Bola.com, Makassar - Pentas kompetisi Perserikatan Indonesia pernah diwarnai persaingan sengit antara PSMS Medan dan Persib Bandung pada era 1980-an. Pada periode itu kedua tim ini dua musim secara beruntun berduel di laga final pada 1983 dan 1985. Dua laga itu dimenangkan tim Ayam Kinantan lewat proses sama, yakni adu penalti.
Tidak hanya drama adu penalti yang tersaji. Duel PSMS Medan dan Persib Bandung selalu menghadirkan jumlah penonton yang besar, khususnya pada 1985.
Saat itu, tercatat 150 ribu penonton yang menyaksikan secara langsung laga puncak yang digelar di Stadion Utama Senayan (Gelora Bung Karno), 23 Februari 1985. Jumlah ini menjadi rekor dunia jumlah penonton terbanyak sebuah laga tim amatir.
Menariknya, meski penonton meluber sampai sentelban (lintasan lari) stadion, tak ada kerusuhan terjadi meski kedua tim sama-sama tampil trengginas di dalam lapangan. Setelah pertandingan, ratusan ribu pendukung kedua tim pulang dengan tertib ke rumah atau tempat asal masing-masing.
"Atmosfer pertandingan saat itu sangat luar biasa. Saking padatnya penonton, kami harus mendapat pengawalan ketat saat memasuki lapangan," kenang Sunardi A, bek legendaris PSMS dalam channel youtube Lae Tape.
Menurut Sunardi, sehari sebelum pertandingan, ia bersama rekan-rekannya sudah mendengar kabar bahwa puluhan ribu suporter Persib sudah berdatangan ke Stadion Utama Senayan. Pada laga ini, Persib yang bermaterikan pemain papan atas Perserikatan seperti Ajat Sudrajat dan Robby Darwis memang lebih dijagokan meraih trofi juara.
Tapi, berada dalam posisi underdog justru membuat motivasi dan semangat pemain tim Ayam Kinantan makin bergelora untuk bisa mempertahankan trofi juara yang diraih pada musim sebelumnya.
"Saat itu, kami semua bersepakat untuk berjuang bersama dan terus berlari tanpa henti untuk mengimbangi keunggulan teknik Persib," papar Sunardi.
Modal semangat dan strategi serangan balik yang cepat membuat tim asuhan Parlin Siagian justru unggul lebih dulu pada babak pertama lewat dua gol yang diborong M. Sidik. Persib kemudian menyamakan kedudukan berkat aksi Iwan Sunarya dan Ajat.
Setelah kedudukan tetap imbang 2-2 meski sudah melewati babak tambahan waktu, kedua tim berebut trofi juara via drama adu penalti. Layaknya adu penalti, kekuatan mental lebih berbicara daripada teknik. PSMS Medan akhirnya unggul 2-1 dalam duel itu. Trofi juara yang diraih pada 1983 akhirnya bisa dipertahankan dan dibawa pulang kembali ke Medan.
Video
Borong Oleh-oleh di Pasar Senen
Keberhasilan mempertahankan trofi juara yang kembali diraih secara dramatis menghadirkan euforia yang luar biasa buat PSMS Medan dan pendukungnya. Sunardi pun menceritakan pengalaman uniknya setelah pertandingan. Keesokan harinya, seluruh pemain 'diculik' oleh suporter PSMS dari penginapan menuju ke Pasar Senen. Setiap pemain diberi masing-masing satu koper kosong.
"Di Pasar Senen kan banyak pedagang asal Sumatra, khususnya perantau dari Medan. Mereka 'memaksa' kami mengambil barang dagangan mereka secara gratis," ungkap Sunardi.
Saat itu, PSMS memang dianggap sebagai representasi dan kebanggaan Sumatera.
Setiba di Medan, pesta kemenangan berlanjut. Letak Bandara Polonia yang tak jauh dari pusat kota dipadati warga Medan yang kemudian mengarak tim kesayangannya.
"Momen saat itu itu sangat luar biasa. Kami dan warga Medan larut dalam pesta kemenangan," terang Sunardi.
Musim 1985 juga jadi tahun istimewa buat sepak bola Sumatra Utara (Sumut). Pada tahun yang sama, tim sepak bola Sumut meraih medali emas cabang sepak bola PON 1985 di Jakarta. Dalam partai final, tim Sumut yang didominasi pemain PSMS mengalahkan Irian Jaya (Papua).