Kisah Jatuh Bangun Greysia Polii: Didiskualifikasi di Olimpiade, Nyaris Pensiun, dan Medali Emas di Depan Mata

oleh Muhammad Adi Yaksa diperbarui 01 Agu 2021, 19:25 WIB
Di babak final ganda putri Olimpiade Tokyo yang akan berlangsung Senin (2/8/2021), Greysia/Apriyani akan menghadapi pemenang antara unggulan kedua Chen Qingchen/Jia Yifan melawan Kim So Yeong/Kong Hee Yong asal Korea Selatan. (Foto: AP/Markus Schreiber)

Bola.com, Tokyo - Sembilan tahun lalu, Greysia Polii didiskualifikasi dari Olimpiade London. Sekarang, kondisinya berbalik 180 derajat. Pebulutangkis berusia 33 tahun itu tinggal selangkah lagi meraih medali emas di kejuaraan yang sama.

Dunia berputar untuk semua orang, begitu pula bagi Greysia Polii. Olimpiade London, Inggris pada 2012 menjadi catatan kelam baginya. Bersama pasangan ganda putrinya, Meiliana Jauhari, ia dilarang meneruskan kiprahnya di Olimpiade London.

Advertisement

Federasi Bulangkis Dunia (BWF), menjatuhkan hukuman diskualifikasi untuk Greysia/Meiliana dan tiga ganda putri lainnya, Jung Kyung-eun/Kim Ha-na, Ha Hung-eun/Kim Min-jung (Korea Selatan), dan Xialo/Yu Yang (China) dengan vonis pelanggaran disiplin.

Keempatnya dianggap melanggar "Code of Conduct" pemain di bawah BWF berturut-turut dengan Pasal 4.5 dan 4.6 yang berisikan "Tidak berusaha sebaik mungkin untuk memenangi pertandingan" dan "Dengan sengaja dan jelas melecehkan dan merugikan olahraga".

Sembilan tahun berselang, Greysia Polii bersama pasangan barunya, Apriyani Rahayu berpeluang untuk mencetak sejarah bagi Indonesia sebagai ganda putri pertama yang mendulang medali emas Olimpiade.

Greysia/Apriyany berhasil lolos ke final Olimpiade Tokyo untuk menantang pasangan China, Chen Qingchen/Jia Yifan di Musashino Forest Sport Plaza BDM, Tokyo, Senin (2/8/2021).

"Begitu banyak orang, bukan hanya saya, telah melalui kesulitan dan momen tidak terlupakan. Saya kira, Olimpiade London mengajari saya untuk tidak pernah menyerah dengan mimpi," kata Greysia Polii dinukil dari laman Olimpiade.

"Saya tahu, saya tidak hanya mengatakannya. Saya ingin bersungguh-sungguh setiap harinya dalam hidup saya. Saya hanya benar-benar berjuang hari demi hari. Ini hanya bonus dari Tuhan bahwa saya bisa berada di sini, di final Olimpiade Tokyo," tutur Greysia Polii.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Sempat Berpikir untuk Pensiun

Pertarungan ketat terjadi sejak gim pertama. Kedua kubu saling jual beli serangan dan sama-sama mampu menunjukkan pertahanan yang kokoh. (Foto: AP/Dita Alangkara)

Greysia Polii kembali berkancah di Olimpiade, kali ini di Rio de Janeiro, Brasil pada 2016 berpasangan dengan Nitya Krishinda Maheswari. Namun, laju keduanya terhenti di perempat final.

Pasca-Olimpiade Rio, Greysia Polii sempat berpikir untuk gantung raket. Alasannya, Nitya Maheswari memilih gantung sepatu gara-gara cedera serius.

Untungnya, Greysia punya pelatih, Eng Hian dan keluarga yang begitu perhatian kepadanya. Dia diminta untuk terus melanjutkan kariernya.

Pertemuannya dengan pebulutangkis berusia 19 tahun, Apriyani Rahayu pada 2017, makin membuatnya mantap untuk tetap eksis di dunia bulutangkis.

"Ini merupakan perjalanan panjang bagi saya. Begitulah cara ketika Anda ingin menunggu dan bertahan. Entah Apriyani datang dari mana, pada 2017, ketika saya hendak pensiun setelah Olimpaide Rio," jelas Greysia Polii.

"Pada 2017, saya berada di Pelatnas PBSI dan akan gantung raket ketika Nitya cedera dan menjalani operasi. Tetapi, pelatih bilang ke saya untuk menunggu lebih dulu dan membantu pemain muda untuk bangkit," terangnya.

Keputusan Greysia bertahan dan menyambar peluang berduet dengan Apriyani ternyata menjadi keputusan yang sangat tepat. 

Pada 2018, Greysia/Apriyani sukses merajai Thailand Open dan prestasi itu membawanya kembali bangkit.

"Lalu, kami memenangkan Thailand Open dan begitu cepatnya kami meraih prestasi. Saat itu, saya merasa 'Oh Tuhan, saya harus berlari empat tahun lagi!'," imbuh Greysia Polii.

"Saya tidak muda lagi. Tapi akhirnya, Apriyani datang. Saya menunggunya untuk waktu yang lama."

"Ini luar biasa. Saya kira situasi dan kondisi di lapangan berpihak kepada kami. Kami hanya ingin memberikan yang terbaik," imbuh peraih medali emas ganda putri di Asian Games 2014 ini.

3 dari 3 halaman

Simbiosis Mutualisme

Penampilan ganda putri Indonesia, Greysia Polii/Apriyani Rahayu, pada laga grup Olimpiade Tokyo 2020, Selasa (26/7/2021). (NOC Indonesia)

Greysia Polii dan Apriyani bak simbiosis mutalisme. Keduanya saling membutuhkan satu sama lain.

"Saya terus memberitahu Greysia, jangan berhenti. Bermain saja dengan saya. Saya juga diyakinkan oleh motivasinya, kerja kerasnya, dan keinginannya untuk menjadi juara," beber Apriyani.

Pada akhir tahun, Greysia dihadapkan dengan musibah berat. Kakak laki-lakinya, Rickettsia, meninggal dunia pada 23 Desember 2020.

Pilu bagi Greysia kian bertambah karena kakaknya pergi hanya sehari setelah ia melangsungkan pernikahan.

Buat Greysia, sang kakak telah diibaratkan sebagai pengganti ayahnya yang lebih dulu wafat saat ia masih kanak-kanak.

Ujian buat Greysia makin berat lantaran beberapa anggota keluarganya juga terpapar COVID-19.

"Saya tahu ini sudah beberapa bulan lalu. Pada 2019, kakak tahu bahwa saya telah memberikan segalanya untuk bulutangkis. Dia puas dengan pencapaian saya," imbuh Greysia.

"Dia mengajari saya berbagai hal. Pada Maret 2020, Olimpiade Tokyo ditunda. Saya pikir dia akan menunggu saya hingga saat ini. Tetapi dia hanya ingin menunggu perpisahan saya, kemudian pergi."

"Kakak saya memberikan segalanya. Saya tidak mempunyai ayah sejak berusia dua tahun. Dia seperti ayahku. Saya pikir saya akan memberikan yang terbaik untuknya dan saya tahu dia menikmatinya dari atas langit," tutur Greysia.