Bola.com, Sabah - Kurniawan Dwi Yulianto enggan kembali ke Indonesia ketika kontraknya bersama Sabah FC habis pada akhir 2020. Selagi masih bisa dan ada kesempatan, pelatih asal Magelang, Jawa Tengah itu tetap ingin berkiprah di luar negeri.
Buat Kurniawan Dwi Yulianto, berkarier di luar negeri begitu penting. Dia bisa mencari, menyerap, dan dan memperkaya ilmu profesinya sebagai pelatih. Ketika seseorang berada di luar negeri, ia tidak memikul namanya sendiri. Nama bangsa dan negara juga turut dipikul.
Begitulah dasar pemikiran Kurniawan Dwi Yulianto ketika merantau ke Malaysia pada tahun lalu. Sebagai pelatih, pengalamannya masih minim. Dia bahkan belum pernah menangani tim senior sebelum Sabah FC, tim promosi Liga Super Malaysia 2020, memercayainya sebagai nakhoda tim pada awal tahun lalu.
Kurniawan Dwi Yulianto datang ke Sabah FC ketika komposisi pemain telah terbentuk. Mau tidak mau, ia tinggal memoles materi pemain yang ada. Di tangannya, tim berjulukan Sang Badak itu tidak tampil terlalu baik, namun juga tidak bisa dikatakan buruk.
Setidaknya, Sabah FC berhasil bertahan di Liga Super Malaysia untuk musim 2021 dengan status tim pendatang baru. Sang Badak mengakhiri kompetisi 2020 di bibir zona degradasi, tepatnya di peringkat ke-10 dari 12 tim.
Kurniawan Dwi Yulianto bisa bernapas lega, tim pertama dalam karier kepelatihan pertamanya masih mampu eksis di kasta teratas Liga Malaysia. Namun, ia juga kurang tenang. Apa sebab? Kontraknya habis di akhir musim 2020 dan diputuskan tidak diperpanjang.
Sabah FC mencampakkan Kurniawan Dwi Yulianto begitu Sang Badak bertahan di Liga Super Malaysia. Kurniawan Dwi Yulianto memahami keputusan manajemen. Klub yang berada di Pulau Kalimantan ini menunjuk Lucas Kalang Laeng sebagai suksesornya.
Kurniawan Dwi Yulianto lantas bergerak cepat mencari pelabuhan baru. Beberapa tawaran pun datang, termasuk dari klub Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia. Namun, ia masih kurang sreg.
Di tengah masa perburuan klub baru, Sabah FC kembali mendekati Kurniawan Dwi Yulianto. Sang Badak mencopot Lucas Kalang Laeng yang baru seumur jagung karena pergantian pimpinan klub. Tanpa berpikir panjang, ia menerima pinangan tersebut.
Kurniawan Dwi Yulianto kini bersiap untuk menyongsong Liga Super Malaysia musim depan bersama Sabah FC. Kepada Bola.com, pelatih yang semasa aktif bermain sering disapa Si Kurus itu bercerita banyak tentang pengalamannya dan sarannya kepada pemain Indonesia untuk berkarier di luar negeri, meski di Malaysia sekalipun. Berikut petikan wawancaranya:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Cinta Lama Bersemi Kembali dengan Sabah FC
Kontrak Anda bersama Sabah FC sempat habis pada akhir musim lalu. Namun, Anda bilang masih ingin berkarier di luar negeri, terutama Malaysia. Mengapa?
Yang pertama, tentu ini menjadi tantangan tersendiri buat saya. Sebab, berkarier di luar negeri walaupun di negara tetangga, namun, tetap saja tantangan buat saya tidak hanya membawa nama sendiri. Artinya, saya tetap membawa nama Indonesia dan ini challenge buat saya. Karena kalau disebutkan, Kurniawan Dwi Yulianto itu dari Indonesia. Nama Indonesia ini yang benar-benar membuat saya termotivasi walaupun musim lalu saya belum bisa berprestasi maksimal. Namun, minimal saya sudah bisa membawa tim dengan status promosi bertahan di Liga Super Malaysia.
Yang kedua saya, ingin menjelajah kemampuan saya untuk berkarier di luar negeri demi mencari pengalaman. Saya melihat di Malaysia, sepak bolanya lebih taktikal. Belajar dari pengalaman sebelumnya, saya dituntut untuk menguras otak demi menganalisis tim lawan dan menyiapkan tim. Lalu, saya juga banyak belajar bagaimana menangani para pemain yang notabene tidak saya kenal. Ini pelajaran yang sangat berharga sekali.
