Bola.com, Jakarta - Pandemi virus corona benar-benar berpengaruh besar pada kehidupan kita. Semua sisi keseharian kita berubah 180 derajat.
Kita tidak bisa asyik kelayapan, karena momok virus mematikan menghantui setiap saat dan kapan pun. Mau ngemall enggak bisa, mau liburan dengan keluarga kudu hati-hati, hang-out dengan sahabat ngeri-ngeri sedap. Pokoknya serba tidak enak. Jiwa bersosialisasi manusia dibatasi dengan ancaman kematian COVID-19.
Berbagai sendi kehidupan terkena dampak dari pembatasan aktivitas tersebut. Banyak pusat perbelanjaan lesu darah karena minimnya jumlah pengunjung, perusahaan mengalami krisis pemasukan hingga merumahkan karyawannya dan banyak hal lainnya yang bikin hati nelangsa.
Momen paling menyedihkan di masa pandemi ini ketika kita tiap hari harus mendengar cerita-cerita sedih sahabat, keluarga, teman kehilangan orang tercinta atau meninggal dunia karena virus mematikan ini. Tahun 2020 jadi masa yang suram buat semua.
Pelaku olahraga termasuk salah satu elemen yang dibuat menderita dengan pandemi corona. Aktivitas olahraga berhenti total sejak Maret 2020. Dunia mendadak sunyi tanpa pertandingan sepak bola, balapan MotoGP, turnamen bulutangkis serta tenis, dan banyak olahraga lainnya.
Negara-negara Eropa melakukan lockdown untuk membatasi ruang penyebaran virus corona. Sebagai konsekuensinya aktivitas di luar rumah yang berpotensi melibatkan banyak orang dilarang total.
Beruntung manusia adaptif, setelah dua bulan puasa event, perlahan dunia olahraga bangkit. Di Eropa, simbol kembali hidupnya dunia sepak bola ditandai digelarnya Bundesliga Jerman, kemudian diikuti kompetisi populer macam Premier League dan Serie A Italia.
Walau kembali menggeliat, ada hal-hal baru yang tersaji di tengah pandemi. Pertandingan-pertandingan sepak bola digelar tanpa menghadirkan penonton untuk menghindari potensi penyebaran virus corona. Protokoler ketat dibuat pihak penyelenggara kompetisi untuk membatasi interaksi antartim yang bertanding.
Mulai dari kewajiban melakukan tes swab secara berkala buat pemain dan ofisial klub, hingga kewajiban pemain menggunakan masker di area pertandingan, dan duduk berjauhan satu sama lain. Semuanya menjalani kenormalan baru yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Buat klub ketiadaan suporter sebuah pukulan telak. Massa suporter merupakan aset berharga mereka untuk menggaet sponsor kakap. Pemasukan klub lewat penjualan tiket terusan sirna dalam sekejap.
Klub elite Spanyol, Barcelona dikabarkan merugi hingga Rp2,4 triliun akibat penangguhan kompetisi La Liga di masa pandemi virus corona.
Pandemi telah membuat sepak bola dunia, termasuk Liga Spanyol, berhenti sementara untuk mencegah penyebaran virus corona. Imbasnya, pendapatan klub-klub anjlok, termasuk tim raksasa sekelas Barcelona.
Marca melansir, kerugian yang dialami Barcelona berkisar 150 juta euro atau Rp2,4 triliun. Jumlah tersebut bakal bertambah jika kompetisi dihentikan secara prematur.
La Vanguarda bahkan menerka kerugian Barcelona berkisar 154 juta euro. Jumlah itu didapat dari minus penjualan tiket, penutupan gerai dan museum resmi Barcelona, serta penangguhan aktivitas akademi klub di seluruh dunia.
Barcelona bukan satu-satunya klub yang amsyong di masa pandemi. Klub-klub lain di seantero Eropa benar-benar sengsara. Klub-klub kasta bawah Inggris porak poranda sampai harus mengajukan sumbangan dari klub-klub Premier League agar bisa tetap hidup.
