Wawancara Eksklusif Marco Motta Bagian 3: Kesalahan Tak Gabung Manchester City, Masa Sulit di Juventus, dan Sosok Angelo Alessio

oleh Muhammad Adi Yaksa diperbarui 16 Jun 2021, 10:15 WIB
Wawancara Eksklusif - Marco Motta. (Bola.com/Dody Iryawan)

Bola.com, Jakarta - Andai saja Marco Motta bergabung dengan Manchester City pada awal 2010, mungkin kariernya akan tidak akan seperti ini: Terdampar ke Siprus dan berujung ke Indonesia.

Kira-kira 11 tahun lalu, Marco Motta mendapatkan tawaran untuk bermain di Manchester City. Ketika itu, ia masih bermain untuk AS Roma. Roberto Mancini, pelatih City tertarik kepadanya. Maklum waktu itu, pesonanya sebagai pemain muda berbakat begitu menjanjikan.

Advertisement

Marco Motta baru pindah ke AS Roma dari Udinese pada Januari 2009 dengan status pinjaman. Dia bermain 19 kali untuk Serigala Ibu Kota, julukan AS Roma, dipoles Luciano Spaletti selama setengah musim.

Juni 2009, masa peminjaman Marco Motta berakhir. AS Roma kepincut untuk terus menggunakan jasanya. Cara kepemilikan bersama diambil. AS Roma membeli setengah haknya dari Udinese.

Marco Motta tetap bersama AS Roma untuk musim 2009/2010. Lalu, pinangan dari Manchester City datang pada pertengahan musim. Namun, Serigala Ibu Kota emoh melepasnya. Claudio Ranieri, pelatih baru AS Roma pengganti Luciano Spaletti, memintanya secara khusus untuk bertahan AS Roma.

Bagaimana selanjutnya? Marco Motta kehilangan posisi inti di AS Roma. Ranieri justru lebih memilih Marco Cassetti dan John Arne Riise di dua sisi bek sayap. Di akhir musim, Marco Motta hanya membubukan 16 penampilan untuk AS Roma di Serie A.

Dua setengah musim setelah kegagalan kepindahannya ke Inggris, Manchester City menjuarai Liga Premier untuk pertama kalinya. Mancini waktu itu masih menjadi pelatih. Jika Ranieri merelakan kepergian Marco Motta, mungkin ia telah menjadi bagian dari tim juara The Citizens, julukan City.

Namun, Marco Motta tidak pernah menyesali itu. Dia selalu bersyukur dengan kariernya yang sekarang.

Di pengujung musim 2009/2010, AS Roma dan Udinese tidak mencapai kata sepakat terkait hak kepemilikan Marco Motta. Kedua klub lalu mengajukan lelang buta dengan Udinese memenangi tawaran. Marco Motta kembali ke Udinese pada Juni 2010.

Cuma beberapa hari di Udinese, Marco Motta bergabung dengan Juventus sebagai pinjaman sebelum dipermanenkan pada Juni 2011 bareng pemain Udinese lainnya, Simone Pepe.

Di Juventus, karier Marco Motta menurun drastis. Dalam empat tahun setengah, ia hanya efektif bermain satu setengah tahun. Sisanya, mantan pemain Timnas Italia itu disekolahkan ke Catania, Bologna, dan Genoa. 

Bola.com berkesempatan mewawancarai Marco Motta tentang perjalanan kariernya, ceritanya hampir bergabung dengan Manchester City, hingga penunjukkan Angelo Alessio sebagai pelatih baru Persija Jakarta. Wawancara ini merupakan bagian terakhir dari tiga bagian wawancara mantan pemain Timnas Italia itu. Berikut petikannya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 4 halaman

Tentang Juventus

Bek Persija Jakarta, Marco Motta (kiri) ketika berlatih bersama Timnas Italia pada 2009. (AFP/ALBERTO PIZZOLI).

Anda telah bermain untuk delapan klub di Italia. Di klub apa Anda paling nyaman bermain?

Ya itu benar. Saya bermain untuk delapan klub di Italia. Saya sangat senang tentang hal itu. Saya sangat bangga akan hal itu. Anda tahu, saya mencoba begitu banyak pengalaman yang berbeda dan situasi yang berbeda. Saya bermain untuk klub besar. Dan sejujurnya, saya adalah orang yang selalu ingin mencoba sesuatu yang baru, sesuatu yang berbeda atau sesuatu yang lebih sulit. Anda tahu, itu bagian dari karakter saya dan saya senang salah dengan semua itu. Saya merasa sangat nyaman di semua klub itu dan semua klub itu adalah bagian dari hidup saya, karier saya, dan masa lalu saya.

