Bola.com, Sleman - Penampilan Persiraja di penyisihan Grup D Piala Menpora 2021 sempat menyita perhatian jagad sepak bola Nasional. Laskar Lantak Laju mengawali laga dengan kemenangan cukup telak atas eks rival mereka di Liga 2, Persita Tangerang 3-1.
Permainan apik yang dipamerkan anak asuh Hendri Susilo juga menghibur. Apalagi striker mungil, Assanur Rijal secara mengejutkan langsung mencetak hatrik.
Dari performa awal ini, seolah publik seperti terhipnotis aksi Feri Komul dkk. Namun berangsur-angsur simpati ini mulai menurun, ketika Persiraja menghadapi dua tim kuat, Bali United dan Persib. Karena mereka takluk di kaki dua mantan juara Liga 1 ini.
Kendati begitu para pemain Persiraja tetap layak dapat apresiasi. Sebagai tim promosi, mereka gagah berani meladeni Bali United dan Persib yang bertabur bintang sepakbola papan atas Indonesia.
Kesimpulannya, Persiraja telah tersingkir dengan kepala tegak. Berikut analisis Bola.com terkait rapor tim ini setelah menyelesaikan tiga pertandingan fase grup Piala Menpora 2021.
Saksikan Video Pilihan Kami:
Militansi Tinggi, Bawa Nama Aceh
Di era sepa kbola profesional yang semua diukur dengan materi. Tiap pemain bebas memilih klub yang dibelanya. Klub pun juga bebas berburu pemain terbaik. Syarat utama kecocokan kontrak dan gaji.
Jadi jangan heran bila sebuah klub hanya diperkuat segelintir pemain asli dari daerah di mana klub itu bermarkas. Fanatisme kedaerahan yang dimiliki pemain juga mulai luntur.
Namun, Persiraja mungkin sedikit di antara 17 klub Liga 1 di Indonesia yang masih memiliki rasa primodialisme kuat. Skuad Persiraja diperkuat hampir 80 persen pemain yang berasal Banda Aceh dan sekitarnya.
Yang menarik, manajemen juga berinistiatif memanggil pulang pemain asal Aceh Darussalam untuk kembali mengibarkan panji Persiraja.
Alhasil, para pemain punya militansi tinggi menjaga kehormatan Aceh di sepakbola Indonesia. Seperti pernah dilakukan para pendahulu, kala Persiraja menjuarai kompetisi Perserikatan pada 1980 lalu.
Militansi tinggi bisa jadi modal utama Persiraja mengarungi kompetisi Liga 1 2021. Militansi dan fanatisme membuat para pemain memiliki mental pantang menyerah di lapangan.
Mereka seolah tak punya rasa lelah meladeni permainan lawan. Saat kalah pun, pemain Persiraja keluar lapangan dengan kepala tegak.
Tetap Butuh Pemain Bintang
Namun pada era sepak bola profesional, militansi dan fanatisme saja tak cukup sebagai modal. Manajemen Persiraja harus tetap realistis. Jika potensi putra daerah kurang, Persiraja harus mencari pemain dari daerah lain yang lebih mumpuni agar bisa bersaing di kompetisi.
Kegagalan Persiraja di Piala Menpora membuka mata manajemen, pelatih, dan pemain. Akhirnya mereka sadar Persiraja harus menambah pemain baru jika ingin eksis di kasta tertinggi Indonesia.
Sebagai pendatang baru, Persiraja pasti sulit dapat pemain bagus level Liga 1. Ini juga selalu dialami oleh tim-tim promosi lainnya. Karena mayoritas pemain berkualitas A atau B sudah dikontrak klub-klub Liga 1.
Jika manajemen tak dapat pemain lokal mumpuni, solusinya mereka harus merekrut pemain asing terbaik. Karena empat pemain impor nanti akan jadi tulang punggung utama tim.
Manajemen juga tak bisa selamanya menjadikan primodialisme sebagai senjata untuk merayu pemain. Karena pemain menggantungkan nafkahnya dari sepak bola.
Jika manajemen tak memperhatikan kesejahteraan pemain, tak menutup kemungkinan putra-putra Aceh memilih hijrah ke klub Liga 1 lain yang menawari penghasilan lebih baik.