Tak mengherankan jika di bursa transfer pemain musim panas lalu (jelang musim 2020/2021) geliat perpindahan pemain tak seramai biasanya. Klub cenderung berhemat, untuk menjaga keuangan mereka tetap stabil, karena tidak ada yang tahu kapan pandemi akan berakhir.
Klub-klub sepak bola Eropa beruntung karena masih bisa bertahan hidup karena punya sponsor kakap dan pembagian jatah hak siar televisi yang besar. Tantangan berbeda terjadi di benua lainnya.
Video
Indonesia, Nasibmu Sepak Bola Indonesia
Kita enggak usah jauh-jauh ngomongin negara lain di kawasan Asia, Amerika, atau Afrika, di negara kita tercinta kondisi sepak bolanya porak poranda.
Di awal masa pandemi, kompetisi profesional berlabel Liga 1 2020 dihentikan paksa karena pandemi. Saat pemain-pemain sedang asyik-asyiknya bertanding tiba-tiba PSSI resmi menghentikan Shopee Liga 1 2020 mulai 22 Maret 2020.
Awalnya penghentian dilakukan sementara itu karena situasi darurat bencana akibat pandemi virus corona.
Liga 1 musim ini rencananya ditunda sampai 29 Mei 2020. Jika situasi membaik, kompetisi berpeluang kembali digelar mulai 1 Juli 2020. Nyatanya janji tinggal janji, izin menggelar event Liga 1 ditolak mentah-mentah pihak kepolisian.
Sempat ada angin surga, ketika PSSI berniat melanjutkan kompetisi pada periode Oktober, namun rencana itu buyar karena kepolisian kembali tak mengeluarkan izin. Semua serba gelap!
PSSI juga mengeluarkan kebijakan pemotongan gaji pemain selama masa jeda kompetisi. Pemain hanya mendapatkan gaji 25 persen dari nilai kontrak awal. Pemain meraung, karena periuk nasi goyah.
Sepak bola profesional di Indonesia jelas bagai bumi dengan langit dengan Eropa. Klub-klub di negara kita keuangannya tak sementereng klub-klub Inggris, Italia, Jerman, atau Spanyol. Level profesional klub di Indonesia baru sebatas menyiapkan tim selama semusim saja. Tidak ada kontrak pemain jangka panjang seperti di Benua Biru. Pemain paling banter diiikat hanya setahun atau selama kompetisi bergulir saja.
PSSI dalam posisi dilematis saat memutuskan hendak melanjutkan atau menghentikan kompetisi sekalian. Menghentikan berarti membiarkan ribuan orang kehilangan mata pencaharian. Kalaupun mau melanjutkan, mereka sadar betul keuangan klub tak siap.
Pertandingan tanpa penonton sebuah lonceng kematian bagi klub Tanah Air, yang amat menggantungkan hidupnya dari hasil penjualan tiket laga. Mereka punya sponsor plus pembagian jatah hak siar televisi, tapi angkanya tak fantastis, alias pas-pasan. Bisa dibilang selama ini, pengelola klub hidup dengan kebiasaan gali lubang, tutup lubang.
"Tidak mudah bagi PSSI dan kami (PT LIga Indonesia Baru) mengambil keputusan. Maju kena, mundur kena," tutur Akhmad Hadian Lukita, Presiden Direktur PT LIB administrator kompetisi pro di Indonesia dalam sebuah perbincangan talk show yang dibuat Bola.com dengan penulis.
Kasus penghentian kompetisi bukan pertama kali terjadi. Pada 1998, PSSI menghentikan Liga Indonesia karena krisis moneter yang melanda Indonesia. Pada 2005 kompetisi Indonesia Super League juga disetop paksa. Kali ini karena adanya konflik antara La Nyalla Mattalitti, Ketua Umum PSSI saat itu dengan Menpora, Imam Nahrawi.
Kalau mau jujur kasus penghentian kompetisi kali ini yang paling berat, karena memang para pelaku bal-balan tak bisa berbuat apa-apa. Kaki dan tangan mereka terkunci untuk mencari alternatif penghasilan karena bidang kehidupan lainnya juga koyak karena pandemi corona.
