Bola.com, Jakarta - Ada nada sumbang dan riang saat Marco Motta, bek kanan asal Italia yang pernah merumput di banyak tim besar Eropa, mendarat di Bandara Soekarno Hatta. Kecuali usianya masih muda, sosoknya tentu bisa menggantikan peran Ismed Sofyan yang tak lagi muda.
Bersama Persija Jakarta, Marco Motta bermain sebanyak dua kali pada Liga 1 2020. Hasilnya mengejutkan. Ia langsung menjadi idola Jakmania karena permainannya seakan menunjukkan bahwa sang bek sudah berkepala tiga.
Mengenakan nomor punggung favoritnya, yakni 47, Marco Motta berhasil menggusur nada pesimisme yang sempat muncul pada awal-awal kedatangannya. Ia juga tampaknya senang berseragam Macan Kemayoran karena mungkin atmosfernya mirip di Italia sana.
Sayangnya, Liga 1 2020 tak tuntas. Namun siapa sangka, Marco Motta tetap setia di tengah tanda tanya. Ia memang sempat kembali ke Italia, tapi itu semata-mata dilakukannya untuk dekat dengan keluarga sembari menjaga stamina.
Sepak bola Indonesia pada kuartal 2020 masih penuh dengan awan mendung. Virus corona yang datang dari mana-mana meringkus semangat yang sudah tak terbendung. Namun koneksi hati antara Marco Motta dengan Persija, nyatanya, tetap terhubung.
Terbukti, ketika manajemen Persija memanggilnya lagi, Marco Motta tanpa ragu melangkahkan kaki. Turnamen pramusim itu bernama Piala Menpora 2021, sebuah kompetisi yang katanya test case menyambut musim baru Liga 1.
Video
Dari Eropa ke Indonesia
Persija beruntung bisa mendapatkan Marco Motta. Segudang pengalaman dibawanya dari Eropa. Mulai dari Juventus, Atalanta, hingga AS Roma.
Ia juga sempat pergi ke Inggris dan tetap bermain cantik, menjajal kemampuannya bersama Watford hingga Charlton Athletic. Motta pun pernah terbang ke Spanyol bergabung dengan UD Almeria, lalu ke Siprus, sebelum menginjakkan kakinya mantap di Persija Jakarta.
"Setiap pertandingan ada sekitar 60 hingga 70 ribu penonton yang datang ke stadion," ujar Motta seperti dilansir dari laman Corriere dello Sport.
"Persija adalah salah satu tim terkenal di Asia, dan tempat ini mengingatkan saya kepada Roma."
Mental yang Dibutuhkan Persija
Selepas kehilangan Bambang Pamungkas, Persija praktis tinggal menyisakan Ismed Sofyan sebagai pemain paling senior. Menariknya, Ismed dan Motta sama-sama berposisi sebagai bek kanan.
Persija sebetulnya membutuhkan pelapis buat Ismed. Di tim senior, nyaris tak ada penggantinya. Bahkan di Piala Menpora saja, Sudirman beberapa kali memainkan Novri Setiawan dan Tony Sucipto ketika Motta tak bisa dimainkan karena akumulasi.
Tapi pilihan pertama Sudirman tetaplah Marco Motta. Pemain yang pernah merumput di Genoa dan Catania itu terbukti mampu bermain gemilang, seakan mengalahkan koleganya yang juga berlabel dunia, sebut saja Carlton Cole atau Michael Essien.
Agaknya, yang menjadi keunggulan Motta adalah soal mental. Ya benar bahwa ia lebih sering dipinjamkan atau jarang bertahan lama dalam satu klub. Tapi mencoba berbagai level sepak bola yang berbeda (Italia, Inggris, Spanyol, Siprus) bisa jadi faktor yang membuatnya mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, yakni Indonesia.
Keunggulan itu dimanfaatkannya dengan baik saat pertama kali menginjakkan kakinya di Tanah Air. Alih-alih perlu waktu lama untuk nyetel dengan 'kerasnya' sepak bola Indonesia, Motta malah memberikan warna baru.
Dengan tubuh relatif besar untuk ukurang seorang bek sayap, Motta justru tidak mudah goyah. Kecepatan dan ketenangan serta kematangan visi bermain membuat 'duetnya' dengan Riko Simanjuntak di sektor kanan jadi sangat ditakuti tim lawan.
Persija butuh pemain seperti Motta, yang mampu memberikan pengalaman bertanding di level tertinggi. Mental bermainnya juga bisa jadi contoh buat (calon) bek kanan Persija suatu saat nanti.