Cerita Subangkit, Arek Pasuruan yang Membawa Persebaya Juara pada Era Perserikatan

oleh Abdi Satria diperbarui 03 Mar 2021, 06:45 WIB
Ilustrasi - Subangkit (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Makassar - Sosok Subangkit populer sebagai pelatih yang pernah menangani berbagai klub dari level bawah sampai kasta tertinggi kompetisi sepak bola Tanah Air. Pria kelahiran Pasuruan, 29 November 1960, itu pernah menangani Persekabpas Pasuruan, Persiku Kudus, Persema Malang, Persela Lamongan, Persebaya Surabaya, Persiwa Wamena, Sriwijaya FC, dan Mitra Kukar.

Pencapaian terbaiknya sebagai pelatih di level klub adalah membawa Persekabpas menembus semifinal Liga Indonesia 2006.

Advertisement

Subangkit juga pernah menjadi bagian staf pelatih Timnas Indonesia, mulai dari level junior hingga senior. Prestasi terbaiknya adalah membawa Timnas Indonesia U-20 meraih juara di Piala Hasanal Bolkiah di Brunei Darussalam pada 2002.

Ketika itu, ia menjadi pendamping Bambang Nurdiansyah menangani skuat muda Timnas Indonesia pada saat itu, di antaranya Hamka Hamzah, Samsidar, Syamsul Chaeruddin, Erick Setiawan, dan Agus Indra.

Pencapaian tersebut membuat Subangkit lebih dikenal oleh komunitas sepak bola Indonesia sebagai pelatih berpengalaman di pentas Liga Indonesia. Apalagi ia juga mendirikan sekolah sepak bola yang berlokasi di Sidoarjo dengan memakai namanya sebagai brand. Padahal, kalau ditarik ke belakang, kiprah Subangkit sebagai pemain terbilang lumayan.

Dalam channel Youtube, Subangkit menceritakan awal kariernya di sepak bola dengan bergabung bersama tim kota kelahirannya, Persekap Pasuruan. Pada usia yang belum genap 19 tahun, ia merantau ke Surabaya untuk berlatih di tim amatir, Assyabaab.

"Tapi, saya tidak lama di Assyabaab setelah menerima tawaran dari klub Galatama asal Lampung, Jaka Utama," kenang Subangkit dalam channel Youtube Pinggir Lapangan.

Video

2 dari 2 halaman

Tampil di Piala Dunia U-20 1979

Indonesia vs Argentina di Piala Dunia U-20 1979. (diegomaradona.com)

Keputusan Subangkit ke Jaka Utama jadi pembuka peruntungannya di dunia sepak bola. Berkat aksinya bersama Jaka Utama, namanya masuk dalam skuat Timnas Indonesia U-20 yang berlaga di Piala Dunia U-20 pada 1979 di Tokyo, Jepang.

Dalam ajang itu, Timnas Indonesia U-20 satu grup dengan Argentina yang diperkuat Diego Maradona, serta Polandia dan Yugoslavia. Kiprah Timnas Indonesia U-20 sangat minor. Dari tiga partai, Subangkit dkk. selalu kalah telak dengan total kebobolan 16 gol tanpa mencetak satu gol pun.

Sepulang dari Jepang, nama Subangkit masuk dalam daftar skuat timnas junior yang berguru di Brasil dengan nama PSSI Binatama pada Oktober 1979 sampai Mei 1990. Selama di Brasil, tim ditangani oleh Joao Barbatana dan Sutjipto Suntoro.

Sepulang dari negeri Samba, Subangkit mengikuti pelatnas jangka panjang Timnas Indonesia untuk mengikuti sejumlah turnamen internasional sampai 1984. Pada periode ini, Subangkit sempat memperkuat tim sepak bola Lampung yang berhasil meraih medali emas PON 1981.

Selepas dari tim nasional, Subangkit kembali ke Surabaya dan bergabung dengan Niac Mitra pada 1984. Sayang, kiprahnya bersama Niac Mitra terbilang singkat. Ia mengalami cedera tulang kaki yang parah ketika Niac Mitra dijamu Makassar Utama pada laga Galatama di Stadion Mattoanging.

"Saya harus istirahat total selama setahun untuk memulihkan cedera itu," kata Subangkit.

Setelah pulih, Subangkit bergabung di Suryanaga, klub amatir yang berkiprah di kompetisi intenal Surabaya. Dari Suryanaga, namanya masuk dalam skuat Persebaya pada kompetisi Perserikatan 1987/1989 dan langsung meraih trofi juara. Dalam laga final, Bajul Ijo mengalahkan Persija Jakarta 3-2 di Stadion Utama Senayan (GBK), Jakarta, 27 Maret 1988.

Musim berikutnya, bersama Subangkit, Persebaya kembali melenggang ke final. Sayang, Bajul Ijo gagal mempertahankan trofi juara setelah ditekuk Persib Bandung 0-2 pada laga final di tempat sama pada 11 Maret 1990. Sialnya, satu dari dua gol Persib lahir karena gol bunuh diri yang dilakukan Subangkit pada menit awal.

"Ada miskomunikasi antara saya dengan Putu Yasa (kiper Persebaya)," ungkap Subangkit.

Pada musim 1991/1992, Subangkit tetap jadi pilar penting Persebaya dan berhasil menembus babak semifinal. Namun, langkah Persebaya dihentikan oleh PSMS Medan dengan skor 2-4 melalui babak tambahan waktu. Setelah musim itu, Subangkit memutuskan gantung sepatu dan meneruskan kariernya di sepak bola dengan menjadi pelatih.

Berita Terkait