Para pesepak bola tak bisa lari hijrah ke negara lain karena aktivitas sepak bola di sana juga mati suri. Dan kalaupun ada yang beruntung, jumlahnya tak banyak. Mayoritas pesepak bola di Indonesia mendadak jadi pengangguran.
"Pemain-pemain di level Liga 1 mungkin masih beruntung karena punya tabungan dari kontrak-kontrak sebelumnya yang relatif besar, bagaimana dengan pemain-pemain asal Liga 2 dan Liga 3. Mereka lebih sengsara di masa pandemi corona," ujar General Manager Asosiasi Pemain Profesional Indonesia, Ponaryo Astaman.
Pahitnya perhentinya event kompetisi juga memukul orang-orang lain yang mengantungkan hidup dari sana. Ambil contoh penjual merchandise atau makanan camilan di stadion.
Mendadak Jadi Suporter Layar Kaca
Tak hanya pelaku yang tersiksa ketika tidak ada hari-hari pertandingan sepak bola di Indonesia. Penggila bal-balan Tanah Air juga belingsatan. Mereka (termasuk saya), mendadak kehilangan separuh jiwa, karena ketiadaan olahraga yang amat dicintai.
Penulis tidak bermaksud lebay. Tapi begitu pentingnya sepak bola bagi banyak masyarakat di Indonesia. Sepak bola olahraga yang amat populer, dicintai berbagai golongan. Mulai dari wong kecil hingga pejabat tinggi negara. Sepak bola jadi tontonan hiburan bagi masyarakat kecil di tengah kesulitan hidup yang mereka jalani. Sepak bola menjadi kebanggaan, identitas kedaerahan banyak orang.
Indonesia pun diakui dunia sebagai negara yang punya basis pendukung amat berlimpah.
Klub-klub elite Eropa macam Manchester United, AC Milan, Liverpool, Barcelona, dan Real Madrid menikmati pemasukan berlimpah dari budaya komsumtif penikmat sepak bola asal Indonesia yang banyak menjadi suporter klub-klub tersebut.
Percaya atau tidak, setiap pertandingan Liga 1, puluhan ribu penonton memadati stadion. Itu terjadi tidak hanya di hari libur, tapi pada hari-hari biasa saat aktivitas kantoran berjalan normal. Fanatisme mereka pun amat kuat pada klub kesayangan mereka
Salah seorang sahabat saya, Reza Khomaini, yang kebetulan menjadi salah satu kontributor di Bola.com nekat melakukan perjalanan ke Vietnam untuk bisa menyaksikan tim kesayangannya Persija Jakarta yang berlaga di Piala AFC. Ia rela memotong masa liburan mudik, dari Kedutaan RI di Austria, demi Tim Macan Kemayoran.
"Gue kangen bro nyetadion. Beda rasanya nonton pertandingan Persija di layar televisi dengan langsung hadir ke stadion. Sensasinya enggak bisa terbayar dengan apa pun," cerita Reza.
Sebagai jurnalis saya terkadang juga melakukan hal nekat seperti Reza, untuk bisa merasakan ranumnya bau stadion.
Pada tahun 2005 saya pernah menghilang sebentar dari aktivitas meliput Timnas Indonesia U-15 bertanding di Kejuaraan Pelajar Asia di Kuala Lumpur. Saya cabut menuju Selangor untuk bisa menyaksikan dua bintang idola, Bambang Pamungkas dan Elie Aiboy, yang saat itu berstatus pemain klub Negeri Jiran, Selangor FA.
"Naik apa loe ke sini? Kaget tiba-tiba loe sudah ada di pinggir lapangan," ucap Bepe ketika saya menyapanya usai sesi latihan.
"Diantar mahasiswa kenalan. Gue mau nonton kalian berdua latihan. Kangen nonton loe main bola," timpal saya ke striker legendaris Persija yang kini sudah pensiun.
Banyak cerita-cerita menarik berkaitan kegilaan suporter sepak bola Indonesia yang kalau penulis ceritakan lamanya bisa tiga hari, tiga malam. Kegembiraan mereka kini direngut pandemi virus corona.
