Bola.com, Jakarta - Timnas Belanda kembali unjuk gigi dan menebar ancaman dalam persaingan Euro 2020. De Oranye mencatatkan kemenangan keduanya dengan skor meyakinkan 2-0 atas Austria di Johan Cruyff Stadium, Amsterdam, Jumat (18/6/2021) dini hari.
Gol dari Memphis Depay dan Denzel Dumfries memantapkan posisi Belanda di peringkat pertama grup C dengan nilai enam dan memastikan lolos ke babak 16 besar. Sebelumnya, Belandang berhasil mengatasi Ukraina 3-2 pada laga pertama.
Bicara Timnas Belanda, banyak sejarah yang ditorehkan. Selain tiga kali menjadi runner-up Piala Dunia, Belanda mencatatkan gelar juara Piala Eropa tahun 1988 yang diselenggarakan di Jerman.
Saat itu Belanda punya generasi emas dengan komposisi pemain yang cukup mewah. Pelatih Rinus Michels punya skuad mumpuni dengan gaya Total Football mereka, terutama trio Belanda, hingga akhirnya menjadi kampiun.
Tidak ada salahnya untuk flashback sedikit tentang perjalanan hebat Timnas Belanda di ajang Piala Eropa 33 tahun yang lalu. Berikut ulasan menarik dari Bola.com:
Video
Akhiri Penantian Panjang
Timnas Belanda dikenal sebagai satu di antara kekuatan besar sepak bola dunia khususnya pada era kejayaan Johan Cruyff. Tak tanggung-tanggung dua kali final berturut-turut dilakoni Belanda atas kiprah sang pemain di Piala Dunia 1974 dan 1978.
Sayangnya di dua pertandingan itu Belanda menjadi pecundang, setelah kalah dari Jerman dan Argentina. Belanda pun berhasil mengakhiri masa penantian panjang menjadi juara turnamen besar setelah mampu meraih trofi Piala Eropa 1988.
Dalam turnamen ini, De Oranye berjaya berkat karakteristik khas Total Football yang ditampilkan Marco van Basten dan kawan-kawan sejak fase grup.
Belanda berada di Grup B bersama Uni Soviet, Republik Irlandia, dan Inggris. Kekalahan 0-1 dari Uni Soviet membuat skuat asuhan Rinus Michels itu finis sebagai runner-up dan harus menghadapi tuan rumah, Jerman Barat, yang menjadi juara Grup A, pada babak empat besar.
Namun, menghadapi tuan rumah, tidak membuat Belanda getar. Meski sempat tertinggal lebih dulu melalui gol penalti Lothar Matthaus, Belanda mampu berbalik unggul untuk mengunci kemenangan 2-1 berkat torehan penalti Ronald Koeman pada menit ke-55 dan Marco van Basten menit ke-88.
Sementara itu, pada partai semifinal lainnya, Uni Soviet melangkah ke final untuk kembali menghadapi Belanda setelah berhasil mengalahkan Italia dua gol tanpa balas. Kemenangan Uni Soviet ditentukan gol-gol Hennadiy Lytovchenko pada menit ke-58 dan Oleh Protasov (62').
Sihir Si Angsa
Partai final pun berlangsung menarik karena Belanda berkesempatan balas dendam atas kekalahan di penyisihan grup. Selain itu, menurut UEFA, laga yang digelar di Olympiastadion, Munchen, itu seolah dihadiri hampir 60 persen penduduk Belanda yang hijrah ke Jerman.
Performa Belanda pada laga tersebut kembali dipengaruhi oleh bintangnya, terutama trio AC Milan, Frank Rijkaard, Ruud Gullit, dan Marco van Basten. Ditambah kemampuan dan tenaga dari Ronald Koeman dan Aaron Winter.
Permainan langsung berjalan dengan tempo cepat sejak menit-menit awal. Pada menit ke-32, Gullit dengan rambut gimbalnya membuat pendukung Belanda bersorak setelah bola hasil sundulan kepalanya masuk ke dalam gawang Uni Soviet untuk mengubah skor menjadi 1-0.
Keunggulan itu membuat para pemain Belanda semakin termotivasi. Mengandalkan taktik Total Football, para pemain Belanda tampak tak kenal lelah untuk memperagakan gaya permainan. Pressing tinggi membuat beberapa kali mampu merepotkan barisan pertahanan Uni Soviet.
Selepas turun minum, 'Si Angsa' Marco Van Basten mencetak gol indah untuk menambah keunggulan Belanda. Sebuah tendangan voli akrobatik kaki kanannya. Bola meluncur deras di sisi kiri gawang yang tak bisa diantisipasi kiper Uni Soviet, Rinat Dasaev. Skor 2-0 bertahan hingga laga usai dan Belanda pun berpesta mengangkat trofi.