Bola.com, Jakarta - Indonesia tanpa gelar pada ajang BWF World Tour Finals 2020. Satu-satunya wakil Tanah Air yang bermain di final, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan ditaklukkan Lee Yang/Wang Chi Lin, 17-21, 21-23 dalam waktu 37 menit di Impact Arena, Bangkok, Thailand, Minggu (31/01/2021).
Ketika ditanya soal penyebab kekalahan Ahsan/Hendra, Herry Iman Pierngadi, pelatih ganda putra menyebut The Daddies-julukan keduanya kalah tenaga.
"Kalau melihat permainan tadi sih memang Ahsan/Hendra kalah tenaga, tenaga tangannya," kata Herry IP melalui keterangan pers yang diterima Bola.com.
Bermain di usia yang tergolong tidak muda, menjadi tantangan tersendiri bagi Ahsan/Hendra. Ahsan tahun ini berusia 33 tahun, sedangkan Hendra 36 tahun, tentunya cukup sulit untuk melawan pemain-pemain yang perbedaan usianya mencapai 10 tahun.
Terutama dalam sisi fisik dan tenaga. Sehingga, untuk bisa mencapai final, merupakan pencapaian yang baik bagi sang juara World Tour Finals 2019 ini. "Memang buat Ahsan/Hendra, pencapaian ini di usia mereka ini sudah bisa sampai final, menurut saya sudah cukup baik di usia mereka di atas 30 tahun ini. Meski belum sempurna untuk menjadi juara," kata Herry.
"Pertama karena lapangannya juga kalah angin (faktor kekalahan Ahsan/Hendra). Harus diakui pemain Chinese Taipei ini selama tiga minggu penampilannya konsisten banget. Penampilan mereka di Thailand Open ini bagus banget. Baik dari fisik, tenaga, konsentrasi, dan fokusnya luar biasa menurut saya," lanjutnya.
Saksikan Video Pilihan Kami:
Sulit Terapkan Strategi
Herry pun menilai, strategi permainan Ahsan/Hendra sulit untuk diterapkan melawan Lee Yang/Wang Chi Lin. Sejak awal kualitas lawan memang lebih unggul. Mereka bermain sangat cepat dan keras.
"Kalau strategi sih sebenarnya tidak terlalu berpengaruh. Memang gim pertama itu kita tertekan terus, tidak bisa keluar. Memang kualitas drive-nya pemain Chinese Taipei ini sangat keras, sangat cepat," Herry menjelaskan.
"Jadi kita mau antisipasi atau mengubah cara main juga tidak bisa, karena mereka menyerang dan menekan terus menerus. Kita mau tahan atau rem juga mereka langsung menutup lagi. Ya itu tadi, tenaga tangannya kita kalah."
"Bolanya kalah cepat karena keras. Kalau kemarin lawan Korea Selatan kan hampir sama sebenarnya mainnya, meski tenaganya (Korea Selatan) kemarin agak turun sedikit. Kalau ini kan (Chinese Taipei) tenaganya masih konsisten. Tidak bisa diakalin sama sekali. Jadi memang yang utamanya adalah kalah di kecepatan dan tenaganya," tutupnya.