Ketika kontrak Anda tidak diperpanjang Sabah FC pada akhir musim lalu, apakah Anda menerima tawaran dari klub lain? Terutama dari Indonesia?
Ada klub Indonesia. Lalu dari Brunei Darussalam juga. Namun, masih belum ada kabar kapan kompetisi di Brunei akan digelar. Klub Brunei sempat mengabari saya, saya diperbolehkan membawa tim kepelatihan. Saya mau bawa asisten pelatih, pelatih kiper hingga pelatih fisik dari Indonesia. Bahkan pemain dari Indonesia juga. Namun, karena kompetisi di sana belum pasti, saya memilih yang pasti saja di Sabah FC. Sebab buat saya, ada sesuatu yang belum terselesaikan.
Pada musim lalu, kompetisi di Malaysia sempat terhenti akibat pandemi COVID-19. Saya datang juga ketika susunan pemain sudah terbentuk. Ini jadi lebih menarik karena menurut saya, karakter pemain Sabah FC itu mirip dengan pemain Indonesia. Mereka punya fighting spirit. Mudah-mudahan Sabah FC bisa melangkah lebih jauh dibanding musim lalu.
Lalu dari klub Indonesia. Cuma, kompetisi di Indonesia masih belum pasti. Ada juga dari Malaysia, nama klubnya Kuching FC. Di sana awalnya saya setuju sebagai pelatih kepala. Di pertengahan tahun lalu, mereka juga sudah memberikan penawaran kepada saya. Namun, saya masih belum bisa memutuskan karena menunggu kontrak saya bersama Sabah FC habis.
Ketika saya tidak diperpanjang Sabah FC, Kuching FC sudah punya pelatih kepala. Namun, saat itu masih belum pasti. Mereka lalu hubungi saya lagi. Begitu kami bersepakat, mantan pelatih Kuching FA itu tidak jadi melatih klub lain. Jadi, ia kembali ke Kuching FC. Saya lalu diberikan tawaran menjadi asisten pelatih. Saya bilang, kalau saya tak ada rezeki menjadi pelatih kepala, insyaallah saya akan menerimanya. Alhamdulillah, ada pergantian di manajemen Sabah FC. Mereka minta saya untuk balik lagi. Saya kroscek ke pemain Sabah FC, kalau saya datang, kira-kira akan mengganggu tim tidak? Saya tidak mau kedatangan saya merusak tim. Alhamdulillah, semua pemain welcome kepada saya. Mereka ketika ditanya manajemen juga memilih saya dibanding kandidat yang lain.
Klub Indonesia mana yang tertarik kepada Anda?
Saya berhubungan dengan perantara. Dia tidak menyebutkan nama klubnya. Dia hanya menawari saya untuk menjadi pelatih di satu di antara klub Indonesia. Dia bilang akan menyebutkan nama klubnya kalau saya sudah free. Saya bilang ke dia untuk menunggu selama sepekan.
Bagaimana bisa Anda kembali ke Sabah FC sementara mereka sudah melepas Anda dan merekrut pelatih baru?
Sebenarnya sebelum kompetisi habis, Presiden Sabah FC mundur. Lalu wakil presiden tim menyiapkan tim untuk musim depan. Jadi saya menunggu sambil datang presiden yang baru. Di last minute, ketika saya sudah presentasi program untuk musim depan, tiba-tiba mereka berubah pikiran. Sepekan kemudian dikabarkan kontrak saya tidak diperpanjang. Saya bilang tak masalah. Saya profesional. Saat presiden sementara tim masuk, ia mau saya kembali. Alhamdulillah rezeki saya.
Kushedya Yudo, Saddil Ramdani, atau Andik Vermansah?
Jika musim lalu Sabah FC hampir degradasi, bagaimana target dari manajemen dan pribadi Andi untuk musim depan?
Jadi Key Performance Indicator dari manajemen baru akan dibicarakan. Kalau target pribadi, saya tentu ingin lebih baik dari musim lalu. Minimal bisa bersaing untuk papan tengah atau papan atas. Yang pasti jangan di papan bawah. Satu di antara caranya dengan mencari pemain asing yang sesuai kebutuhan tim.
Bagaimana dengan komposisi tim Anda untuk musim depan termasuk slot legiun asing?
