Bola.com, Purwokerto - Suasana heboh itu terjadi sepekan lalu, meski entah hari apa, saya tak terlalu ingat. Namun yang pasti, waktunya sore, dan mendapat anugerah istimewa : hujan, angin dan petir.
Namun, nuansa yang biasanya membuat orang takut tersebut, malah tak memberi efek apapun. Bagi saya, semua efek menyeramkan itu sirna ketika kedatangan seorang teman, yang menurutku sangat mendadak serta tak biasanya berada di beranda teras.
Tak basah kuyup, maklum dia adalah 'seseorang' di wilayahku. Kendaraan roda empat beratap rapat, yang didudukinya sejak dari rumah, memberi kepastian sang tuannya tak akan basah kuyup.
Tapi, uniknya, meski baju dan seluruh yang disandangnya tak lepek karena air, justru di situlah penanda kalau dia 'basah kuyup. Yup, tanpa babibu lagi, ratusan atau bahkan ribuan kata terus menyerocos, keluar dari sela dua katup mulutnya.
Teman: Memang benar-benar ramai ya Indonesia ini. Semuanya jadi serba heboh. Politik ramai, mulai dari partai baru, sindiran terhadap aksi aparat pemerintah, gosip upaya kudeta partai, aksi viral ragam warganet +62, artis-artis banyak yang pansos.... (Sebelum dia lebih ceriwis, sengaja saya potong)
Saya: Sudah-sudah (sembari saya memersilakan dia duduk). Namanya juga aneka rasa hidup, kita lihat dan nikmati saja tho, gitu aja kok repot.
Teman: Enggak bisa gitu dong....(lagi-lagi saya stop dia)
Saya : Sudahlah, semua itu ada masanya. Kalo mau ngobrol yang heboh-heboh, pilih satu saja, kalo saranku yang dramatis tapi menyenangkan saja-lah, biar suasana hangat
Teman: (Nafasnya sudah mulai teratur, dan setelah menyeruput teh serta mengambil sepotong pisang goreng yang masih ngeput asapnya). Iya ya, mending yang senang-senang saja, biar happy, sama kalo aku ngliat wajah Glenca Chysara.
- FYI: Glenca Chysara adalah aktris Indonesia yang menjadi favorit temanku itu. Kalo kalian penasaran, searching aja, bisa jadi bakal kesengsem berat kayak sobatku ini.
Saya: Nah gitu dong, kayak ini nih (sambil ngomong, saya menunjukkan artikel Bola.com tentang perhelatan Piala Menpora 2021)
Teman: (Wajahnya semringah, tapi mulutnya langsung nyerocos. Maklum, temenku itu penggila berat sepak bola lokal, dan sedang merintis jadi manajer tim lokal yang akan berlaga di Liga Nusantara) Wah, iya nih, sudah sekian lama tak ada kompetisi, membuat semuanya macet. Pikiran macet, rejeki macet, dan yang pasti kesenangan yang memacu adrenalin mendadak tak ada. Wah, pasti enak nih, terutama buat fans, meski gak datang ke stadion, bisa nonton di layar kaca televisi maupun hape....
Sekelumit dialog tersebut menjadi penyingkat dari obrolan berikutny : sepak bola. Yup, sepak bola selalu punya cerita bagi siapapun, baik yang senang, sekadar melihat di berita atau benar-benar football-holic. Maklum, bicara tentang sepak bola bisa menjadi pintu bagi arah pembicaraan lain.
Namun, pada sisi lain, sepak bola juga bisa menjadi penunjuk arah ke gerbang unifikasi sebuah situasi yang terkadnag tak sesuai di hati. Artinya, sepak bola tak mengenal umur dan batasan apapun, sama jika kita ada di India dengan kriket-nya atau Afrika Selatan dengan rugby-nya.
Namun, pada satu titik tertentu, ketika berbicara sepak bola, ada hal yang menjadi pemantik titik lain. Tak jarang, hal itu menjadi perdebatan menarik. Nah, itu juga yang terjadi ketika saya dan teman sedang mengupas magnet apa yang sebenarnya terjadi di area sepak bola Indonesia.
Teman: Kalau sekarang, sanggup nggak ya sepak bola Indonesia menggusur Ikatan Cinta
Saya: Hmmmmm.....
Video Piala Menpora
Emak-emak Syukuran
Pertanyaan yang sederhana, tapi tak serta mendapatkan jawaban yang pas. Yup, pas alias tepat, harus ada di jawaban ini jika tak ingin kehebohan akan berlanjut. Sebenarnya, saya pun tak ingin berpikir keras, tapi apa daya, brand sinetron tersebut memang sedang menggema.
Jika kalian belum tahu tentang Ikatan Cinta, ada baiknya melongok sejenak kalibrasi yang sedang terjadi di sekitar Anda sekarang. Lihat saja, dari sisi demografi, judul tersebut telah memberi banyak warna sejak berputar pada medio Oktober 2020.
