Bola.com, Jakarta - Peter Odemwingie pernah meramaikan sepak bola Indonesia, dan di luar dugaan memutuskan untuk pensiun di klub Liga 1, Madura United. Pada satu kesempatan wawancara, ia mengaku ingin menghabiskan waktunya di Bali, satu-satunya wilayah di Tanah Air yang diketahuinya sebelum memutuskan berkelana ke Nusantara.
Peter Odemwingie merupakan pesepak bola yang unik. Ia lahir di Tashkent, Uzbekistan, dari ayah dari Nigeria dan ibu berkewarganegaraan Rusia. Ia juga tercatat pernah bermain di klub-klub dari tujuh negara berbeda, dari tiga benua yang berbeda pula.
"Saya orang yang selalu terdorong dalam hal karier sepak bola, dan saya benar-benar mencintai olahraga ini," kata Odemwingie.
"Makanya saya bingung kok ada orang yang tidah betahan di satu negara. Ruang ganti tiap tim selalu berbeda, dan saya sering menemui orang yang bisa sangat akrab dengan saya, malah jadi sahabat seterusnya."
"Saya tidak pernah kesulitan dalam beradaptasi, tidak tahu, padahal bahasanya berbeda. Tapi buat saya, sepak bola adalah bahasa terbaik di dunia ini," ujarnya lagi.
Setelah menghabiskan 18 bulan pertama hidupnya di Uni Soviet, Odemwingie dan orang tuanya pergi ke Nigeria. Tujuh tahun kemudian mereka kembali ke Rusia, pergi dari Tashkent ke Chelny, di mana karier putra mereka dimulai dengan sungguh-sungguh saat ia direkrut ke akademi CSKA Moskow.
Kemudian, pada usia 17, ia kembali ke Nigeria, menjadi profesional dengan Bendel Insurance, di mana ia mencetak 19 gol dalam 53 penampilan liga.
Banyak yang penasaran kenapa Peter Odemwingie sering bergonta-ganti klub, bahkan dari satu negara ke negara lain. Mungkin karena orang tuanya yang juga doyan berpindah tempat. Scroll ke bawah untuk mengetahui kisahnya.
Video
Akihirnya Bela Nigeria
Usut punya usut, orang tua Peter Odemwingie yang bekerja sebagai dokter melihat peluang di Nigeria lebih baik ketimbang Rusia. Itulah yang membuatnya hijrah ke Benua Afrika.
Odemwingie tidak menyesali sama sekali keputusan orang tuanya untuk terbang ke kampung halaman sang ayah. Ia malah mengaku di Nigeria kariernya makin cemerlang.
"Orang tua saya telah menyelesaikan studi mereka, dan gaji untuk dokter tidak besar di Rusia pada waktu itu. Dengan gelar mereka, Nigeria lebih menarik dan mereka bisa melakukan lebih banyak pekerjaan," kata Odemwingie lagi.
"Itulah alasan utamanya, tetapi ayah saya juga percaya bahwa karier saya akan berkembang lebih baik melalui Nigeria daripada Rusia, jadi kami pergi dan dia benar."
Odemwingie mendapat panggilan ke skuad Nigeria pada April 2002, memenangkan pertandingan pertamanya melawan Kenya, dan menandatangani kontrak dengan La Louviere, klub Belgia, pada musim panas yang sama.
Dia memenangkan Piala Belgia di musim pertamanya dan pada tahun 2004 pindah ke Lille, di mana dia yakin dia memainkan sepak bola terbaiknya.
Menerima Pelecehan Rasialisme di Rusia
Setelah dua tahun bersaing dengan yang terbaik di Eropa, Lille terjerembab ke papan tengah di musim terakhir Odemwingie saat skuat mulai pecah. Kader Keita dan Mathieu Bodmer pergi untuk bergabung dengan Lyon, sementara Odemwingie pergi ke Lokomotiv Moscow.
