Bola.com, Jakarta - Sejak era Perserikatan dan Galatama, Surabaya memiliki klub dengan nama besar plus fanatisme tinggi yang dimiliki para pendukungnya. Persebaya sebagai bonden Perserikatan punya pendukung fanatik turun temurun hingga di era milenial saat ini.
Di era Galatama, nama Niac Mitra jadi buah bibir karena prestasi spektakukernya. Apalagi Niac Mitra lahir saat prestasi Persebaya sedang menurun.
Kendati mayoritas warga Surabaya cinta dengan Persebaya, prestasi yang diukir Niac Mitra mampu menyedot minat publik beralih dari Persebaya pada eranya.
Dua musim beruntun, tepatnya 1982 dan 1983 klub milik Agustinus Wenas ini merajai kompetisi Galatama. Kejayaan tim yang awalnya sebagai sarana hiburan bagi karyawan bioskop milik Wenas ini tak lepas dari peran duet maut Fandi Ahmad-Djoko Malis.
Berkat kontribusi keduanya, Niac Mitra mencatat rekor agregat gol fantastis 102 kemasukan dengan 21 kebobolan saat juara Galatama 1983.
Kehadiran Fandi Ahmad dan kiper David Lee di Indonesia, karena kebijakan PSSI dengan dibukanya keran pemain asing di Galatama. Meski Fandi Ahmad hanya semusim berkiprah di Indonesia meninggalkan kesan mendalam bagi Djoko Malis.
Apalagi, pria yang tinggal di Jombang dan kini berbisnis kue ini sebagai tandem Fandi Ahmad di lini depan klub berjuluk Trosedor ini. Fandi Ahmad dan Djoko Malis punya hubungan spesial. Karena mereka selalu sekamar saat di mes pemain maupun kala Niac Mitra melakoni laga tandang.
"Saya dekat sekali dengan Fandi Ahmad. Karena kami satu kamar. Jadi hubungan kami akrab di dalam dan luar lapangan," kata Djoko Malis.
Saking dekatnya, Djoko Malis sangat paham karakter dan kebiasaan sehari-hari sahabatnya dari Singapura itu.
"Fandi Ahmad orangnya ramah. Tidak seperti David Lee. Mungkin karena keluarga besarnya berasal dari Pacitan. Sehingga dia masih mewarisi keramahan orang Jawa," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan Kami:
Fandi Ahmad Sempat Tak Berikan Kontribusi
Menurut Djoko Malis, tiga bulan awal kedatangan Fandi Ahmad tak banyak berkontribusi pada klub di kompetisi. Apalagi Niac Mitra adalah klub pertama Fandi Ahmad di luar negeri.
"Pertama datang di Indonesia, badan Fandi Ahmad kurus dan tinggi. Kami sering diskusi. Saya kasih tahu dia, kalau ingin main bagus harus punya badan berotot. Karena sepak bola Indonesia keras dan cenderung kasar," ucap Djoko Malis.
Akhirnya, saat kompetisi libur Fandi Ahmad mudik ke Singapura. Dia balik ke Indonesia membawa peralatan untuk memperkuat otot.
"Fandi Ahmad tipe orang profesional dan disiplin. Setelah saya beri masukan, sebelum dan bangun tidur dia selalu melakukan push up dan sit up. Itu pula yang saya lakukan. Jadi kami seperti bersaing latihan di kamar," ujarnya.
Hanya saja awal kehadiran Fandi Ahmad sempat menimbulkan kecemburuan bagi Djoko Malis. Dalam benak Djoko ada pesaing yang akan merebut posisinya di tim inti.
Kekhawatiran Djoko Malis terbukti. Karena pemilik Niac Mitra Wenas ingin memarkir Djoko Malis. Apalagi saat itu Niac Mitra juga memiliki Samsul Arifin, topskorer Galatama 1982.
"Pak Wenas berencana menduetkan Fandi Ahmad dengan Samsul Arifin. Saya mau diparkir. Saya pun protes, karena saya berjasa besar saat Niac Mitra juara 1982, ketika itu saya duet dengan Samsul. Meski saya disisihkan, hubungan dengan Fandi Ahmad tetap baik. Karena dia tidak punya salah dengan saya. Di kamar kami tetap biasa saja," ungkapnya.
Pura-pura Sakit Agar Bermain
Protes Djoko Malis tak digubris. Wenas tetap mentandemkam Fandi Ahmad dengan Samsul Arifin. Djoko pun bikin trik pura-pura sakit agar tak dibawa saat Niac Mitra tur ke Sumatera.
"Di Sumatera, kami dua kali kalah. Pertandingan berikutnya, Pak Wenas punya solusi. Fandi Ahmad jadi striker murni, saya second striker, dan Samsul penyerang sayap. Jadi saya lebih sering berperan sebagai 'pelayan' bagi Fandi Ahmad. Itu tak masalah, karena kepentingan tim lebih utama dan saya bisa main," Djoko Malis menuturkan.
Jadi musim 1983, Niac Mitra memakai tiga pemain bertipe menyerang. Kolaborasi Fandi Ahmad-Djoko Malis terbukti ampuh, ketika Niac Mitra mempermalukan Arsenal 2-0 pada laga persahabatan internasional di Stadion Gelora 10 Nopember Tambaksari, Surabaya, 16 Juni 1983.
Dua gol Niac Mitra dicetak Fandi Ahmad pada menit ke-37 dan Djoko Malis menit 85. "Dua gol itu hasil kerja sama kami berdua di lini depan. Tentu saja juga peran pemain lain yang tampil saat itu," ujarnya.