Bola.com, Makassar - Perjalanan sepak bola Indonesia pernah diwarnai oleh kompetisi Galatama yang mencapai puncak kejayaan pada era 1980-an. Saat itu, semua pemain terbaik Indonesia yang berasal dari Perserikatan unjuk kemampuan di Galatama yang dijuluki universitasnya kompetisi tanah air. Gemerlap Galatama membuat otoritas sepak bola Jepang mengadopsi tata kelola kompetisi ini untuk membuat liga yang kini dikenal dengan nama J-League.
Banyak pemain bintang lahir di kompetisi ini. Satu di antaranya adalah Eduard Mangilomi, penyerang sayap berdarah Kupang, Nusa Tenggara Timur yang menjadi bagian penting Niac Mitra Surabaya saat meraih trofi juara Galatama musim 1987-1988.Dalam channel Youtube Omah Balbalan, Edo, sapaan akrab Eduard menceritakan perjalanan panjangnya bersama Niac Mitra yang dimulai pada sebuah turnamen segitiga di Kupang.
Kala itu, tim yang dibela Edo yakni PSK Kupang menghadapi Niac Mitra dan Persema Malang pada 1984. Talenta Edo terpantau M. Basri pelatih Niac Mitra yang terpukau dengan aksinya mengoyak pertahanan timnya dari sisi kiri. Berkali-kali Edo membuat bek senior Niac Mitra, Rae Bawa kesulitan mengadang pergerakannya.
Usai laga, Basri langsung mendatangi Edo yang menawarinya untuk bergabung dengan Niac Mitra. Meski kaget dan senang, Edo pada awalnya tak terlalu serius menanggapi permintaan Basri yang juga pernah menangani tim nasional Indonesia. Apalagi saat itu, Edo yang tercatat sebagai mahasiwa semester empat Universitas Nusa Cendana jurusan Administrasi Negara.
Edo malah sempat menolak secara halus dengan alasan sudah kuliah. Tapi, Basri menyakinkannya dengan berjanji membantu Edo melanjutkan pendidikannya di Universitas Airlangga Surabaya. Edo pun meminta Basri dan Niac Mitra membuat surat resmi perpindahannya.
"Saya tak ingin luntang-luntang di Surabaya.Dengan adanya surat itu saya punya pegangan," kenang Edo.
Setelah Niac Mitra pulang ke Surabaya, sejatinya Edo tak lagi memikirkan tawaran itu. Sampai pada satu momen, promotor turnamen segitiga, Paul Samapati lewat ajudannya mengingatkan Edo dan siap membelikan tiket pesawat ke Surabaya. "Ajudan itu bilang, kalau saya mau dan serius, Pak Paul akan membantu. Saya pun mengiyakan."
Dua hari kemudian, Edo dikejutkan oleh rekannya di PSK Kupang, Matthius yang memperlihatkan tiket pesawat ke Surabaya. Saat itu, saya menginap di rumah teman sambil membuat layanan untuk lomba. Edo pun bergegas pulang ke rumah dan menemui orangtuanya.
"Ayah saya sempat mengingatkan soal kelanjutan kuliah, saya bilang sudah diatur oleh om Basri. Ternyata sesampai di Surabaya dan bergabung Niac Mitra, saya melupakan kuliah karena fokus latihan dan bertanding," terang Edo.
Video
Jadi Pegawai Dispenda Surabaya dan Sekretaris Lurah
Edo akhirnya bisa menyelesaikan pendidikannya. Ia mendapat tawaran beasiswa dari UPB Surabaya usai membawa Niac Mitra juara Galatama 1987-1988 bersama pemain lainnya seperti Freddy Muli, Yessi Mustamu dan Agus Sarianto. "Meski fleksibel, pihak kampus tetap mewajibkan kami ikut kuliah dan ujian bila berada di Surabaya," ungkap Edo.
Edo tetap menjadi bagian Niac Mitra sampai klub itu bubar dan berganti nama menjadi Mitra Surabaya pada 1990. Edo sempat memperkuat Mitra sampai musim 1992. Setelah itu, ia mendapat tawaran dari PT Telkom Surabaya untuk mengikuti sebuah turnamen dan juara. Setelah juara, status Edo yang masih profesional diprotes oleh tim lawan. Alhasil, Edo harus mengubah statusnya menjadi pemain amatir.
"Saya juga dijanjikan pekerjaan oleh Pak Ali Afandi (manejer tim Telkom). Ternaya belakangan janji itu tak terwujud," papar Edo.
Beruntung Edo akhirnya mendapat pekerjaan di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda Surabaya). Terakhir sebelum pensiun ia menjadi sekretaris lurah sampai pensiun Agustus 2020 silam.
"Setelah pensiun, saya tetap menjalin komunikasi dengan eks pemain lainnya. Termasuk ikut sejumlah laga persahabatan," pungkas Edo.