Ada minat dari Roma dan Werder Bremen, tetapi klub Rusia tersebut membuat langkah yang menentukan. “Ada beberapa opsi yang bisa saya tunggu, tetapi tim pertama yang menaruh uang di atas meja untuk Lille adalah Lokomotiv Moscow dan mereka menerimanya."
“Saya pikir itu adalah langkah mundur mungkin dalam hal liga, tetapi mereka selalu bermain di kompetisi Eropa. Itu juga merupakan kesempatan untuk tinggal bersama ibu saya lagi karena pada usia 14 tahun saya meninggalkannya. Dia pindah kembali ke Moskow saat itu dan dia masih bekerja sangat keras hingga hari ini. Dia mencintai pekerjaannya.”
Lokomotiv memenangkan Piala Rusia pada tahun kedatangan Odemwingie, tetapi mereka tidak menikmati kesuksesan besar selama berada di sana. Terlepas dari itu, dia menikmati kembali ke tempat di mana semuanya dimulai.
"Saya cinta Russia. Ini negara saya. Saya dibesarkan di sana. Ada beberapa bagian negatif, tetapi ini adalah tanah air saya dan saya menyukainya. Saya selalu berhubungan dengan teman sekelas saya dan saya baru saja kembali dari sana baru-baru ini. Saya suka bahasa, bioskop, dan leluconnya. Moskow adalah kota top.”
Sayangnya, kepergian Odemwingie dari Lokomotiv memunculkan beberapa elemen terburuk dari masyarakat Rusia. Spanduk-spanduk rasialisme yang ditujukan kepada sang striker dipajang oleh para pendukung menyusul kepindahannya ke West Bromwich Albion.
Pasang Surut di Inggris
Meski tenar bersama West Brom, adalah Birmingham City klub Inggris pertama yang memberikan penawaran kepadanya. Pada akhirnya, ia memilih West Brom meski diakuinya gajinya tak sebesar di Birmingham.
Dua hari pascabergabung, Odemwingie langsung mencetak gol debut buat West Brom. Ia bahkan menjadi pemain terbaik pada bulan pertamanya di Liga Inggris.
West Brom memang tim yo-yo yang kerap naik turun kasta di Liga Inggris, namun Odemwingie meninggalkan kesan positif di sana dengan menyelamatkan tim dari lembah degradasi. Sayangnya, ia diterpa kabar tak mengenakkan.
"Steve Clarke datang sebagai manajer baru (menggantikan Roy Hodgson). Saya menghormatinya, tapi dia memiliki gayanya sendiri," cerita Odemwingie yang merasa jarang dimainkan pada musim ketiganya di West Brom.
"Dia sering membangkucadangkan saya tanpa bilang sepatah katapun. Saya merasa harus melakukan sesuatu. Saya sadar komunikasi sangat penting, tapi dia tak berbuat apa-apa."
"Saya dipindahnya dari striker menjadi winger. Padahal dua musim pertama saya nyayur gol. Sebagai profesional, saya harus ikut apapun keinginan manajer, termasuk menerima kenyataan dirotasi," katanya.
Dari sana, muncul kesan bahwa Odemwingie ogah-ogahan. Suporter pun mencium gelagat tak menyenangkan, ditambah media-media lokal setempat mengklaim bahwa striker itu tak betah dan ingin pindah ke Queen's Park Rangers dan tim Timur Tengah yang menawarinya gaji besar.
"Ya saya dengar gosip bahwa saya ingin ke QPR karena gaji. Benar bahwa ada tim Timur Tengah yang menawari saya bayaran besar. Ketahuilah, sedikitpun saya tidak tertarik!" sambung Odemwingie.
"Yang betul adalah saya harus sering bermain karena Piala Dunia Brasil 2014 sudah di depan mata. Jujur saya kecewa pada manajemen klub yang tidak memproteksi imej saja. Mereka membiarkan orang-orang, terutama fans, merasa bahwa saya mata duitan," keluhnya.
Pada akhirnya, Januari 2013, Odemwingie tertangkap kamera berada di markas QPR hendak menyelesaikan transfer. Kesepakatan tak pernah terjadi karena mereka lebih memilih Junior Hoillet.