Satu di antara periode terbaik saya di Italia adalah di AS Roma. Saya menemukan keluarga yang indah. AS Roma seperti keluarga. Rekan satu tim yang baik, pemain top, banyak sekali pemain, pelatih yang baik, dan penggemar yang mengagumkan. Kota yang indah dan stadion yang sangat bagus.

AS Roma mungkin adalah satu di antara periode terbaik saya di Italia, tapi saya ingat dan juga cinta dengan Atalanta. Saya menghabiskan 10 tahun di sana sejak saya berusia 7-18 tahun, ketika saya pertama kali bermain di Serie A. Mereka membesarkan saya. Di Atalanta, dari anak-anak, saya menjadi lelaki dewasa. Ini adalah sesuatu yang baik. Tapi saya ingat, semua tempat di Genoa adalah pengalaman yang luar biasa. Juventus adalah Juventus, tentu saja. Bologna lalu Udinese. Saya bermain pertama kali di Liga Champions ketika saya berusia 19 tahun.

Sepak terjang Anda mulai tercium ketika bermain di Udinese. Saat itu, Anda disebut sebagai satu di antara pemuda berbakat di Italia.

Namun, karier yang Anda jalani sepertinya tidak berjalan sesuai apa yang Anda inginkan. Setelah pindah ke Juventus, Anda dipinjamkan ke banyak klub sebelum hijrah ke Inggris, Spanyol, Siprus, dan Indonesia.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Apakah Anda menganggap kepindahan ke Juventus sebagai kesalahan yang memengaruhi karier Anda?

Ya, saya waktu itu dianggap sebagai satu di antara talenta terbaik di Italia. Jujur, ketika melihat karier saya, saya senang karena tidak mudah bermain di Italia, di Serie A, lulus dari tim junior langsung ke Serie A, tanpa bermain di Serie B atau Serie C. Saya bermain untuk semua Timnas Italia level usia. Mulai dari U-15 hingga timnas senior bersama Marcelo Lippi dan Cesare Prandelli. Saya sangat senang dengan karier saya.

Anda tahu, jika kita melihat ke belakang, saya pikir semua orang ingin mengubah sesuatu demi melakukan hal yang berbeda. Tapi pada akhirnya, saya sangat senang dengan diri saya yang sebenarnya, diri saya sebagai pemain. Saya di sini sekarang. Saya melewatkan pengalaman yang berbeda, pikiran saya terbuka. Saya belajar bahasa lain, bahasa Inggris, Spanyol. Ini adalah sesuatu yang bagus dan membuat saya bahagia.

Saya tidak berpikir kepindahan ke Juventus adalah sebuah kesalahan. Tentu saja tidak. Juventus adalah Juventus. Dalam 10 tahun terakhir, Juventus kemungkinan adalah tim terbaik Italia sepanjang sejarah. Bersama AC Milan juga. Mereka memanggil saya, dan saya sangat bahagia. Terkadang, kamu tahu, segala sesuatunya berjalan dengan cara lain. Tapi saya ulangi hari ini, saya sangat senang dengan saya, dengan apa yang saya lakukan.

Saya bermain dengan Francesco Totti dan Daniele De Rossi di AS Roma, dengan Andrea Pirlo, Alessandri Del Piero, Gianluigi Buffon, Carlos Tevez, Paul Pogba di Juventus. Saya tidak menyebutkan semuanya. Banyak sekali.

Saya juga pernah dilatih oleh pelatih terbaik, saya dilatih Antonio Conte, Luciano Spaletti, Marcelo Lippi, Vincenzo Montella, sangat banyak. Gian Piero Gasperini melakukan hal-hal yang luar biasa di Atalanta. Saya pikir, tidak mudah untuk memiliki karier seperti itu. Saya senang.

3 dari 4 halaman

Cerita Manchester City

Bek Persija Jakarta, Marco Motta (kiri), ketika membela Timnas Italia U-21 di Euro U-21 2009. (AFP/BJORN LINDGREN).

Apa penyesalan terbesar dalam karier Anda? Apakah Anda menyesal hanya sekali bermain untuk Timnas Italia level senior?

Saya tidak punya penyesalan. Tentu saja, jika Anda bertanya kepada saya apakah saya ingin memainkan lebih banyak pertandingan untuk Timnas Italia senior, tentu saja itu 100 persen.

