Bola.com, Jakarta - Kiprah Timnas Indonesia di ajang internasional selalu identik dengan pemain-pemain bintang yang ada di dalam skuat dan pelatih yang menangani tim tersebut. Padahal ada peran penting dari asisten pelatih yang turut membantu Tim Garuda bisa melangkah jauh dalam setiap turnamen yang dijalani.
Seorang pelatih hebat yang menangani sebuah tim sepak bola, pasti juga berawal sebagai asisten pelatih. Peran sang asisten arsitek tim ini pun tidak kalah penting dari sang pelatih kepala. Jika pelatih kepala selalu memikirkan taktik dan strategi berdasarkan ketersediaan pemain yang dimilikinya, asisten pelatih punya tugas yang lebih besar.
Tugas para asisten pelatih adalah memastikan bahwa para pemain di dalam tim memahami dan mengerti apa yang diinginkan oleh sang pelatih. Artinya, sang asisten jelas harus lebih memahami apa keinginan sang bos hingga bisa membantu para pemain untuk menerapkan taktik dan strategi dalam latihan maupun pertandingan.
Selain itu, biasanya seorang asisten pelatih justru memiliki koneksi yang lebih dekat dengan para pemain ketimbang pelatih kepala. Asisten pelatih memiliki tugas yang tak kalah penting untuk urusan yang satu ini.
Tak hanya harus memastikan para pemain tetap dalam koridor disiplin yang harus dijalani, tapi seorang asisten pelatih juga perlu menjaga mood para pemain yang mungkin berantakan akibat kejamnya sang pelatih kepala ketika memberikan program latihan yang keras.
Dalam perjalanan karier pelatih di Indonesia, terutama yang kini sudah pensiun sebagai pelatih dan berada di federasi, ataupun mereka yang menangani tim nasional kategori umur maupun klub, mereka pernah memegang peranan penting di dalam Timnas Indonesia sebagai seorang asisten pelatih.
Siapa saja asisten pelatih yang punya peran dalam perjalanan Timnas Indonesia di kancah internasional? Berikut ulasannya.
Video
Danurwindo
Danurwindo dikenal sebagai pelatih senior yang berperan dalam pembentukan filosofi sepak bola Indonesia, yang bukunya belum lama ini diluncurkan oleh PSSI sebagai pedoman untuk pengembangan sepak bola Indonesia sejak usia dini.
Ia juga dikenal sebagai pelatih yang menangani tim PSSI Primavera, sebuah tim yang melahirkan bintang-bintang Timnas Indonesia, seperti Kurniawan Dwi Yulianto, Bima Sakti, dan Kurnia Sandy.
Namun, sebelum itu Danurwindo juga pernah berperan penting menjadi asisten pelatih Timnas Indonesia. Tepatnya pada 1990 hingga 1992, ketika Tim Garuda ditangani oleh pelatih bertangan besi, Anatoli Polosin.
Pelatih asal Rusia itu dikenal sebagai pelatih yang tidak ragu 'menyiksa' pemain Timnas Indonesia dengan latihan fisik yang tidak ada ampun. Beberapa pemain kemudian menyerah dan mengundurkan diri dari Timnas Indonesia lantaran tidak kuat dengan program latihan yang diterapkannya.
Danurwindo adalah asisten pelatih yang mendampingi Anatoli Polosin kala itu. Ia merupakan saksi mata bagaimana pemain-pemain hebat Indonesia macam Peri Sandria, Rochi Putiray, Widodo C. Putro, dan Aji Santoso, harus mati-matian melewati latihan berat, bahkan sampai lari naik-turun gunung.
Namun, Danurwindo bersama Anatoli Polosin mempersembahkan hasil hingga kini tak bisa dilupakan, medali emas SEA Games 1991. Itu adalah medali emas terakhir Timnas Indonesia di SEA Games dan juga prestasi terakhir Timnas Indonesia senior di pentas internasional.
