Bola.com, Jakarta - Aksi ciamik Ansyari Lubis sebagai gelandang serang pernah mewarnai kompetisi kasta tertinggi Indonesia, baik di era Galatama atau pun Liga Indonesia.
Pencapaian terbaiknya adalah membawa Pelita Jaya meraih trofi juara Galatama musim 1993-1994 plus menjadi top skorer dan pemain terbaik. Sukses itu sekaligus menjadi pembuktian kapasitasnya sebagai pemain dengan kontrak termahal Indonesia saat itu.
Jelang musim 1993/1994, Pelita Jaya membelinya dari Medan Jaya dengan mahar Rp25 Juta. Pada level tim nasional, Ansyari Lubis sudah masuk skuad Garuda pada 1989 dengan pencapaian terbaik meraih medali perak cabang sepak bola SEA Games 1997.
Pada ajang multi event Asia Tenggara itu, Indonesia secara dramatis takluk dari Thailand via adu penalti pada laga final yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno, 18 Oktober 1997 silam.
Meski gagal, penampilan Timnas Indonesia tetap mendapat apresiasi setelah memenangkan seluruh lima laga sebelum final. Selain itu, Tim Merah-Putih juga mengemas 15 gol dan hanya kemasukkan lima gol.
Dalam kanal YouTube Lae Tape, Uwak, sapaan akrab Ansyari Lubis menceritakan perjalanan kariernya yang dimulai dengan menimba ilmu sepak bola di PSKT Tebing Tinggi yang dilatih oleh abangnya, Samsul Bachri Lubis.
Pada usia 16 tahun, Uwak masuk skuad tim pelajar Sumatera Utara (Sumut) yang mengikuti POPNAS 1986 di Jakarta. Setahun kemudian, Uwak bersama PSKT Tebing Tinggi mewakili Sumut berhasil menembus semifinal Piala Soeratin 1987.
Pada momen itulah, untuk kali pertama, Uwak menginjak rumput Stadion Gelora Bung Karno. "Rasanya seperti mimpi. Karena sebelumnya, kami tak pernah membayangkan bisa bermain di Senayan," kenang Uwak.
Itulah mengapa saat uji lapangan, Ansyari Lubis bersama rekan-rekannya langsung melakukan sujud syukur dan mencium rumput lapangan Stadion GBK. "Kami pun dengan antusias mengelilingi lapangan dan melihat setiap sudut Senayan."
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Membawa Sumut Meraih Medali Emas PON 1989
Sepulang dari Jakarta, Uwak kian fokus mengasah kemampuannya sebagai gelandang serang. Setelah latihan reguler, ia mengambil bola untuk melatih feeling dan timing nya.
"Gelandang itu bukan hanya sebagai penyeimbang tim tapi juga pengatur serangan sekaligus mengintip peluang mencetak gol. Jadi dibutuhkan kecerdasan dan kecepatan dalam mengambil keputusan bukan semata mengandalkan fisik," ungkap adik kandung kiper legendaris PSMS Medan, Taufik Lubis itu.
Setelah menyelesaikan bangku SMA, Ansyari Lubis langsung direkrut oleh Medan Jaya, klub Galatama pada 1989. Pada tahun yang sama, ia memperkuat tim Sumut berlaga di PON 1989 di Jakarta.
"Saya jadi pemain termuda yang masuk tim. Alhamdulillah, Sumut berhasil meraih medali emas setelah mengalahkan Jawa Timur 2-1 di final. Sukses itu belum disamai sampai saat ini," kata Uwak yang saat ini menjadi pelatih kepala tim Sumut pada PON 2021 Papua mendatang.
Momen Spesial
Tahun 1989 menjadi momen spesial buat Uwak. Selain meraih medali emas PON bersama Sumut, untuk kali pertama, namanya masuk skuad Timnas Indonesia. Aksinya dipantau langsung saat membela Medan Jaya pada satu laga di Stadion Teladan Medan.
Sejatinya, pelatih timnas saat itu, Anatoli Polosin datang ke Medan untuk memantau penampilan dua senior Uwak di Medan Jaya yakni Iwan Karo-Karo dan Iskandar Jalil.
"Saya kaget bukan kepalang ketika membawa koran lokal Medan yang memuat komentar Polosin yang ingin memasukkan nama saya ke timnas. Terus terang saya sempat terbebani, karena harus membawa nama daerah di usia 19 tahun," terang Uwak yang bergabung di Timnas Indonesia saat melakukan pemusatan latihan di Australia.
Sumber: YouTube Lae Tape
Baca Juga
Bintang-Bintang Lokal Timnas Indonesia yang Akan Turun di Piala AFF 2024: Modal Pengalaman di Kualifikasi Piala Dunia
Mengulas Sosok Pemain yang Paling Layak Jadi Kapten Timnas Indonesia: Jay Idzes Ada Tandingan?
Lini Depan Timnas Indonesia Angin-anginan: Maksimalkan Eliano Reijnders dan Marselino Ferdinan atau Butuh Goal-getter Alami?