Mengetahui hal tersebut, suporter West Brom makin membenci Odemwingie. Nyanyian sindirian kepadanya seringkali terdengar di The Hawthorns, markas West Brom.
“Menjengkelkan mendengar fans West Brom bernyanyi bahwa saya serakah ketika orang-orang di dalam klub tahu apa yang terjadi antara saya dan beberapa rekan saya dan Steve Clarke. Mereka tahu ambisi saya dan saya selalu memberikan yang terbaik dalam permainan. Agak menyedihkan bahwa, seperti yang mereka katakan di Inggris, mereka menggantung saya sampai kering."
“Itu adalah kisah yang menyedihkan, tetapi yang paling penting hubungan saya dengan klub baik-baik saja. Saya bermain untuk mereka dengan kejujuran dan saya menyukainya di sana. Saya tidak bisa melupakan mereka bernyanyi untuk saya sepanjang pertandingan. Anda tidak bisa menyalahkan penggemar – mereka melihat, mereka membaca, mereka bereaksi. Saya benar-benar bisa memahami kemarahan mereka.”
Akhir musim, Odemwingie berlabuh ke klub lain, bukan QPR, melainkan Stoke City. Kariernya membaik di sana dan reputasinya sebagai striker hebat berlanjut sampai ia menerima kenyataan pahit lainnya, yakni cedera ligamen.
Penampilannya meredup pada musim 2016/2017 dan Odemwingie berlabuh ke Rotherham. Ia cuma menghabiskan semusim saja dan lebih banyak berkutat dengan cedera sampai akhirnya, pada April, ketika cederanya pulih, manajemen klub memutuskan menyudahi kerjasama.
Swansong di Madura United
“Saya baru pulih dari cedera betis pada bulan April dan liga di mana-mana sudah selesai. Saya mendapat tawaran ini dari Madura United di Indonesia. Satu-satunya tempat yang saya tahu di sana adalah Bali dan kotanya sangat dekat. Saya pikir akan baik untuk pensiun di tempat yang indah.”
Itu adalah swansong atau akhir karier istimewa bagi Odemwingie, yang mencetak 15 gol dalam 22 pertandingan, tetapi dia tidak secara resmi gantung sepatu sampai awal tahun ini. Tergoda untuk memperpanjang kariernya, dia yakin masih bisa tampil di Championship pada usia 38 tahun, itu adalah keputusan yang sulit.
Untuk saat ini mantan pemain Timnas Nigeria itu unggul di olahraga lain. Dia baru mulai bermain golf ketika dia datang ke Inggris tetapi sudah menjadi cacat empat. Pemain reguler di klub lokalnya dan di berbagai turnamen, terkadang bersama mantan pemain sepak bola lainnya, dia melihat seberapa jauh dia bisa melangkah.
Ada ambisi lain juga, termasuk melatih dan menyelesaikan gelar.
“Saya senang bahwa saya telah pensiun dan saya menantikan bagian selanjutnya dari hidup saya,” katanya. “Saya akan melakukan lencana kepelatihan saya secara perlahan dan memulai pendidikan saya."
“Lima tahun ke depan saya akan mendedikasikan untuk pendidikan dan mengejar gelar hanya untuk mencentang kotak itu. Saya memiliki keinginan untuk belajar, mungkin karena orang tua saya adalah dokter dan itu ada dalam gen saya, memanggil saya untuk melakukan sesuatu di luar olahraga.”
Baca Juga
Drama Timnas Indonesia dalam Sejarah Piala AFF: Juara Tanpa Mahkota, Sang Spesialis Runner-up
5 Wonderkid yang Mungkin Jadi Rebutan Klub-Klub Eropa pada Bursa Transfer Januari 2025, Termasuk Marselino Ferdinan?
Bintang-Bintang Lokal Timnas Indonesia yang Akan Turun di Piala AFF 2024: Modal Pengalaman di Kualifikasi Piala Dunia