Bola.com, Jakarta - Pernah mendengar nama tim sepak bola asal Spanyol, Athletic Bilbao? Bila Anda penikmat sepak bola atau orang yang terlibat langsung dengan sepak bola, tentu saja Athletic Bilbao bukanlah nama asing.
Athletic Bilbao sering merepotkan tim-tim papan atas Spanyol, seperti Real Madrid dan Barcelona. Sama dengan kedua tim tersebut, meski tidak sebesar nama dua tim langganan Liga Champions itu, Bilbao belum pernah merasakan degradasi di La Liga Spanyol.
Pada kasta tertinggi kompetisi Liga Spanyol, Athletic Bilbao bisa dibilang satu-satunya tim yang berpegang teguh pada tradisi di tengah sepak bola modern yang sangat mengandalkan uang untuk membangun tim.
Athletic Bilbao adalah bentuk jati diri Basque yang masih tertanam. Basque; sebuah etnik yang berada di timur laut Spanyol dan barat daya Prancis.
Salah satu keistimewaan Bilbao, mereka hanya menggunakan pemain hasil binaan sendiri atau pemain yang berdarah Basque. Hal tersebut bukan aturan baru, mereka telah menerapkan sejak tahun 1912. Urusan setoran pemain kepada timnas, Bilbao boleh diadu dengan Barcelona dan Real Madrid.
Athletic Bilbao tidak pernah mengalami krisis finansial. Menggunakan pemain lokal dan klub bisa menghemat pengeluaran. Mereka tidak perlu gelontoran uang untuk transfer pemain dari klub atau negara lain, hanya tinggal menyaring pemain berbakat dari akademi.
Sebuah pepatah yang mendefinisikan filosofi Athletic: "Con cantera y afición, no hace falta importación" atau bila diartikan: "Dengan Talenta Lokal dan Dukungan Suporter, Anda tidak Perlu Melakukan Impor."
Athletic Bilbao malah melakukan ekspor pemain ke sejumlah tim top eropa dengan banderol selangit. Sebagai contoh misalnya, Ander Herrera yang memiliki kalusul buy out sebesar 36 juta Euro dan juga Javi Martinez 40 juta Euro.
Bilbao pernah mendapat untung besar ketika melepas dua pemain bintang mereka beberapa tahun lalu, Kepa Arrizabalaga ke Chelsea dan Aymeric Laporte ke City dengan penjualan kedua permain tersebut Bilbao mendapat laba sebesar 145 juta Euro.
Lantas apa hubungan antara Athletic Bilbao dengan Persiraja? Yuk scroll ke bawah untuk mengetahuinya...
Saksikan Video Pilihan Kami:
Antara Atheltic Bilbao dan Persiraja Banda Aceh
Seperti yang dibicarakan di atas Athletic Bilbao merupakan gudang talenta Spanyol. Memang tak dikenal memiliki predikat gudang talenta seperti La Masia di Barcelona. Namun pada kenyataannya, mereka selalu berhasil memberikan talenta-talenta besar ke dunia sepak bola.
Andoni Zubizarreta, Bixante Lizarzu, hingga Aymeric Laporte dan Kepa, Athletic Bilbao seperti tak pernah kehabisan talenta. Padahal, mereka merupakan kesebelasan yang bisa dibilang eksklusif lantaran hanya mengizinkan pemain berdarah Basque untuk berseragam Athletic. Meskipun beberapa pihak menyebut kebijakan ini merupakan diskriminasi, Athletic sama sekali tak bergeming.
Sementara Aceh, tidak berlebihan bila disebut sebagai gudang talenta Indonesia. Hanya saja, talenta-talenta di Aceh perlu diasah untuk kembali lebih tajam dan diberi kesempatan untuk tampil.
Meski Persiraja Banda Aceh baru kembali berlaga di kasta tertinggi sepak bola Indonesia pada musim 2020 silam, namun pemain-pemain Aceh sudah tersebar di sejumlah tim Liga 1 Indonesia, baik alumni Persiraja, maupun pemain lainnya yang berasal dari Aceh.
Sebut saja, di luar tim Persiraja, saat ini ada banyak pemain asal Aceh yang memperkuat tim luar Aceh. Mulai dari paling senior, Ismed Sofyan (Persija Jakarta), Zulfiandi (Madura United), TM Ichsan (Bhayangkara FC), Fitra Ridwan, Miswar Saputra (PSS Sleman) dan ada beberapa pemain lainnya yang memang menjadi pemain penting di klubnya masing-masing.
Bahkan, di luar negeri, Qatar, talenta Aceh juga sukses diasah menjadi berlian yang begitu berharga. Pemain kelahiran Lhokseumawe, Khuwailid Mustafa (Qatar SC) dan Andri Syahputra (Al Gharafa), meski usianya masih 21 tahun, mereka mampu bersaing dengan pemain asing di negara minyak tersebut.
Artinya apa? Persiraja Banda Aceh tidak akan pernah kehabisan talenta-talenta dari Aceh yang memang memiliki karakter khas dalam permainan sepak bola: ngotot, bekerja keras dan lugas. Apalagi, di era Modern Football saat ini, uang menjadi hal yang sangat penting untuk membangun sebuah tim.