Wolfgang Pikal
Wolfgang Pikal dikenal sebagai asisten pelatih yang loyal bersama Alfred Riedl dalam tiga periode menjadi pelatih Timnas Indonesia. Pikal yang merupakan rekan senegara Riedl. Pikal datang ke Indonesia bukan sebagai pelatih sepak bola, melainkan membuka bisnis tekstil setelah gantung sepatu sebagai pemain sepak bola pada usia 22 tahun karena cedera.
Dalam situs resmi Piala AFF pada 2010, Pikal yang kala itu sudah menjadi asisten pelatih Timnas Indonesia di Piala AFF 2010, mengatakan sempat kembali menekuni kepelatihan dengan menangani sejumlah klub di Bali. Ia kemudian keliling Eropa menimba ilmu kepelatihan dan akhirnya pada 2008 bertemu dengan Riedl lewat seorang teman.
Alfred Riedl dan Wolfgang Pikal kemudian menghabiskan waktu untuk mempelajari teknik kepelatihan. Riedl pun menepati janjinya untuk menghubunginya ketika menjadi pelatih Timnas Indonesia pada 2010.
Sukses bersama Alfred Riedl membawa Timnas Indonesia sampai final Piala AFF 2010, Wolfgang Pikal kemudian seperti menjadi asisten tetap Riedl ketika kembali menangani Tim Garuda, yaitu di Piala AFF 2014 dan 2016.
Pikal memang memiliki kelebihan yang tidak dimiliki kebanyakan orang Austria, mungkin begitu pikir Riedl. Pikal begitu fasih berbahasa Indonesia karena sudah lama menetap di Bali dan berkeluarga di sini.
Wolfgang Pikal pun menjadi juru bicara Riedl, baik kepada pemain maupun kepada jurnalis yang meliput Timnas Indonesia. Ketika tengah memberikan latihan kepada skuat Garuda, Wolfgang Pikal yang punya kemampuan berbahasa Indonesia dan memiliki ilmu kepelatihan, dengan mudah menyampaikan apa yang menjadi keinginan Riedl kepada Boaz Solossa dkk.
Hasilnya dalam tiga edisi Piala AFF, Wolfgang Pikal turut seta membantu Timnas Indonesia mencapai final Piala AFF 2010 dan 2016.
Aji Santoso
Sebelum menangani klub-klub besar Indonesia seperti Persebaya Surabaya dan Arema FC, Aji Santoso pernah merasakan pengalaman menangani Timnas Indonesia U-23 dan Timnas Indonesia senior meski hanya sebagai caretaker. Aji Santoso memang sudah cukup lama berkecimpung bersama Timnas Indonesia, termasuk sebagai asisten pelatih.
Tepatnya pada medio 2011 hingga 2015, Aji Santoso selalu terlibat bersama Timnas Indonesia, baik senior maupun U-23. Berawal dari kiprahnya sebagai asisten pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2011, Aji Santoso kala itu mendampingi Rahmad Darmawan yang menjadi pelatih kepala.
Setelah Timnas Indonesia U-23 hanya meraih medali perak di SEA Games 2011 yang digelar di Jakarta, Rahmad Darmawan menyatakan mundur karena gagal. Aji Santoso pun ditunjuk menjadi penggantinya.
Namun, dalam perjalanannya kala itu, Aji Santoso sempat diminta untuk menjadi caretaker pelatih Timnas Indonesia senior yang ditinggal Wim Rijsbergen saat menjalani kualifikasi Piala Dunia 2014.
Pengalaman pahit pun sempat dialami Aji Santoso dalam perannya sebagai pelatih Timnas Indonesia senior. Tim Garuda dibantai 10 gol tanpa balas kala menghadapi Bahrain di Riffa, 29 Februari 2012. Posisi Aji di Tim Garuda senior pun kemudian digantikan oleh Nilmaizar.
Aji Santoso pun kembali ke Timnas Indonesia U-23. Jelang SEA Games 2013, PSSI kembali menunjuk RD menjadi pelatih kepala. Aji pun kembali ke posisinya sebagai asisten pelatih.
