Bola.com, Jakarta - Pencapaian terbaik Boy Jati Asmara selama 16 tahun karier profesionalnya sebagai pemain adalah membawa PSMS Medan menembus final Liga Indonesia musim 2007/2008. Kala itu, tim Ayam Kinantan gagal meraih trofi juara setelah ditekuk Sriwijaya FC dengan skor 1-3 di Stadion Jalak Harupat Palembang, 10 Februari 2008.
Meski prestasinya terbilang datar, Boy Jati Asmara yang berstatus eks pemain tim nasional Indonesia U-19 termasuk pemain yang laris. Selama 16 musim berkarier di Liga Indonesia, ia tercatat pernah berkostum 11 tim. Perinciannya Persijatim, Persipura Jayapura, Persib Bandung, PSMS Medan, Mitra Kukar, Persikabo Bogor, Deltras Sidoarjo, Persitara Jakarta Utara, Arema Indonesia, Persijap Jepara dan Persepam Madura United.
Dalam channel Youtube Jurnal Opah, Boy Jati mengungkap apa yang didapatkan selama membela 11 tim berbeda.
"Saya mendapatkan pengalaman bermain satu tim dengan pemain yang memiliki latar belakang dan karakter yang berbeda. Ini yang membuat saya bisa memahami arti tolerasi dan persaudaraan," kenang Boy Jati.
Selain menyukai tantangan yang tentunya berbeda, Boy melihat situasi internal sebelum memutuskan bertahan atau tidak dalam sebuah tim yang sudah dibelanya dalam semusim. "Kalau saya masa merasa nyaman, saya akan bertahan untuk musim berikutnya," kata Boy.
Boy menepis anggapan dirinya kerap berpindah klub karena kalah bersaing dalam tim. "Anggapan itu jelas. Kalau penampilan saya dinilai jelek tak mungkin saya bisa bermain pada 11 tim berada dan mayoritas di kompetisi kasta tertinggi," tegas Boy Jati Asmara.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Respek kepada Persipura
Berkarier selama 16 tahun dengan memperkuat 11 tim membuat Boy memiliki penilaian sendiri dalam melihat sebuah tim. Menurutnya, dari banyak tim yang pernah dibelanya, Persipura dinilainya sebagai tim yang paling konsisten melakukan regenerasi pemain dengan prestasi yang terbilang stabil.
"Setiap musim Persipura selalu memunculkan pemain baru yang tampil baik di kompetisi kasta tertinggi. Ini semua tak lepas dari peran pemain senior dalam tim. Mereka menghargai proses tak gampang melakukan perubahan besar dalam materi pemainnya," kata Boy.
Terkait hal ini, Boy pernah mengalami pengalaman pahit ketika berkostum Persib pada musim 2006-2007. saat itu, Persib yang mengandalkan APBD sehingga pengurusnya berasal dari Pemkot Bandung begitu gampang melakukan perubahan dalam skala besar dalam tim. Baik pemain dan pelatih.
"Tidak ada acuan yang baku dalam menilai pemain," tegas Boy.
Tak hanya itu, tekanan dan tantangan kala berstatus sebagai pemain Persib terbilang tinggi. Apalagi bagi masyarakat Bandung aksi para pemain dalam sebuah laga adalah hiburan.
"Ekspektasi mereka pun sangat tinggi. Jadi wajar, kalau pemain bermain bagus akan dipuji setinggi langit. Sebaliknya, sang pemain harus siap menerima cacian bila tampil jelek meski hanya dalam satu laga."
Itulah banyak pemain bintang dan berstatus pemain timnas justru meredup di Persib. Boy menyebut nama seperti Charis Yulianto, Markus Horison, Budi Sudarsono dan Aliyuddin. Itulah mengapa Persib terbilang lama menghapus dahaga gelar Liga Indonesia yang mereka raih pada musim 1994/1995.
Persib baru kembali metaih trofi juara pada 2014. Dimata Boy, sukses itu tak lepas dari langkah manajemen yang mempertahankan mayoritas pemain tim sebelumnya. "Seperti Firman Utina yang baru sukses di musim keduanya bersama Persib," pungkas Boy.