Kebiasaan baru dilakoni suporter klub lokal. Hasrat nyetadion (nonton pertandingan langsung ke stadion) dialihkan dengan menonton suguhan pertandingan sepak bola Eropa lewat layar kaca atau steaming.
Beruntung serbuan virus corona terjadi di era millenal, di mana teknologi sudah demikian maju. Kita bisa menonton pertandingan sepak bola dengan berbagai medium. Bisa lewat televisi dengan berlangganan tv kabel atau ponsel lewat layangan streaming. Bayangkan jika pandemi terjadi di era 1990-an. Pasti penggila bola mati gaya.
Kadang saya dibuat tertawa melihat beranda media sosial pribadi, melihat teman-teman suporter lokal fanatik tiba-tiba memposting hal-hal berbau sepak bola luar negeri.
Ambil contoh seorang kawan, penggawa Aremania Senayan yang mendadak jadi Bayern Munchen media. Beranda Facebook pribadinya mendadak penuh dengan hal-hal berbau Bavarian. Juga, kawan lain fan Persebaya yang mendadak jadi suporter garis keras Liverpool.
Ia mengumbar suka citanya di Instagram ketika The Reds akhirnya menjadi juara Premier League setelah 30 tahun puasa gelar. Padahal di hari-hari biasa sebelum pandemi, ia banyak membahas hal-hal menarik berkaitan dengan Bajul Ijo. Ini kali ya, yang namanya New Normal buat suporter Liga Indonesia.
LDR Cinta dan Rangga
Setelah hampir setahun puasa menyaksikan laga-laga sepak bola lokal, akhirnya penantian panjang berakhir sudah. Setelah melakukan lobi berlika-liku dengan pihak kepolisian, akhirnya izin menggelar pertandingan sepak bola melibatkan klub profesional bertajuk Piala Menpora didapat PSSI lewat bantuan Menpora, Zainudin Amali.
Tanda-tanda kebangkitan sepak bola Indonesia sudah mulai terlihat ketika pihak kepolisian memberikan izin pelaksanaan pertandingan uji coba antara Timnas Indonesia proyeksi SEA Games menghadapi dua klub Liga 1, Persikabo 1973 dan Bali United.
Sempat ada drama kecil jelang pertandingan, laga Timnas Indonesia melawan Persikabo seharusnya digelar pada Rabu (3/3/2021) malam, tapi batal karena masalah perizinan dari Polri belum tuntas. Namun, izin akhirnya keluar dan pertandingan yang batal itu diundur dua hari. Setelah melawan Tira Persikabo, Timnas Indonesia juga diperbolehkan bertanding melawan Bali United, Minggu (7/3/2021).
Netizen +621 sepak bola Indonesia bersuka cita menyambut laga uji coba ini. Walau mereka tak bisa menyaksikan secara langsung pertandingan ke Stadion Madya, Senayan, kerinduan mereka melihat pesepak bola lokal kesayangan bertanding lewat layar kaca Indosiar atau streaming Vidio terpuaskan. Media sosial macam Facebook, Instagram, serta Twitter banjir komen-komen berbau Tim Garuda.
"Alhamdullilah ya Pak polisi. Semangat mainnya ya Timnas Indonesia." Komen tersebut muncul di salah satu teman dunia maya penulis yang notabene suporter Persib Bandung.
Euforia yang lebih luar biasa terasa sepanjang pekan pertama penyelenggaraan Piala Menpora. Sama seperti dengan kompetisi Eropa, turnamen ini mendapat restu digelar tanpa kehadiran penonton di stadion.
Protap ketat dibuat PT LIB untuk memastikan pertandingan streril dari kehadiran suporter. Jumlah wartawan yang meliput pertandingan dibatasi. Jika biasanya kami para jurnalis bisa langsung berinteraksi langsung dengan pemain atau pelatih sebelum atau sesudah pertandingan, kini hal itu tak bisa dilakukan. Interaksi dilakukan lewat sesi konferensi pers rutin via aplikasi zoom.
Sejumlah jurnalis bisa dibilang beruntung bisa merasakan atmosfer pertandingan secara langsung, tidak demikian dengan suporter. Mereka harus duduk manis di rumah masing-masing, menyaksikan tim-tim kesayangannya bertanding.