Kehadiran produk sinematografi elektronik ini di saat pandemi virus corona penyebab COVID-19, seolah sanggup memberi hiburan yang tepat sasaran. Bagaimana tidak, judul ini sanggup menembus rating teratas pada episode ke-5. Sepanjang November - Desember 2020, rating di atas 9 dan angka audience share di atas 35, bukan hal sulit bagi Ikatan Cinta.
Kisah sederhana dengan polemik dramatis menjadi magnet tinggi. Padahal, jalan cerita tak lepas dari empat karakter. Duet utama adalah si cantik Amanda Manopo dan Arya Saloka, plus dihiasi dengan keberadaan Evan Sanders serta Glenca Chysara. (Anda pasti tahu, nama terakhir menjadi alasan kenapa temenku menyebut Ikatan Cinta, di tengah pembicaraan tentang sepak bola).
Saya pun terngiang dengan beberapa peristiwa yang berlatar kehebohan berkat akting Amanda Manopo dkk. Temen saya, seorang kepala desa di sebuah kawasan di Banyumas, Jawa Tengah, harus 'menderita'. Bagaimana tidak, hanya gara-gara listrik, dia harus berurusan dengan warganya, baik secara fisik ataupun di media sosial.
Begitu juga dengan otoritas negara pengelola listrik, PLN, yang mendapat 'ancaman' agar tak melaksanakan pemadaman bergilir ketika sinetron tersebut tayang. Ketika sang kades cerita, saya tersenyum tanpa beban. Inilah arti heboh, gumamku.
Tambahan lain, tentu saja ketika tersebar masif sekelompok emak-emak melakukan syukuran setelah Andin dan Aldebaran akur.
Andini Kharisma Putri: "Mencintaimu seperti malam, dipenuhi oleh diam, aku tidak mau menjadi bintang, karena aku tidak mau menjadi satu di antara seribu,"
(quote : dialog Ikatan Cinta)
Psywar Tak Tergantikan
Kehebohan aksi Amanda Manopo, yang kali pertama mencuat melalui sinetron pendek 'Hidayah' dan 'Putri Bidadari', Arya Saloka, Glenca Chysara, dkk. memberi gambaran tentang sebuah kerinduan.
Rindu, sebagai kata yang berarti sangat ingin dan berharap terhadap sesuatu, menjadi hal yang secara abstrak berstatus paling popular dalam setahun terakhir. Yup, banyak orang rindu berkumpul, rindu bergosip ria di sebuah kafe, rindu berplesiran, rindu sekolah dan 'rindu-rindu' lain yang berkaitan dengan hasrat.
Satu kata tersebut juga menjalar bagi kalian para penggemar berat sepak bola. Kerinduan tak sekadar atmosfer di stadion, namun yang pasti adalah aksi para seniman di lapangan. Selain itu, percakapan panas alias psywar juga menjadi hal yang tak bisa tergantikan dengan agenda apapun. Tentu saja, kalau bisa hal ini berkaitan dengan pergumulan ide-ide cerdas yang kontruktis ya,bukan malah menimbulkan hal serta asumsi destruktif.
Berbagai titik terang sempat muncul dalam setahun terakhir. Bahkan, kompetisi sepak bola kasta tertinggi di negeri ini, Liga 1, sempat bergulir. Meski hanya hitungan hari, kala itu spirit yang ada sempat membuncahkan energi positif, setidaknya bisa menghapus segala kerinduan. Sayang, situasi memburuk, dan operator liga harus menghentikan sementara, bahkan 'menghilangkan' Liga 1 akibat pandemi.
Setelah itu, ragam isu berseliweran menghiasi jagad informasi dunia maya terkait masa depan kompetisi sepak bola di Tanah Air. Beruntung bagi kalian yang berstatus fans sebuah klub di kawasan Eropa, masih bisa menyaksikan aksi deretan bintang via layar kaca.
Pun ketika menonton, terutama saya, terpikir tanya dalam otak kapan terealisasi rencana menggelar pertandingan sepak bola resmi. Tak peduli apa namanya, apakah turnamen atau kompetisi, satu yang pasti adalah suasana kompetitif bisa menjaga sekaligus menaikkan mood kala pandemi.
Pro dan kontra memang selalu menjadi sebuah buah bibir di kala rindu. Ada yang berpikir serba salah, tapi banyak juga yang memberi sokongan dengan idel brilian nan realistis.
Semua opsi tersebut bakal memberi kekuatan terhadap diksi 'rindu'. Maklum, jikalau rindu, biasanya kalau sudah bertemu akan mencapai klimaks atau orgasme. Begitu juga dengan suasana hati yang sedang mengharapkan adanya turnamen atau kompetisi sepak bola.
Ups...kok pakai pilihan kat orgasme. Memang, sekadar informasi, kalau di Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah orgasme selalu merujuk pada kepuasan seksial setelah melakukan senggama. Tapi, maksud saya tentu saja bukan seperti itu.
