Tiga Momen Istimewa dalam Karier Zein Alhadad, Termasuk Kemenangan Melawan Arsenal

oleh Vincentius Atmaja diperbarui 17 Jan 2021, 07:00 WIB
Pelatih Persija Jakarta, Muhammad Zein Alhadad, memimpin latihan jelang laga TSC 2016 melawan Persela Lamongan di Lapangan Villa 2000, Tanggerang Selatan, Banten, Selasa (13/9/2016). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Bola.com, Jakarta - Muhammad Zein Alhadad mengenang tiga momen istimewa, di mana satu di antaranya adalah ketika mengalahkan Arsenal di Stadion Tambaksari.

Bagi pesepak bola, khususnya mereka yang lama pensiun, pasti memiliki banyak kenangan yang sulit dilupakan dalam kariernya. Selama bertahun-tahun menitir karier di lapangan hijau, tentunya ada banyak momen yang berkesan.

Advertisement

Satu di antaranya bagi legenda hidup sepak bola Indonesia, Muhammad Zein Alhadad atau yang akrab disapa Mamak. Ia adalah sosok pemain sepak bola dengan nama besar asal Surabaya yang pernah ikut mengharumkan nama Merah Putih.

Selain prestasi hebatnya di level klub bersama Niac Mitra Surabaya saat era kompetisi Galatama, Mamak adalah pemain langganan di Timnas Indonesia setidaknya dalam medio 80-90an. Striker hebat yang menjadi top scorer baik bersama Niac Mitra, maupun menjadi bomber ganas di Timnas.

Baru-baru ini, Mamak bercerita mengenai pengalaman saat masih aktif bermain dalam tayangan kanal YouTube Pinggir Lapangan. Selain terkesan dengan klubnya terdahulu Niac Mitra, ia juga mengaku mempunyai setidaknya tiga momen teramat istimewa dan sulit dilupakannya.

Peristiwa pertama yang menjadi kenangannya adalah saat tampil membela Timnas Galatama Selection sebagai wakil Indonesia di ajang King's Cup di Thailand pada tahun 1988. Kala itu pria keturunan Arab ini berjuang bersama rekan-rekannya seperti Herry Kiswanto, Rully Nere, Ricky Yakobi, hingga kiper Hermansyah

Tim yang berisi kumpulan pemain-pemain terbaik di Galatama tersebut secara mengejutkan meraih peringkat keempat. Sebuah prestasi mengesankan karena harus bersaing dengan wakil Austria, Rusia, Korea Selatan, dan tim kuat lainnya.

"Saya masih ingat lawan Oman dan kita butuh menang agar bisa menembus babak berikutnya. Melawan salah satu tim Arab, saya disuruh minta Oman jangan main ngotot dengan bahasa Arab," kenang Mamak dalam penuturannya.

"Walau saya sendirian sebenarnya juga tidak mengerti bahasa Arab, memberanikan diri ngomong, dan berhasil menjadi motivasi teman-teman. Kita menang 3-0 lawan Oman dan saya mencetak dua gol," terangnya.

Peristiwa yang berkesan berikutnya adalah ikut membawa timnya tersebut mempermalukan China dengan skor mencolok 3-1, masih di ajang yang sama yakni King's Cup. Ia merasa banyak belajar dari pelatihnya saat itu, Danurwindo, hingga berhasil membukukan kemenangan bersejarah atas China.

"Kenapa berkesan, karena oleh Danurwindo saya dipasang pada posisi kiri luar, padahal aslinya saya seorang striker. Sekaligus menjadi inspirasi saya, makanya setiap saya melatih, pemain harus bisa di dua posisi," beber Muhammad Zein Alhadad.

 

Video

2 dari 2 halaman

Ikut Jungkalkan The Gunners

Rudy Ketljes (tengah), saat membela NIAC Mitra saat menjajal klub elite Inggris, Arsenal, di Stadion Gelora 10 November, Surabaya. (Istimewa)

Pengalaman ketiga sepanjang kariernya yang sulit ia lupakan, tentunya adalah pertandingan Niac Mitra melawan jagoan Liga Inggris, Arsenal di tahun 1983. Tepatnya pada 16 Juni 1983 di Stadion Gelora 10 November, Tambaksari Surabaya.

Niac Mitra yang kala itu sebagai juara bertahan Galatama, berkesempatan menjajal The Gunners (julukan Arsenal) dalam turnya ke Asia. Sebelum bertemu Niac Mitra, Arsenal lebih dulu memang atas PSMS Medan dan PSSI Selection.

Sementara laga di Surabaya, Arsenal seolah tak berkutik menghadapi Niac Mitra, walau diperkuat nama pemain legendaris mereka dua diantaranya Pat Jenning dan David O'Leary. Sementara Niac Mitra diperkuat pemain intinya mulai dari Rudi Keltjes, Joko Malis, Fandi Ahmad, David Lee, dan Mamak yang masih kuda ketika itu.

Hasilnya, Niac Mitra sukses menjungkalkan Arsenal dua gol tanpa balas oleh gol yang dicetak Fandi Ahmad dan Joko Malis. Pertandingan sendiri digelar di bawah terik matahari yang menyengat yakni sepak mula pada pukul 14.00 siang.

"Kesan terakhir bagi saya adalah lawan Arsenal tahun 1983, karena semua tim beruji coba dengan Arsenal dibabat habis seperti. Saya main sebagai pengganti. Kemudian karena mainnya di siang bolong jam 2 siang, mungkin mereka kepanasan dan kelelahan," jelas Mamak.

Berita Terkait