Saya mengganti semua pemain asing. Kecuali satu, bek asal Korea Selatan, Park Tae-soo. Waktu saya datang musim lalu, ia sudah dikontrak dua tahun. Namun, saya akan lihat lagi performanya di putaran pertama musim depan.
Kabarnya Anda akan membawa satu pemain berlabel Timnas Indonesia ke Sabah FC, apakah benar?
Awalnya, saya sebenarnya sudah bersepakat dengan pemain berlabel Timnas Indonesia ketika saya masih melatih Sabah FC. Saya sudah deal dengan Kushedya Yudo. Namun, ternyata kontrak saya tidak diperpanjang. Begitu saya diangkat lagi sebagai pelatih Sabah FC, saya komunikasi lagi dengan Yudo. Dia masih oke. Namun, saya perlu mengosongkan satu slot pemain asing Asia Tenggara karena Sabah FC terlanjur memperpanjang pemain Thailand berdarah Jerman, Dennis Buschening.
Ketika saya sempat dilepas Sabah FC, manajemen telah menambah kontrak Buschening. Saya mau memutus kontraknya karena ia tidak masuk skema saya. Saya dan Sabah FC sedang mengurus itu. Lalu kabar dari Yudo, ada agen yang mengabarkannya bahwa ia mendapatkan tawaran dari Pahang FC.
Saya dengar, agen ini harus ambil keputusan cepat. Jadi saya tidak berani juga. Saya bilang ke Yudo, kalau sudah pasti ke Pahang FC, ambil saja tawaran itu. Berarti belum rezeki buat saya karena harus memutus kontrak Buschening lebih dulu. Khawatirnya jika saya tidak bisa mengakhiri kontrak Buschening, Yudo jadi tidak bisa diambil. Kasihan masa depan dia. Saya bilang, yang penting dia bisa bermain di luar negeri. Akhirnya Yudo saya lepas. Lalu kami bisa memutus kontrak Buschening dengan memberikannya kompensasi.
Saat ini, saya sudah deal dengan satu pemain Timnas Indonesia. Tinggal menunggu izin dari klubnya. Namun, saya tak tahu apakah ia masih terikat kontrak dengan klub lamanya atau tidak. Manajemen Sabah FC meminta keputusan diambil pada Kamis, 14 Januari 2021. Kalau tidak bisa, saya akan rekrut pemain alternatif lain yang juga sudah bersepakat. Pemain alternatif itu juga berlabel Timnas Indonesia. Nanti saja namanya kalau sudah pasti. Saya sudah bicara dengan dia. Dia bilang manajemen klub lamanya masih menggantungnya. Dia minta waktu sepekan lagi. Saya mau bilang ke manajemen Sabah FC, sanggup atau tidak menunggu sepekan. Karena saya mau cepat. Dua pemain ini masuk skema saya.
Apakah Anda sama sekali tidak mau membocorkan pemain berlabel Timnas Indonesia yang dimaksud?
Hahaha (Kurniawan Dwi Yulianto tertawa). Menurut kamu, siapa pemainnya? Pemainnya berposisi sebagai winger.
Kalau winger, antara Saddil Ramdani atau Andik Vermansah dong?
Hehehe (Kurniawan Dwi Yulianto tertawa lagi). Nanti sajalah. Bukan, yang pasti berlabel Timnas Indonesia.
Jika Park Tae-soo bertahan dan satu pemain asal Indonesia masuk, kuota legiun asing Sabah FC telah terisi dua. Bagaimana dengan tiga slot lainnya? Apakah Anda akan mengambil pemain asing dari Indonesia?
Kami sudah memutuskan untuk mengambil tiga pemain asing. Posisinya penyerang, gelandang, dan bek. Yang berposisi gelandang masih negosiasi. Tinggal mengurus administrasinya saja. Pemain asing yang akan saya gunakan bukan dari Indonesia. Karena saya mau mengambil pemain yang tahun lalu masih bermain. Yang masih fit, jadi saya cek rekam jejaknya. Kalau yang Desember 2020 masih bermain, kami lihat data dan statistiknya. Artinya masih fit.
Mulanya mau mengambil pemain asing dari Indonesia. Tapi kompetisi sudah vakum sejak Maret 2020. Saya riskan mengambil pemain asing karena kondisinya seperti itu. Kalau pemain lokal Indonesia, bisa saya kroscek ke klubnya. Kan masih ada latihan.
Tentang Perubahan Nama Belakang Sejumlah Klub Malaysia
Sejumlah klub di Malaysia mengubah nama belakangnya dari FA menjadi FC, termasuk Sabah FC. Sejauh yang Anda ketahui, apa penyebabnya?
