Bola.com, Semarang - PSIS Semarang pernah mencatatkan prestasi mengesankan di sepak bola nasional pada tahun 1999. Tim berjulukan Mahesa Jenar merengkuh gelar juara untuk pertama kalinya di era Ligina.
Tepatnya pada 9 April 1999 atau 21 tahun silam, publik sepak bola Semarang berpesta menyambut PSIS Semarang tampil sebagai juara Liga Indonesia (Ligina). PSIS menang tipis 1-0 atas Persebaya Surabaya dalam partai final di Stadion Klabat, Manado.
Laskar Mahesa Jenar harus menunggu waktu pertandingan hingga menit ke-89, untuk dapat mengatasi perlawanan Persebaya. Selain itu, partai final yang cukup aneh, mengingat harus digelar di tempat yang netral, hingga ke ujung Utara Sulawesi.
Situasi di Ibukota Jakarta imbas dari krisis politik kala itu tidak memungkinkan untuk menggelar partai final, kemudian pada laga semifinal, sebelas suporter PSIS meregang nyawa akibat kecelakaan kereta api. Sebuah perjuangan publik sepak bola Semarang yang begitu besar di tahun itu.
Hingga akhirnya trofi juara Liga Indonesia terakhir kalinya digapai PSIS, meski harus dibayar dengan sangat mahal karena meninggalnya pendukung mereka. Piala yang diraih di tahun 1999 menjadi koleksi gelar terbaik PSIS, setelah sebelumnya menjuarai kompetisi Perserikatan pada 1987.
Kenangan yang cukup menarik adalah ketika baik tim finalis yakni PSIS maupun Persebaya Surabaya, sama-sama menumpang pesawat Hercules untuk bertanding ke Manado. Seluruh pemain, pelatih, dan perangkat pertandingan dalam rombongan satu pesawat, begitu juga ketika kembali ke Pulau Jawa.
Video
Kenangan Ali Sunan
Satu di antara pemain yang ikut merasakan pengalaman tersebut adalah Ali Sunan. Gelandang flamboyan yang dimiliki PSIS, turut memiliki andil membawa timnya juara. Bahkan dirinya dinobatkan sebagai pemain terbaik Ligina di tahun tersebut.
Ali Sunan mencertiakan kondisi seluruh pemain di timnya maupun tim lawan yaitu Persebaya di dalam pesawat. Ia menepis anggapan yang menyebutkan skuad PSIS gugup di dalam penerbangan sebelum pertandingan.
Tak lepas dari calon lawannya yang dihuni banyak pemain bintang, ditambah PSIS berada di bawah Persebaya saat fase grup dan babak 10 besar. Menurut Ali Sunan, justru dirinya dan rekan-rekannya yang lain dalam kondisi tanpa beban dan penuh dengan ekspresi santai.
"Kita semua satu pesawat dengan pemain Persebaya, dan justru kami tidak ada beban, banyak bercandanya karena target PSIS memang tidak sampai final sebenarnya. Tapi ada motivasi tinggi, sebelumnya juga sudah yakin bisa mengatasi," terang Ali Sunan dalam kanal YouTube Omah Balbalan.
"Tidak ada pemain yang saling meledek khusunya saat pulangnya dari Manado, ya karena saling pengertian. Saling memberi motivasi antar pemain," kenang pemain asal Tuban, Jawa Timur.
Sulit Terlupakan
Ali Sunan menambahkan bakal sulit melupakan PSIS yang pernah ia bela dan sangat berkesan. Gelar juara di tahun 1999 membuat kiprahnya semakin lengkap. Karena selain mendapat predikat sebagai pemain terbaik, ia pun berkesempatan tampil di level Timnas Indonesia.
Namun hal yang paling sulit ia lupakan adalah sambutan yang begitu meriah dari publik PSIS, saat dirinya bersama satu tim pulang dari Manado dengan memawa trofi juara. Semarang seperti disulap menjadi lautan manusia terutama pendukung setia PSIS yang mengelu-elukan tim kebanggaan membawa pulang piala.
"Sulit saya lupakan adalah penyambutan publik sepak bola PSIS saat kita tiba. Untuk itu saya ucapkan beribu terimakasih kepada seluruh masyarakat Semarang. Kami juga tidak memikirkan bonus, meski ada yang memberi," jelas mantan pemain Persija Jakarta tersebut.
Sumber: YouTube/Omah Balbalan