Bola.com, Jakarta - Frank Lampard ada di ujung tanduk. Pada Rabu (20/1/2021) dini hari WIB, Chelsea takluk 0-2 dalam kunjungan ke markas Leicester City pada duel pekan ke-19 Premier League 2020-2021. Hasil ini memperpanjang derita The Blues.
Lampard dan pasukannya sudah berada di posisi sulit sejak Desember lalu, dan masih belum bisa comeback. Chelsea pernah jadi pemuncak klasemen, kini merosot ke peringkat ke-8 dengan 29 poin. Mereka makin jauh dengan kuda pacu lainnya di persaingan elite Liga Inggris.
Kekalahan dari Leicester ini pun sepertinya sudah membuat fans hilang kepercayaan. Suara-suara pemecatan Lampard kian kuat, terlebih karena sejumlah keputusan Lampard yang aneh dan merugikan tim.
Di laga ini saja, setidaknya ada 5 kesalahan Lampard yang patut disorot. Sebagian murni karena keliru mengambil keputusan, sisanya karena keterbatasan skuad. Simak detailnya di bawah ini:
Video
Sering Blunder Strategi
Semua tim Premier League memahami bagaimana potensi Leicester dan bagaimana permainan pasukan Rodgers. Sayangnya, Lampard mungkin melewatkan hal ini.
Leicester dikenal sebagai salah satu kuda hitam, kekuatan mereka terletak pada pertahanan tangguh dan serangan balik cepat. Singkatnya, Leicester tidak boleh diberi ruang dalam serangan balik.
Chelsea jelas tidak bermain demikian di laga ini. Tekanan mereka setengah-setengah, akibantya Leicester leluasa menginisiasi serangan balik cepat dan akhirnya mencetak gol.
Trio gelandang pilihan Lampard, Mount-Kovacic-Havertz, tampak keteteran menahan serangan balik tim tuan rumah.
Kerap Salah Membaca Potensi Pemain
Salah satu masalah utama Chelsea sejak awal musim. Punya skuad bertabur bintang tak lantas jadi jaminan jika sang pelatih tidak bisa memaksimalkan potensi masing-masing pemain.
Lampard sering menaruh pemain-pemainnya di posisi yang salah. Di laga ini dia memainkan Havertz sebagai gelandang kanan, yang jelas bukan posisi terbaiknya.
Lalu ketika Timo Werner masuk di babak kedua, Lampard pun tidak memberikan posisi striker sentral untuk eks penyerang RB Leipzig tersebut.
Nekat Menyingkirkan Pemain Penting
Starting XI Chelsea di laga ini cukup mengundang tanya. Tidak ada Hakim Ziyech dan Timo Werner, keduanya baru masuk di babak kedua.
Lampard justru memilih Callum Hudson-Odoi dan Tammy Abraham, dua pemain yang tidak benar-benar bermain di level top. Terlebih keduanya pemain asli Inggris, yang memperkuat dugaan perlakuan istimewa Lampard.
Hudson-Odoi tidak benar-benar berbahaya di sayap kanan, dan Tammy membuang terlalu banyak peluang. Nahasnya sudah terlamat ketika Ziyech dan Werner masuk di pertengahan babak kedua.
Dalam banyak laga lainnya Lampard kerap menepikan pemain senior yang sejatinya jadi motor permainan Chelsea. Marcos Alonso, Cesar Azpilicueta, N'Golo Kante, deretan pemain yang beberapa musim terakhir menghidupkan permainan The Blues, namun di era Lampard kerap dipinggirkan. Sang mentor lebih suka memainkan pemain muda yang minim pengalaman menghadapi laga tekanan tinggi.
Ngotot Memasang Pemain yang Tampil Jelek
Tidak jelas mengapa Lampard terus memercayai Mateo Kovacic dan Reece James, dua pemain yang justru tampak menghambat permainan Chelsea.
James bukanlah pemain yang ada di level The Blues. Pujian untuknya berlebihan, dia terlalu sering telat membuat tekel atau menghentikan pergerakan penyerang lawan.
Lalu ada Kovacic yang seringkali merusak ritme permainan Chelsea. Aliran bola selalu terhenti ketika tiba di kaki Kovacic, tidak bisa bermain cepat umpan-umpan pendek.
Lampard mungkin tidak bisa sepenuhnya disalahkan karena keterbatasan skuad, tapi sebenarnya masih ada Jorginho dan Cesar Azpilicueta di bangku cadangan. Keduanya sudah barang tentu bisa dimaksimalkan.
Keras Kepala
Masalah-masalah Chelsea terus terjadi berulang-ulang. Lampard tidak mencoba membuat perubahan, tidak ada solusi. Setiap pertandingan dimulai dengan cara yang sama, dan berakhir buruk sama pula.
Lihat saja delapan pertandingan terakhir Chelsea, hanya dua kali menang, satu kali imbang, dan lima kali kalah. Boleh bicara soal momentum buruk, tapi setidaknya Lampard harus mencoba jika tidak ingin dipecat. Ia punya banyak pemain bagus yang bisa dimaksimalkan, jangan terus-terusan memaksa menurunkan pemain itu-itu saja hanya karena faktor like or dislike.
Kai Havertz, Timo Werner, Reece James sedang tidak dalam performa terbaik. Lampard harus berani menepikan mereka dan memberi kesempatan kepada pemain lain yang lebih mumpuni.
Doyan Konfrontasi dengan Pemain Sendiri
Frank Lampard terlibat konfrontasi dengan sejumlah pemain yang membuat suasana ruang ganti tidak nyaman. Sang pelatih secara terbuka mengkritik kinerja kiper Kepa Arrizabalaga atas buruknya pertahanan The Blues musim lalu. Langkah ekstrem dilakukan Lampard dengan mendatangkan kiper baru, Edouard Mendy.
Sempat menawan di beberapa laga, ujung-ujungnya performa Edouard Mendy sama saja dengan Kepa, yang sejatinya kiper bagus namun kehilangan kepercayaan diri karena tak mendapat dukungan dari pelatihnya sendiri.
Di sisi lain, Lampard juga ribut dengan Marcos Alonso. Sang bek kiri sudah tak pernah terlihat lagi di jajaran skuat inti Chelsea. Padahal, secara kemampuan sang pemain asal Spanyol tenaganya masih dibutuhkan Chelsea.
Pemain-pemain senior model Olivier Giroud, Jorginho, atau Kante juga merasa gerah dengan tindak tanduk manajer mereka. Karena merasa tak nyaman mereka ogah-ogahan menyajikan permainan terbaik.
Sumber asli: Berbagai sumber
Disadur dari: Bola.net (Richard Andreas, 20/1/2021)