Bola.com, Malang - Arema FC resmi memiliki presiden baru pada Minggu (6/6/2021). Pengusaha muda, Gilang Widya Pramana, yang dikenal dengan bisnis MS Glow dan Juragan 99 Trans dipilih jadi pemimpin Tim Singo Edan hingga tiga tahun kedepan.
Tak hanya menjabat sebagai presiden klub, Gilang juga mendapatkan sebagian saham Arema FC. Namun, besaran saham yang dimiliki Gilang Widya hanya diketahui oleh manajemen Arema.
Meski memiliki saham minoritas, Gilang sudah bisa disebut sebagai bagian dari pemilik Tim Singo Edan. Selain Gilang Widya Pramana, Arema FC juga pernah dimiliki oleh sejumlah tokoh.
Kali ini, Bola.com akan coba mengulas jejak kepemilikan Arema sejak berdiri pada 1987. Pemilik pertama tim kebanggaan publik Malang itu tentu saja dinasti Acub Zaenal.
Gubernur Papua periode 1973 sampai 1975 itu mendorong putranya, Lucky Adrianda Zaenal yang akrab disapa Sam Ikul untuk jadi pengelola sekaligus bos Arema.
Pada masa tersebut, Tim Singo Edan sering dibelit masalah finansial. Namun, kembang kempis kantong manajemen tak membuat Arema dipandang sebelah mata.
Mereka berhasil menjadi juara Galatama musim 1992/1993. Para pemain Timnas Indonesia juga sempat dilahirkan oleh Arema, seperti Aji Santoso, Kuncoro, Mecky Tata dan lainnya.
Akan tetapi, prestasi Arema kala itu tak stabil. Mereka terkadang berada di papan atas, namun lebih sering jadi tim medioker. Bahkan hampir setiap musim Arema mengalami krisis finansial.
Kendati begitu, Sam Ikul punya jasa besar menjaga eksistensi Arema. Dia mencari sponsor, dana talangan, dan hutang ke sana kemari demi membuat Tim Singo Edan tetap mampu bersaing di kancah sepak bola nasional.
Nama Iwan Budianto yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PSSI juga sempat digandeng Sam Ikul sebagai manajer Arema musim 1998/1999. Ketika itu, Iwan Budianto masih berusia 21 tahun.
Berkat kerja keras pontang-panting menghidupi Arema, Sam Ikul dianggap sebagai bos yang disegani oleh para pemain. Meskipun manajemen sering menunggak gaji para pemain.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pengelolaan Paling Profesional pada Era Bentoel
Setelah belasan tahun bergelut dengan masalah finansial, Sam Ikul memberikan pengelolaan kepada PT. Bentoel pada 2003. Berada di bawah perusahaan rokok besar di Malang membuat Tim Singo Edan dikelola secara profesional.
Sosok Darjoto Setiawan muncul sebagai direkturnya. Pada tahun tersebut, Arema terdegradasi ke kasta kedua. Namun, tak ada lagi cerita gaji terlambat. Kesejahteraan pemain dan keluarganya juga sangat diperhatikan oleh manajemen Arema ketika itu.
Andaikan ada anak atau istri pemain yang sakit, PT Bentoel yang menanggung biaya pengobatannya. Sampai saat ini, pemain atau karyawan Arema yang pernah merasakan kepemimpinan Bentoel menganggap era tersebut sebagai masa sejahtera.
Bahkan, sampai tim akademi Arema, semua bebas dari biaya. Sehingga muncul bakat-bakat istimewa ketika itu, seperti Dendi Santoso dan Ahmad Alfarizi yang sampai saat ini membela Arema sebagai produk jebolan akademi.
Di level tim senior, Arema kembali berprestasi. Pelatih ternama Benny Dollo didatangkan. Hasilnya, mereka menjuarai kasta kedua pada 2004 dan promosi ke level tertinggi.
Sementara itu, pada 2005 dan 2006, Tim Singo Edan menjuarai Piala Indonesia. Di era Bentoel, banyak pemain label bintang yang didatangkan, sebut saja Ponaryo Astaman, Elie Aiboy, Hendro Kartiko, Ortizan Salossa, Erol Iba, dan masih banyak yang lainnya.
Sayangnya, era tersebut berakhir pada 2009. Waktu itu saham PT Bentoel dikuasai BAT (British American Tobacco). Kebijakaan mendanai aktivitas olahraga pun dicabut. Hal itu membuat Bentoel tak lagi mengelola Arema.
Konsorsium Melahirkan Juara ISL
Lepas dari PT Bentoel, Arema diserahkan kepada konsorsium. PT Arema Indonesia sebagai pengelola yang baru juga dibentuk pada masa itu. Didalamnya banyak orang yang berusaha menyelamatkan Arema.
