Bola.com, Jakarta - Aksi Freddy Muli sebagai bek tengah pernah mewarnai pentas Liga Sepakbola Utama (Galataman) era 1980-an. Pencapaiannya terbilang lumayan yakni meraih trofi juara bersama Niac Mitra pada musim 1987/1988.
Pria kelahiran Palopo, 28 Februari 1982 ini juga mempersembahkan gelar Piala Galatama buat Gelora Dewata pada 1993. Menariknya, gelar Piala Galatama itu diraih Freddy Muli bersama Gelora Dewata setelah menekuk Mitra Surabaya (dulu bernama Niac Mitra) dengan skor 1-0 di Stadion Gelora 10 Nopember Tambak Sari pada 25 Oktober 1993.
Pada laga itu, Freddy sukses mematikan bomber maut Mitra, Mustaqim. "Saya memang sangat termotivasi untuk unjuk kemampuan pada laga itu. Saya ingin buktikan Freddy belum habis," kenang Freddy pada channel youtube Omah Balbalan.
Pada musim yang sama, Freddy juga membawa Gelora Dewata menembus final Galatama menghadapi klub elite saat itu, Pelita Jaya. Sayang, Gelora Dewata gagal mengawinkan gelar setelah takluk 0-1.
Dua pencapaian ini menjadi prestasi tertinggi Gelora Dewata. Setelah musim itu, kompetisi Galatama dan Perserikatan dilebur menjadi Liga Indonesia.
Di kasta tertinggi, Gelora Dewata yang kemudian mengganti nama menjadi Deltras Sidoarjo pada 2001 lebih banyak berkutat di papan tengah. Belakangan Deltras malah terlempar ke Liga 3 sampai sekarang.
Freddy sempat mencicipi atmosfer Liga Indonesia edisi perdana. Tapi, sejalan dengan usianya yang udah kepala tiga, ia pun memutuskan berkarier sebagai pelatih.
"Di musim kedua, saya berproses menjadi pelatih dengan menjadi asisten Solekan (pelatih Gelora Dewata) meski sesekali tampil juga di lapangan," terang Freddy Muli.
Buah Perjalanan Panjang
Bermain pada dua kompetisi berbeda adalah buah perjalanan panjang Freddy menggeluti sepak bola. Ia memulainya dengan terpilih masuk Diklat Ragunan angkatan pertama pada 1979 lewat jalur seleksi hasil pantauan kejuaraan antar pelajar.
Di Diklat Ragunan, Freddy satu angkatan dengan legenda Persib Bandung, Yusuf Bachtiar. Satu tahun berguru di Diklat Ragunan, nama Freddy masuk dalam daftar skuat PSSI Junior.
Di tim itu, Freddy tampil bersama mendiang Ricky Yacob dan Hermansyah yang menempuh ilmu sepakbola di Diklat Salatiga. Setelah bergabung di PSSI Junior mengikuti berbagai turnamen di luar negeri, nama Feddy masuk ke jenjang senior yakni PSSI Pratama.
Tim ini merupakan lanjutan dari proyek PSSI Binatama, tim usia muda yang baru pulang berguru di Brasil. Bagi Freddy, masuk dalam skuat PSSI Pratama jadi kebanggaan sendiri karena saat itu ia masih berstatus pelajar di SMA Raguna.
"Saya tetap bersekolah. Habis latihan pagi di Lapangan Pluit saya bergegas menuju Ragunan. Pulang sekolah kembali ke Pluit,"ungkap Freddy.
Sempat Jadi Karyawan
Selepas dari Diklat Ragunan, Freddy tergabung di tim Galasiswa yang bermarkas di Solo. Ia sempat menempuh pendidikan di Universitas Slamet Riyadi Solo selama setahun.
Pada periode itu, ia mendapat tawaran menjadi karyawan di Krakatau Steel yang juga memiliki tim sepak bola. Freddy memperkuat tim kantornya di kompetisi Galakarya.
Ia hanya semusim berstatus sebagai karyawan setelah tak kuasa menolak ajakan Yusuf Bachtiar untuk bergabung dengan Perkesa 78, klub Galatama yang bermarkas di Sidoarjo.
"Awalnya saya sempat berpikir keras, karena saya sudah berstatus karyawan. Tapi, saya kemudian memantapkan diri ke Perkesa setelah ditelpon oleh Bang Iswadi Idris yang menjadi pelatih Perkesa 78 saat itu," ungkap Freddy.
Dari Perkesa 78, Freddy akhirnya bergabung dengan Niac Mitra jelang musim 1987/1988 dan langsung meraih trofi. Freddy sempat memperkuat Niac Mitra pada musim berikutnya. Tapi, pada pertengahan musim, Freddy hengkang ke Petrokimia Putera dengan transfer senilai Rp15 juta.
"Tapi, saya hanya mendapat Rp11 juta karena selebihnya adalah jatah klub," pungkas Freddy.
Baca Juga