Saya menilai, ia lebih berguna buat tim bila didorong ke depan. Terbukti, Ia menjadi gelandang papan atas di Liga Indonesia," tutur Jacksen.
Tak hanya Ian Kabes, Jacksen juga memaksimalkan potensi Emmanuel Wanggai sebagai gelandang jangkar. Padahal, awalnya Wanggai dianggap hanya mampu bermain bagus dalam durasi 20 menit karena faktor fisik. Jacksen pun mengajarkan ke Wanggai cara bermain yang efisien dan berguna buat tim. Belakangan, Wanggai dikenal sebagai gelandang pengangkut air papan atas di Liga Indonesia.
Di era Liga 1, Jacksen melakukan hal sama pada Todd Rivaldo Ferre, gelandang muda bertalenta yang sebelumnya jarang mendapatkan tempat sebagai starter saat Persipura ditangani Luciano Leandro.
Eks pemain tim nasional junior ini hanya menjadi pelapis trio Oh In-kyun, M. Tahir dan Ibrahim Conte di lini tengah. Di bawah penanganannya, Jacksen memainkan Todd Ferre mengantikan peran In-Kyun yang ditugaskan lebih banyak bermain di sisi kiri.
Jacksen pun lebih sering memainkan Gunansar Mandowen dan Feri Pahabol untuk mengganti peran seniornya, Boaz Salossa yang kerap absen karena cedera dan faktor usia. Pilihan strategi ini membuat Persipura tampil meyakinkan setelah sempat terpuruk di awal musim 2019.
Pada klasemen akhir musim, Persipura akhirnya bertengger di peringkat tiga dibawah Bali United dan Persebaya Surabaya. Di mata Jacksen, Persipura sejatinya bisa meneruskan tradisi memunculkan talenta-talenta baru.
Tapi, status mereka sebagai tim musim musafir dalam dua musim terakhir jadi kendala tersendiri. "Saya tidak memiliki banyak kesempatan untuk memantau pemain muda di Jayapura karena Persipura bermarkas di Sidoarjo, Manado dan Malang," pungkas Jacksen.
Sumber: Channel Youtube Sportmagz
Baca Juga
Misteri Eliano Reijnders, Tidak Masuk Daftar Susunan Pemain Saat Timnas Indonesia Hadapi Jepang: Gara-gara Statistik Buruk Level Klub?
Hasil Kualifikasi Piala Dunia 2026: Nasibnya Lebih Baik dari Bahrain dan China, Timnas Indonesia Kalah 0-4 dari Jepang
Sebanyak 1.500 Warga Korsel Padati Tribune Selatan SUGBK, Dukung Timnas Indonesia saat Hadapi Jepang