Tokoh sepak bola nasional seperti Andi Darussalam Tabusalla terlibat didalamnya. Dia jadi Ketua Dewan Pembina Yayasan Arema. Dibawah konsorsium, Arema ternyata berhasil menjuarai Indonesia Super League (ISL) 2010 saat diasuh Robert Alberts.
Tetapi setelah menjuarai ISL 2010, persoalan besar lainnya muncul. Berawal dari dualisme kompetisi, Indonesia Super League (ISL) dan Indonesia Premier League (IPL) musim 2012, Arema pun terpecah.
Satu bermain di IPL dan satu lagi di ISL. Di sini simpang siur kepemilikan Arema terjadi. Arema di ISL tetap dikelola pengurus lama.
Adapun Arema di IPL dihidupi PT Ancora Indonesia dan melibatkan kembali sang pendiri Lucky Zaenal. Sampai saat ini, dualisme itu tak terselesaikan. Padahal kompetisi sudah disatukan kembali sejak 2014 lalu.
Bakrie Grup dan IB di Arema Cronus
Ketika IPL mati, Arema yang sebelumnya berkiprah di ISL tetap eksis di kasta tertinggi. Pada 2013, mereka dapat kucuran dana segar dari Bakrie Grup lewat PT Pelita Jaya Cronus.
Nama klub berubah menjadi Arema Cronus di ajang ISL 2013. Iwan Budianto (IB) muncul kembali sebagai CEO. Di sini era Los Galaticos dimulai.
Materi pemain yang didatangkan lebih gemerlap ketimbang era Bentoel. Pelatih sekelas Rahmad Darmawan datang beserta deretan pemain terbaik di Indonesia ketika itu. Sebut saja Beto Goncalves, Greg Nwokolo, Victor Igbonefo, Cristian Gonzales, Kayamba Gumbs dan lainnya.
Namun, prestasi terbaik mereka di kompetisi hanya jadi runner-up ISL 2013. Setelah itu, Arema menjadi raja turnamen. Tim Singo Edan berhasil menjuarai Piala Menpora, Piala Gubernur Jatim, Trofeo Persija, Bali Island Cup, Inter Island Cup, dan SCM Cup dalam waktu tiga tahun.
Tetapi, Bakrie Grup perlahan lepas dari Arema. Pada 2016 kucuran dana mulai terhenti, dan nama Arema Cronus berubah menjadi Arema FC. Meski begitu, era Bakrie bukanlah masa pengelolaan terbaik.
Pasalnya, selalu ada tunggakan gaji pemain yang menjadi persoalan setiap akhir musim. Pada saat Bakrie cabut, ada satu nama yang masih tersisa, yakni Iwan Budianto.
Dia melanjutkan kepemimpinannya sebagai orang nomor satu di Arema. Bukan persoalan mudah menjaga eksistensi Tim Singo Edan pada masa tersebut. Persoalan dualisme selalu muncul setiap awal musim, karena Arema Indonesia masih eksis di kasta terendah sepakbola Indonesia.
Tak ingin terus bersengketa, Arema membuat PT AABBI (Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia) pada 2016. Pemegang sahamnya adalah 70 persen Iwan Budianto dan 30 persen Agoes Soerjanto.
Gelar Piala Presiden, Bhayangkara Cup dan lainnya masih bisa diraih waktu itu. Sampai akhirnya IB mundur sebagai CEO pada 2019. Dia memilih untuk fokus menjalankan tugasnya sebagai Wakil Ketua Umum PSSI. Posisi Iwan Budianti kemudian digantikan Agoes Soerjanto.
Era Juragan 99 dan Impian Menuntaskan Dualisme
Sejarah baru dibuat Arema FC pada akhir pekan lalu. Pengusaha muda, Gilang Widya Pramana ditunjuk sebagai presiden klub selama tiga tahun kedepan. Sebagian saham klub juga diberikan kepadanya.
Pengusaha yang dikenal dengan sebutan Juragan 99 atau crazy rich Malang itu langsung mengumbar program pada hari pengangkatannya, 6 Juni lalu. Dia ingin menuntaskan persoalan dualisme.
Tetapi, dia tetap berkomunikasi dengan IB yang masih tercatat sebagai pemegang saham mayoritas PT AABBI untuk menyelesaikan persoalan dualisme itu. Dia punya timeline untuk merampungkan persoalan tersebut dan memberikan update lewat media sosialnya setiap saat.
Tak hanya itu, training ground dan lini bisnis juga jadi programnya. Karena sejak berdiri, Tim Singo Edan seakan nomaden untuk urusan tempat latihan.
Menarik untuk disimak, seperti apa gebrakan yang dilakukan Gilang untuk mewujudkan target-targetnya selama tiga tahun kedepan. Yang pasti, Arema era baru akan muncul di bawah kepemimpinan Gilang.
Baca Juga