Namun bila sebuah tim memiliki akademi yang baik dan berjenjang, bukan tidak mungkin, pemain akademi yang promosi ke tim senior bisa dikontrak jangka panjang. Alhasil tim lain dari luar Aceh atau bahkan luar Indonesia harus mengeluarkan kocek dalam untuk merekrut bakat asal Aceh dari Persiraja.
Melihat perkembangan sepak bola Indonesia yang sedang menuju ke arah modern, beberapa tim di Liga 1 sudah mulai mengontrak pemain lebih dari satu musim.
Bukan tidak mungkin, lima tahun lagi, tim-tim yang tidak memiliki akademi yang kuat akan kesulitan dalam mendapatkan pemain, karena pemain di tim lain diikat kontrak jangka panjang. Tentu saja harus menebus kontrak tersebut untuk mendapatkan sang pemain.
Regenerasi di Persiraja Terjadi Lebih Cepat
Usia rata-rata pemain Persiraja di Liga 1 2020 dan Piala Menpora 2021 adalah 28 tahun. Beberapa pemain senior asli Aceh di Persiraja, bahkan sudah berusia di atas 30 tahun. Cepat atau lambat, regenerasi memang akan terjadi di Persiraja.
Namun, ternyata hal itu terjadi lebih cepat dari yang kita bayangkan, eksodus pemain Persiraja ke sejumlah tim terjadi pekan ini, jagat dunia maya dan nyata, ramai membahas tentang pemain-pemain Persiraja yang pindah tim.
Ada tujuh nama yang sudah pamit dari Persiraja saat tulisan ini dibuat: Fery Komul, Assanur Rijal, Miftahul Hamdi, Ganjar Mukti, Tri Rahmad, Eriyanto dan Luis Irsandi.
Regenerasi. Inilah yang Presiden Persiraja, Nazaruddin Dek Gam sebut bahwa tim punya dua tanggung jawab besar di Aceh, menjaga marwah sepak bola dan melakukan regenerasi.
Beberapa pemain senior Persiraja yang masih tinggal di tim, seperti Agus Suhendra, Muklis Nakata, Fakhrurrazi Quba dan Defri Riski, akan menjadi mentor bagi pemain muda Persiraja kedepan yang akan bergabung dalam tim.
Dalam jangka pendek, sebelum Elite Pro Academy (EPA) Persiraja U-16 dan U-18 kembali, Persiraja bisa mengorbitkan pemain-pemain berbakat Aceh yang saat ini sedang diasah pelatih Fakhri Husaini di tim PON Aceh.
Tentu saja hal di atas juga diikuti dengan merekrut pemain asing berkualitas untuk mempertahankan posisi Persiraja di Liga 1.
Tantangan Besar Persiraja di Liga 1
Persiraja merupakan salah satu kesebelasan tertua di Indonesia karena didirikan pada tanggal 28 Juli 1957. Prestasi terbaik yang dicapai Laskar Rencong adalah menjuarai kompetisi Perserikatan pada tahun 1980.
Sekarang Persiraja sudah mencapai mimpi yang telah disemai cukup lama oleh manajemen maupun para suporternya yaitu lolos kembali ke Liga 1 tahun lalu. Hal tersebut jelas tak diraih dengan mudah. Ada begitu banyak pengorbanan yang sudah dilakukan pihak manajemen, pemain, pelatih hingga para suporter.
Tantangan Persiraja di Liga 1, sejatinya adalah finansial yang akan digunakan lebih banyak daripada tim-tim lain, khususnya dari Pulau Jawa. Bila 12 tim di Pulau Jawa bisa menggunakan bus untuk laga home away, Persiraja harus selalu menggunakan pesawat setiap laga tandang, karena di Pulau Sumatra juga tidak ada tim lain yang berkompetisi di Liga 1.
Hal yang sama tentu saja juga dirasakan oleh tim ujung timur Indonesia, Persipura Jayapura. Namun finansial Persipura nampaknya tidak begitu terpengaruh karena PT Freeport menjadi salah satu penyokong utama finansial Persipura saat ini.
Sementara di Aceh, belum ada perusahaan besar yang bisa memberi dana segar ke tim Persiraja untuk mengarungi ketatnya kompetisi Liga 1 Indonesia.
Hal yang sangat mungkin dilakukan oleh operator kompetisi maupun PSSI untuk tim-tim yang berada di luar pulau Jawa adalah dengan menambah subsidi dan membuat jadwal pertandingan yang lebih rapi.
Apalagi, kita ketahui bersama jadwal yang sering berubah-ubah di kompetisi Indonesia dan lambannya kepastian penyelenggaraan kompetisi setiap musim, membuat peserta Liga 1 maupun Liga 2 sering kali bimbang dalam mengambil keputusan, baik itu soal kontrak pemain maupun persiapan tim.
Kompetisi Liga 1 2021/2022 bila berjalan, kemungkinan besar akan digelar tanpa penonton, persis seperti di Piala Menpora. Dalam hal ini, bukan hanya Persiraja, tim lain yang mengandalkan tiket penonton saat pertandingan untuk gaji pemain dan kebutuhan lainnya, dipastikan juga akan menjerit. Pertandingan tanpa penonton dan laga home away akan sangat menguras finansial. []
Penulis adalah: Ariful Azmi Usman - Pemerhati Sepak Bola