Mungkin kesalahan satu-satunya saya adalah ketika saya masih di AS Roma. Roberto Mancini mengajak saya bergabung dengan Manchester City. Namun, Claudio Ranieri tidak membiarkan saya pergi. Waktu itu, saya ingin berkarier di Inggris dan Manchester City adalah klub besar. Tapi bagaimana pun, itu bukan kesalahan saya dan saya tidak bisa menentukannya. Ketika itu, Ranieri menginginkan saya bertahan di AS Roma. Dan terdengar menyenangkan ada pelatih yang begitu sangat menginginkan kamu. Inilah hidup saya. Saya bahagia.

4 dari 4 halaman

Bukan Agen Motta

Bek Persija Jakarta, Marco Motta saat melawan Persib Bandung dalam laga leg pertama final Piala Menpora 2021 di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Kamis (22/4/2021). Persija menang 2-0. (Bola.com/M Iqbal Ichsan)

Setelah sekian lama, Persija akhirnya mengumumkan Angelo Alessio sebagai pelatih baru. Bagaimana Anda melihat dia sebagai pribadi dan pelatih? 

Saya pikir, Mr. Alessio adalah pria yang baik, tenang, dan juga pelatih yang baik. Saya tidak pernah dilatih dia ketika dia menjadi pelatih kepala, tapi dia adalah asisten Antonio Conte dan Conte adalah pelatih yang menyukai untuk memutuskan segalanya. Tapi, Alessio juga merupakan bagian penting dari staf Conte. 

Sebagai pelatih, bagaimana karakteristik Alessio? Apakah dia figur yang eksplosif seperti Antonio Conte?

Saya pikir karakteristik dari Alessio, dia pelatih yang baik dalam mendengarkan pemain untuk membantu pemain. Tapi tentu saja, setelah itu, dia punya cara dan dia terbuka dengan ide. Dia juga mau pemain untuk mengikutinya.

Menurut saya ciri khas Angelo yaitu pelatih yang baik mendengarkan pemain untuk membantu pemain. Tapi tentu saja, setelah itu dia punya cara untuk tipe sepak bola dan ide yang jelas dan ingin pemain itu mengikuti idenya.

Apakah Anda turut merekomendasikan Angelo Alessio kepada Persija? Atau Anda tidak terlibat dalam pemilihan ini?

Jujur, saya tidak terlibat. Saya tidak merekomendasikan dia. Saya tidak tahu apa-apa tentangnya sampai beberapa hari lalu. Saya fokus dalam bermain, melakukan segalanya dan memberikan yang terbaik untuk Persija. Sekarang, Alessio adalah pelatih Persija. Saya akan melakukan yang terbaik untuk membantunya karena saya begitu menghargainya. Dia adalah pelatih saya sekarang dan kami bekerja sama di Juventus. Kami memiliki hubungan yang sangat baik dan tentu saja, semua yang bisa saya lakukan untuk Persija dan kepadanya, saya akan melakukannya 100 persen.

Sekarang, bertambah satu orang Italia lainnya di Persija ...

Ya, itu benar. Sekarang ada satu orang Italia lainnya. Dia telah datang. Saya bahagia karena saya memiliki orang Italia bersama saya di sini. Itu berarti saya telah melakukan pekerjaan dengan baik di sini dan saya sangat senang dan bangga akan hal ini. Namun, saya ulangi, tidak ada yang berubah dalam diri saya. Saya senang Alessio ada di sini, tetapi tidak ada yang berubah untuk saya. Fokus saya masih sama. Saya akan melanjutkan cara yang sama seperti yang saya lakukan dengan Sergio Farias dan lalu Sudirman, sekarang tentu saja bersama Alessio.

Setelah Angelo Alessio, apakah ada pemain atau pelatih Italia lain yang menyusul Anda berkarier di Indonesia?

Saya tidak tahu. Sekarang yang ada di sini saya dan Alessio. Saya tidak tahu apakah pemain Italia lainnya akan datang atau tidak. Saya juga tidak memikirkannya saat ini. Saya senang bahwa saya menjadi pembuka jalan bagi pelatih atau pemain Italia ke sini.

Mungkin sekarang di Italia lebih banyak mengetahui tentang sepak bola Indonesia karena saya. Saya di sini sejak satu setengah tahun yang lalu dan mungkin mereka mengikuti perkembangan saya. Mereka mungkin telah tahu bahwa Indonesia memiliki kompetisi yang bagus, Jakarta kota yang indah, dan The Jakmania luar biasa. Orang-orang Indonesia juga sanagt baik, ramah, dan menyambut saya. Inilah yang sangat saya sukai.

Berita Terkait