Bola.com, Jakarta - Diego Maradona tidak memiliki jejak alkohol atau obat-obatan terlarang dalam darah dan urinnya ketika dia meninggal. Hanya saja, tidak tampak ada bekas obat-obatan terkait masalah jantung, hati, dan ginjal.
Tes darah dan urine yang dilakukan setelah bedah mayat setelah kematian Diego Maradona pada 25 November menunjukkan campuran berabagai obat resep. Di antaranya Quetiapine, Venlafaxine, dan Levetiracetam.
Beberapa pil telah disebutkan sebagai satu di antara yang dianggap telah dikonsumsi mantan bintang Napoli dan Barcelona itu menjelang kematiannya yang mendadak di sebuah rumah kontrakan dekat Buenos Aires setelah operasi pembekuan darah otak di rumah sakit.
Quetiapine digunakan untuk mengobati gangguan mood termasuk depresi, skizofrenia dan gangguan bipolar.
Antidepresan Venlaxfaxine sering digunakan untuk mengobati serangan jantung. Sementara Levitiracetam termasuk dalam kelas obat yang dikenal sebagai antikonvulsan dan digunakan dengan obat lain untuk mengobati epilepsi.
Obat Ranitidine juga terdeteksi, yang digunakan untuk gangguan pencernaan dan mulas. Semua zat yang terkandung akan diselidiki lagi, apakah bahan tersebut dapat meningkatkan risiko kanker.
Meskipun beberapa obat yang ditemukan dalam sistemnya dapat menyebabkan aritmia, tes telah memastikan tidak ada bukti bahwa Maradona diberi obat untuk penyakit jantung yang dideritanya..
Telah dilaporkan pula bahwa berat jantungnya 503 gram, hampir dua kali lipat dari jantung normal untuk pria seusianya.
Seorang dokter yang meminta untuk tidak disebutkan namanya mengatakan kepada pers lokal, "Tubuh Diego Maradona sakit. Atau melewati batas."
Video
Bantah Lakukan Malpraktik
Leopoldo Luque, dokter Diego Maradona, mengatakan dia melakukan semua yang dia bisa untuk menangani mantan striker Timnas Argentina yang meninggal karena serangan jantung pekan lalu.
Sebelumnya pada hari itu jaksa penuntut di San Isidro, dekat Buenos Aires, mengatakan mereka sedang menyelidiki Dr Luque, atas kematian Diego Maradona. Sementara itu, televisi Argentina menunjukkan polisi menggerebek rumah dan operasi dokter berusia 39 tahuun tersebut.
Penyelidikan dibuka setelah putri Maradona, yakni Dalma, Gianinna dan Jana menyatakan kekecewaannya atas perawatan yang didapat Diego Maradona. Kemudian pada hari itu, Dr Luque, memberikan pernyataan yang emosional.
"Anda ingin tahu untuk apa saya bertanggung jawab?" tanyanya di antara isak tangis.
"Karena saya mencintainya, telah menjaganya, karena telah memperpanjang hidupnya, karena telah memperbaikinya sampai akhir?"
"Dia seharusnya pergi ke pusat rehabilitasi. Diego Maradona tidak mau. Akulah orang yang merawatnya. Saya bangga dengan semua yang telah saya lakukan. Saya tidak menyembunyikan apa pun. Saya siap membantu keadilan."
Bukan Tanggung Jawab Dr Luque
Maradona meninggal karena serangan jantung pada Rabu dalam usia 60 tahun, dan dimakamkan pada Kamis di pemakaman Jardin de Paz di pinggiran ibu kota Argentina.
Luque mengatakan dia tidak tahu mengapa tidak ada defibrillator jika terjadi serangan jantung di rumah Maradona di Tigre, dan menjelaskan bahwa perawatan di rumah bukanlah tanggung jawabnya.
Luque juga mengatakan sebuah ambulans seharusnya diparkir di luar.
"Saya seorang ahli bedah saraf," kata Luque.
"Seorang psikiater telah meminta agar selalu ada ambulans di depan rumahnya. Saya tidak tahu siapa yang bertanggung jawab atas fakta bahwa tidak ada ambulans," kata Luque.
Sumber: Mirror