Bola.com, Makassar - Rambut gondrong dengan aksi eksplosif dari sisi kanan menjadi ciri khas yang melekat dalam diri Nurul Huda. Pria kelahiran Dusun Klagen, Sidoarjo, 31 Januari 1977, ini pantas masuk dalam jajaran bek sayap papan atas yang beredar di Liga Indonesia, meski tak pernah meraih trofi juara bersama klub yang dibelanya.
Bermain sebagai bek sayap kanan merupakan evolusi posisi yang dilakoni Nurul Huda sejak memperkuat Persema Malang pada musim 2005/2008. Sebelumnya, ia dikenal sebagai gelandang ketika memperkuat Persebaya Surabaya era Perserikatan, PSSI Primavera, tim sepak bola Jatim di PON 1996, Assyabaab Salim Grup, dan PSIS Semarang.
Posisi gelandang ini memang jadi favorit pemain muda di Klagen. Itulah mengapa Klagen dikenal sebagai gudang pemain berposisi gelandang yang kemudian mencuat di persepakbolaan Tanah Air seperti Uston Nawawi, Sutaji, Hariono, Lucky Wahyu, dan Rendi Irwan.
Berkat peran sebagai gelandang, Huda menjadi pemain Persebaya dengan usianya masih sangat muda. Ia tergabung di skuat Bajul Ijo pada era Perserikatan musim 1993/1994.
"Saat itu, saya bermain di Persebaya junior dan senior. Jadi uang saku mingguan saya dobel sehingga kerap diledek sebagai pemain muda yang banyak duit," kenang Huda dalam channel Youtube, Omah Balbalan.
Huda menyimpan kenangan berkesan saat berkostum Persebaya pada periode itu. Pasalnya, Nurul yang masih belasan tahun tergabung satu tim dengan Muzakki, guru SMA-nya dan Maura Hally, pelatih SSBnya. "Jadinya unik juga. Seiring dengan berjalannya waktu, saya malah menggantikan peran Muzakki di Persebaya," ungkap Huda.
Berkat aksinya bersama Persebaya, nama Huda masuk dalam pantauan PSSI yang sedang mempersiapkan tim usia muda yang akan berlatih di Italia yang dikenal dengan program Primavera. Tapi, Huda tak jadi ikut pada gelombang pertama ke Italia karena Persebaya tidak melepasnya.
"Baru setelah memperkuat timnas U-19 di Piala Asia saya bergabung dengan teman-teman di Italia," kenang Nurul Huda.
Video
Bawa Jatim Meraih Emas PON 1996
Sepulang berguru dari Italia, Nurul Huda sejatinya ingin kembali memperkuat Persebaya. Tapi, saat itu, ia masih bergulat dengan cedera lutut dan butuh waktu untuk memulihkannya. Pada momen itu, legenda Niac Mitra, Joko Malis, bersama pengurus Mitra Untag datang menyodorkan kontrak.
"Saya memang menandatangani kontraknya, tapi uangnya tidak saya ambil karena masih cedera," ungkap Huda.
Setelah pulih, Huda mengembalikan sentuhan dengan mengikuti turnamen sepak bola antarkampung dan terpilih sebagai pemain terbaik. Dari turnamen itu, manajer tim sepakbola Jawa Timur di PON 1996, H. Santo, memasukkan namanya dalam skuad tim.
Tim Jatim yang bermaterikan mayoritas pemain yang beraksi di Liga Indonesia seperti Eri Irianto, Reinold Pieters, Agus Winarno, Hendro Kartiko, Bejo Sugiantiro, Chairil Anwar, dan Anang Ma'ruf meraih medali emas setelah di final mengalahkan Irian Jaya (Papua) dengan skor 2-1.
Sepulang dari PON 1996, manajemen Persebaya ingin memakai jasa Huda di Liga Indonesia. Tapi, tidak jadi karena mereka enggan berpolemik dengan Mitra. Alhasil, Huda akhirnya bergabung dengan Assyabaab Salim Grup yang mengeluarkan dana Rp20 juta untuk membeli Huda dari Mitra.
Selepas dari Assyabaab, Huda kemudian berturut-turut berkostum Persikabo Bogor, PSIM Yogyakarta, Pelita Jaya, PSIS Semarang, Persema Malang, Persijap Jepara dan Persida Sidoarjo. Bersama klub klub terakhir inilah, Huda kemudian memutuskan gantung sepatu pada 2014. Setelah itu, ia beralih profesi sebagai pelatih. Terakhir, ia menangani Bhayangkara U-18 pada musim 2020.
Baca Juga