Terus bersama Tim Garuda Muda membuatnya cukup mengenal karakter tim dan membantu RD membawa timnya melangkah hingga ke final SEA Games 2013. Sayang, seperti halnya 2011, Timnas Indonesia U-23 kembali hanya meraih medali perak saat itu.
Aji Santoso akhirnya baru benar-benar menjadi pelatih kepala Timnas Indonesia U-23 pada SEA Games 2015, setelah kurang lebih dua tahun merasakan pasang surut menjadi asisten pelatih dan caretaker.
Bima Sakti
Mantan gelandang Timnas Indonesia yang juga pernah menimba ilmu di Italia bersama PSSI Primavera pada awal kariernya sebagai pemain sepak bola ini ditunjuk menjadi asisten pelatih Timnas Indonesia pada awal 2017. Bima Sakti ditunjuk PSSI mendampingi Luis Milla Aspas yang didaulat menangani Timnas Indonesia, termasuk U-22 yang tampil di SEA Games 2017 dan Asian Games 2018.
Seperti halnya Wolfgang Pikal ketika mendampingi Alfred Riedl, Bima Sakti juga punya tugas menjadi penyambuh lidah Luis Milla dan dua stafnya, Eduardo Perez dan Miguel Gandia, menyampaikan strategi dan taktik yang diinginkan kepada pemain.
Bedanya, para pemain Tim Garuda, yang kala itu didominasi pemain muda, memiliki kedekatan erat dengan Bima Sakti karena sang asisten pelatih pada tahun sebelumnya masih aktif bermain di Persiba Balikpapan. Namanya sebagai mantan pemain Timnas Indonesia pun membuat para pemain ingin banyak belajar darinya.
Tidak hanya menjadi penyalur komunikasi antara tim pelatih dan pemain, Bima Sakti kadang memberikan contoh yang diinginkan oleh Luis Milla dengan mempraktikkannya langsung. Bahkan tak jarang Bima Sakti turun langsung menjadi bagian dari tim sebagai pemain ketika harus memainkan small side games pada akhir sesi latihan.
Karakter Bima Sakti yang membaur dan memberikan contoh langsung membuat para pemain pun bisa langsung memahami keinginan sang pelatih. Bahkan kesuksesan Luis Milla membentuk tim yang memainkan permainan bola-bola pendek tak lepas dari peran Bima Sakti yang turut memberikan instruksi langsung.
Hasilnya, Timnas Indonesia U-22 melangkah hingga semifinal dan membawa pulang medali perunggu di SEA Games 2017. Selain itu, ia juga membantu Luis Milla mengantar Timnas Indonesia U-23 mencapai 16 besar sepak bola Asian Games 2018. Indonesia menjadi juara Grup di Asian Games 2018, tapi harus menyerah lewat adu penalti kala menghadapi Uni Emirat Arab di 16 besar.
Setelah itu, PSSI tidak memperpanjang kontrak Luis Milla. Padahal hanya beberapa bulan ke depan Timnas Indonesia senior harus tampil di Piala AFF 2018. Bima Sakti pun didaulat sebagai pengganti pelatih asal Spanyol itu tampil di kejuaraan sepak bola Asia Tenggara itu.
Namun, pengalaman selama dua tahun menjadi asisten pelatih Timnas Indonesia U-22 tampaknya terlalu cepat bagi Bima Sakti menjadi pelatih kepala di Timnas Indonesia senior. Hasilnya, Tim Garuda gagal di Piala AFF 2018. Bima Sakti dicopot dan kemudian mendapatkan tugas untuk menangani Timnas Indonesia U-16 sebagai pelatih kepala.
Baca Juga
Stadion Nasional Dipakai Konser, Timnas Singapura Terpaksa Geser ke Jalan Besar di Semifinal Piala AFF 2024: Kapasitas Hanya 6 Ribu Penonton
Gelandang Newcastle United Bantah Punya Darah Negeri Jiran, Minta Jangan Dihubungkan Lagi dengan Timnas Malaysia
Sydney Menyala! 3.250 Suporter Akan Dukung Timnas Indonesia Vs Australia di Kualifikasi Piala Dunia 2026 pada 20 Maret 2025