Penyelenggaraan turnamen ini memang jauh dari kata sempurna. Masa persiapan tim menyongsong perhelatan hanya sekitar dua pekan sejak kepastian izin didapat. Banyak pemain bintang asing absen atau klub yang tak bisa didampingi pelatih kepala karena kesulitan kembali ke Indonesia di masa pandemi.
Sistem kontrak pemain masih berantakan, sejumlah legiun asing dikontrak durasi singkat sepanjang Piala Menpora saja, dengan embel-embel uji kemampuan sebelum dikontrak resmi buat kepentingan Liga 1 2021.
Mundurnya Persipura Jayapura dari perhelatan turnamen menunjukkan kesiapan event yang masih jauh dari kata sempurna.
"Buat saya pribadi jumlah nominal kontrak yang mungkin berkurang draktis bukan merupakan masalah. Yang paling penting saat ini sepak bola Indonesia harus bergulir dulu. Piala Menpora menjadi simbol kebangkitan sepak bola Indonesia di masa pandemi. Sudah berbulan-bulan kami tidak merasakan kenikmatan berpeluh keringat dan atmosfer pertandingan kompetitif," tutur Rahmad Darmawan, nakhoda Madura United.
Rahmad benar. Banyak orang yang bergantung pada perputaran ekomomi sepak bola profesional Indonesia. Enggak bisa terus-terusan mereka dipaksa tiarap. Mereka butuh penghidupan. Dengan segala kekurangannya, kehadiran Piala Menpora amat penting.
Turnamen ini menjadi simulasi buat penyelenggaraan Liga 1 musim 2021. Pihak kepolisian akan melihat bagaimana event ini berjalan sebelum nanti memutuskan mengeluarkan apa tidak izin menghelat kompetisi.
Tak hanya pelaku sepak bola yang dituntut disiplin menjalankan protokoler COVID-19, suporter sepak bola Indonesia juga dituntut berkorban. Mereka harus bisa menahan hasrat menyaksikan langsung klub idola beraksi. Dukungan mereka hanya bisa sebatas dari rumah saja dengan menonton televisi atau koneksi jaringan streaming.
Sejatinya klub yang butuh injeksi dana menginginkan suporter datang menyaksikan mereka bertanding, tapi apa daya penyebaran virus corona masih tak tekendali di Indonesia. Mereka kudu berkorban. Masih riskan mengumpulkan massa dalam jumlah banyak di stadion.
Pengorbanan klub dan suporter mirip-mirip kisah cinta LDR film Ada Apa dengan Cinta 2 antara Dian Sastrowardoyo (Cinta) dan Nicholas Saputra (Rangga).
Rangga dalam film tersebut tinggal di Amerika Serikat, sementara Cinta di Indonesia. Keduanya harus memendam kerinduan puluhan purnama sebelum akhirnya bersua. Tak mudah menjalin asmara dengan gaya LDR.
Perasaan campur aduk tak bisa langsung dilampiaskan karena jarak yang memisahkan. Berantem, bete-betean, atau cemburu jadi bumbu kisah asmara LDR.
Namun, percayalah masa-masa sulit ini akan berlalu. Seperti halnya Cinta dan Rangga, pada akhirnya klub dan suporter akan bersua dan menikmati happy ending dari pengorbanan yang mereka lakukan.
Seperti lirik lagu Dewa, cinta kan membawamu kembali ke sini. Pandemi pada akhirnya akan berlalu dan kita bisa nyetadion lagi. Sing sabar yo kawan-kawan seperjuangan.
Baca Juga
PSM Klarifikasi Polemik Pemain ke-12 ketika Kalahkan Barito Putera 3-2 di BRI Liga 1: Sesuai Arahan Wasit Utama dan Cadangan
Setelah Cetak 2 Gol ke Gawang Parma, Paulo Dybala Putuskan Enggak Jadi Cabut dari AS Roma
Pesan Mikel Arteta untuk Rival Arsenal di Premier League: Persaingan Menuju Juara Masih Terbuka!