Orgasme di sini adalah sebuah ekspresi setelah sekian lama menunggu sebuah laga sepak bola nan kompetitif di pentas nasional. Artinya, tak ada arti lain dari penggunaan orgasme tersebut, selain penggambaran sebuah kepuasan ketika akhirnya hadir pertarungan sebelas lawan sebelas di lapangan sepak bola. Kalo piktor?, itu urusan kalian ya, hehehe...
Kembali ke urusan metafora penggunaan orgasme dengan kondisi sepak bola sekarang. Kabar gembira untuk menuntaskan rindu itu akhirnya datang juga. Bak berhasil bersua kekasih atau orang tercinta setelah terpisah bertahun-tahun, keberadaan turnamen Piala Menpora 2021 adalah sebuah medium.
Sebenarnya, sudah ada pemancing awal yang memberi setetes air penjawab dahaga penggemar sepak bola nasional. Yup, dua pertarungan Timnas Indonesia U-23 kontra Bali United dan Tira Persikabo, menjadi peluncur awal nan manis.
Setelah itu, gong besar itu datang : Piala Menpora 2021!. Kehadiran Piala Menpora 2021 jelas bukan tanpa polemik. Pro dan kontra sudah beterbaran sepanjang proses pembuatan ide sampai penetapan teknis pelaksanaan turnamen.
Satu di antara isu utama adalah kondisi 'perang' yang sedang dihadapi Indonesia ; pandemi virus corona. Oleh karena itu, kritik sekaligus usulan telontar dari berbagai pihak. Namun, mayoritas sepakat dengan satu hal, yakni protokol kesehatan.
Beruntung, protokol kesehatan seolah sudah menyatu dengan kulit kehidupan masyarakat di Indonesia. Sejak digaungkan pada medio akhir tahun 2020, opsi protokol kesehatan tak lagi menjadi penghambat.
Walhasil, gelaran Piala Menpora 2021 menjadi pengejawantahan hasrat tinggi menonton sepak bola nasional, plus realisasi terhadap gambaran pengaplikasian prokes secara ketat.
Hal itu bisa tercermin dari batasan alias koridor ketat yang sudah diterapkan panitia penyelenggara. Selain tak ada penonton, seluruh pihak yang bersentuhan langsung dengan stadion, juga wajib berurusan secara ketat dengan prokes.
SOP yang Ketat
Sekadar informasi, seluruh teman jurnalis yang datang ke stadion wajib melakukan Swab dengan metode PCR. Bahkan, hal ini sampai ke ruang studio yang berisi komentator, presenter dan kru broadcaster resmi.
Segala persiapan ketat dengan model prokes khusus menjadikan Piala Menpora 2021 sebagai pintu gerbang yang sangat cocok. Artinya, tak sekada tepat untuk melanjutkan ke yang lebih tinggi yakni pelaksanaan Liga 1 musim 2021, tapi juga bisa menjadi contoh bagi penyelenggaraan event lain.
Kabupaten Malang, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sleman dan Kota Solo akan menjadi pusat atensi para penggila sepak bola nasional. Fans bisa menggumpalkan kerinduan, lalu melepas bebas semua itu ketik melihat aksi tim kesayangan, meski tetap dari rumah saja.
Dari Malang, Bandung, Slema dan Solo pula, saban hari akan menjadi modal besar bagi penikmat sepak bola lokal. Poin tersebut merujuk pada ajang obrolan keluarga, diskusi sesama teman sampai saling berkomentar di media sosial. Kini, tak hanya Ikatan Cinta yang ada, namun sepak bola juga punya cerita penuh drama yang melegenda serta mengubek-ubek rasa.
Bagi kalian yang belum tahu, jangan khawatir. Dari Manahan Solo, nama Arema FC, PSIS Semarang, Tira Persikabo dan Barito Putera akan memberi sajian istimewa. Begitu juga dari Malang, tim Persija Jakarta, Bhayangkara Solo FC, Borneo FC dan PSM Makassar siap menggelegar.
Bergerak ke Bandung, keberadaan Persebaya Surabaya, Persik Kediri, Persela Lamongan, PSS Sleman dan Madura United akan membuat pikiran kalian tak sempit. Terakhir, para peserta di Sleman, seperti Persib Bandung, Persiraja Banda Aceh, Bali United dan Persita Tangerang, sudah siap membuat kalian bakal semakin tegang.
So, nikmati saja perhelatan istimewa ini. Setidaknya, rindu saya dan kalian akan hilang, berubah menjadi hasrat tinggi penikmati sepak bola Tanah Air. Artinya, ikatan cinta itu kini menyatu kembali setelah sempat terpisahkan pandemi.
Tabik!
Baca Juga
5 Wonderkid yang Mungkin Jadi Rebutan Klub-Klub Eropa pada Bursa Transfer Januari 2025, Termasuk Marselino Ferdinan?
Bintang-Bintang Lokal Timnas Indonesia yang Akan Turun di Piala AFF 2024: Modal Pengalaman di Kualifikasi Piala Dunia
Mengulas Sosok Pemain yang Paling Layak Jadi Kapten Timnas Indonesia: Jay Idzes Ada Tandingan?