Bola.com, Makassar - Sebagai seorang penjaga gawang, Teja Paku Alam sudah melakoni awal kariernya dengan sangat baik. Ia pernah menimba ilmu di luar negeri bersama puluhan pemain muda Indonesia di SAD Uruguay. Sepulang dari sana, Teja Paku alam berkostum Sriwijaya FC U-21 dan meraih trofi juara ISL U-21 pada 2013.
Kesuksesan tersebut mengantarkan Teja Paku Alam ke level yang lebih tinggi. Ia dipromosikan ke skuat senior Laskar Song Kito jelang musim 2013/2014.
Namun, jalang yang dilalui Teja Paku alam di level senior terbilang terjal dan berliku. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di bangku cadangan. Situasi yang kerap membuatnya diejek oleh suporter Sriwijaya FC.
"Dari bangku cadangan, saya sering mendengar teriakan suporter yang mengejek saya hanya makan gaji buta di sriwijaya FC," kenang Teja Paku Alam dalam channel youtube Minangsatu.
Beruntung Teja Paku Alam memiliki mental yang kuat. Ia melakoni status sebagai kiper cadangan dengan sabar. Apalagi, pesaingnya di bawah mistar gawang Sriwijaya FC pada periode sulit itu adalah nama yang notabene kiper yang lebih senior, seperti Fauzi Toldo dan Dian Agus. Talenta Teja baru diperhitungkan ketika membawa tim Sumatra Selatan menembus semifinal PON 2016 di Jawa Barat.
Pelatih tim PON Sumsel kala itu, Ruddy Keltjes, merupakan sosok yang mempercayai kemampuan Teja. Pelatih senior yang satu ini memang banyak mengorbitkan pemain muda dan membantu Teja dengan menemui manajemen Sriwijaya FC sekaligus meminta agar Teja diberikan kesempatan untuk menjadi kiper utama.
"Opa Ruddy sampai bilang ke manajemen, 'potong telinga saya kalau Teja tampil tidak sesuai harapan'," ungkap Teja menirukan ucapan Ruddy Keltjes.
Berkat rekomendasi dari Ruddy Keltjes itu, Teja Paku Alam akhirnya mendapatkan tempat reguler sebagai starter di bawah mistar gawang Sriwijaya FC.
Video
Gagal Menolong Sriwijaya FC dan Semen Padang
Sebagai kiper utama, aksi Teja Paku Alam bersama Sriwijaya FC terbilang apik. Ia malah mendapat julukan sebagai 'kiper yang paling sibuk' berkat berbagai penyelamatan gemilangnya sekaligus mementahkan serangan lawan.
Namun, peruntungan Teja di level senior masih belum terbuka lebar. Meski tampil apik, ia gagal menolong Sriwijaya FC dari ancaman degradasi. Pada Liga 1 2018, Sriwijaya FC bertengger di peringkat 17 klasemen akhir. Laskar Wong Kito menerima nasib terdegradasi ke Liga 2 bersama Mitra Kukar dan PSMS Medan.
Meski gagal bersama Sriwijaya, pamor Teja tak redup. Tim kampung halamannya, Semen Padang, langsung menampungnya dengan nilai kontrak yang lebih besar dari Sriwijaya FC. Tapi, seperti di Sriwijaya, Teja kembali merasakan sakit bersama tim yang dibelanya harus terdegradasi.
Semen Padang harus turun ke Liga 2, setelah pada klasemen akhir Liga 1 2019 hanya menempati peringkat 17. Dua tim lainnya yang ikut terdegradasi adalah Perseru Badak Lampung dan Kalteng Putera.
Seperti sebelumnya, kilau Teja sebagai kiper bertalenta tetap terjaga. Jelang musim 2020, sejumlah klub Liga 1 mendekatinya, seperti PSM Makassar, Persita Tangerang, Persebaya Surabaya, dan Persib Bandung. Teja memilih Persib yang dinilai akan membuat kemampuan dan mentalnya kian berkembang.
"Sebelumnya, saya juga berkonsultasi dengan opa Ruddy. Beliau bilang, pilih klub yang bisa membuatmu nyaman," tutur Teja.
Sejatinya, Teja memulai kiprahnya di Persib dengan mendapatkan jatah dua kali tampil di Liga 1 2020. Namun, ia terpaksa menepi karena cedera pada jari tangannya. Setelah pulih, Teja dan Persib harus menerima kenyataan kompetisi musim 2020 terhenti karena pandemi COVID-19 hingga akhirnya dinyatakan batal oleh PSSI.
Baca Juga
Semangat Membara Bang Jay Idzes Menyambut Lanjutan R3 Kualifikasi Piala Dunia 2026 di Maret 2025!
Marselino Ferdinan dan 3 Pemain Diaspora Timnas Indonesia yang Main Kinclong saat Taklukkan Arab Saudi: Petarung Tangguh
Pelatih Bahrain Mulai Ketar-ketir Jelang Lawan Timnas Indonesia: Sangat Sulit, Mental Harus Disiapkan!