Syarat utama untuk mengikuti Liga Super Malaysia musim depan itu tidak bisa lagi menggunakan embel-embel FA. FA itu seperti klub di Perserikatan. Kalau FC itu sudah menjadi PT. Jadi klub harus lepas dari dana pemerintah dan harus cari uang mandiri. Klub harus swasta.
Memang klub-klub Malaysia yang bernama belakang FA pada musim-musim sebelumnya masih mendapatkan kucuran uang dari pemerintah setempat?
Saya tidak tahu pasti. Yang pasti masih ada campur tangan pemerintah. Karena klub kan yang memiliki pemerintah. Untuk musim depan, tidak boleh lagi.
Pesan dari yang Berpengalaman
Bagaimana pandangan pribadi Anda tentang mulai banyaknya pemain Indonesia yang berani berkarier di luar negeri? Anda Ryuji Utomo dan Syahrian Abimanyu di Malaysia serta Todd Rivaldo Ferre di Thailand.
Saya pribadi menilainya ini bagus sekali. Artinya begini. Mimpi untuk bermain di Eropa itu sah-sah saja. Tapi harus mengikuti prosesnya. Artinya untuk menuju ke sana, perlu tahu apa saja yang harus disiapkan. Orang bilang Liga Malaysia tak bagus, Liga Singapura tak bagus. Coba kita menilainya dari sudut pandang yang berbeda. Ketika kita bermain di Malaysia, Singapura, apa yang kita dapat. Sebagai pemain asing, ekspektasi, tuntutan dari tim dan suporter itu kan tinggi. So, bagaimana pemain itu mengatur dirinya untuk menghadapi tekanan. Pemain asing itu harus menjadi role model. Harus menunjukkan performa dalam latihan dan pertandingan. Dia hidup sendiri. Harus bisa mengatasi tekanan. Harus bisa memotivasi dirinya ketika tidak maksimal dalam latihan.
Misalnya di klub saya. Itu ada namanya individual report harian dan bulanan. Akan kami nilai. Belum lagi di adendum kontrak, ada perjanjiannya juga. Semua pemain, misalnya daily report-nya seperti apa. Itu akan memengaruhi. Kita bisa peringatkan. Misalnya bulan ini kurang, walaupun itu subyektif, tapi masih kami masih bisa lihat detailnya. Lebih ke tanggung jawab diri. Ini masuknya ke mana? Ke mental. Kita melangkah lebih jauh. Kalau mental sudah kuat, kalau mau coba trial di mana pun, akan lebih siap. Karena untuk main di Eropa atau level tertinggi, bukan hanya kemampuan individual secara teknik saja yang dilihat. Yang berperan banyak tentu mental juga. Bagaimana harus tinggal sendiri. Harus kontrol jam istirahat sendiri dan makan sendiri. Karena kita akan tinggal di apartemen. Itu sama yang akan dirasakan ketika di Eropa.
Kenapa saya ngotot ingin mengambil pemain Indonesia, karena saya tahu talenta pemain Indonesia itu luar biasa. Tapi talenta saja tidak cukup. Banyak orang bilang, untuk apa bermain di Liga Malaysia, banyak sekali. Oke lah Liga Singapura atau Malaysia bahkan Brunei tidak selevel dengan Liga Indonesia. Tapi ada poin yang sangat berharga ketika mereka bisa mengatasi semua ini dan kuat secara mental.
Sewaktu masih menjadi pemain, Anda pernah bermain di Eropa. Apa pesan Anda kepada para pemain Indonesia yang berkarier di Eropa, seperti Egy Maulana Vikri dan Witan Sulaeman?
Proses itu tidak menentu. Ada proses yang misalnya dalam dua sampai tiga bulan langsung dapat tempat utama. Tapi yang penting, harus bisa menikmati dan memanfaatkan proses itu. Percayalah, suatu saat kesempatan itu akan datang. Jangan pernah sekali-kali untuk tidak siap. Mau bermain atau tidak harus selalu siap. Jika diberikan kesempatan, maka tunjukkan. Belajar dari pengalaman saya, bermain di Swiss itu tidak gampang. Maksudnya, saya bermain di Swiss setelah dua tahun setelah saya berguru di Italia. Jadi saya sudah adaptasi dulu. Mungkin kalau saya dari Indonesia lalu langsung trial di Swiss, saya pun tak tahu akan bisa diterima atau tidak.