Bola.com, Denpasar - Zaman sudah berbeda, begitu pula sepak bola Indonesia. Setidaknya itu yang dirasakan legenda sepak bola Bali, I Gusti Ngurah Bayu Sutha.
Jika dibandingkan dengan akhir 1990-an hingga awal 2000-an, mungkin orang-orang berpendapat jika Liga Indonesia pada zaman itu lebih baik jika dibandingkan sekarang, yaitu sejak Lga 1 2017 hingga BRI Liga 1 2021/2022.
Soal prestasi Timnas Indonesia, jangan ditanyakan lagi. Jelas lebih baik jika dibanding zaman sekarang. Hal ini yang sedang diperhatikan Bayu Sutha. Mantan bek tengah Persib Bandung ini menilai ada cukup banyak perbedaan yang terjadi di Liga Indonesia.
Komparasinya adalah ketika dia masih bermain di Divisi Utama. Bayu Sutha tidak mau membandingkan bagaimana jalannya Liga 1 dengan Divisi Utama.
“Kalau membandingkan seperti tidak apple to apple. Lain dulu lain sekarang. Ada baik dan buruknya. Sekarang misalnya sudah zaman media sosial,” terangnya.
Tapi, yang dia amati sekarang adalah bagaimana seorang pesepak bola sangat tenar jika dibandingkan saat dia atau seniornya terdahulu masih aktif sebagai pesepak bola profesional. Media sosial sangat berperan penting di balik ketenaran pemain saat ini.
Efek positifnya jelas menaikkan pamor dan makin banyak orang yang mengenal pemain tersebut. Tapi, efek negatifnya juga ada. Jika ada pemain muda yang sudah terkenal, Bayu Sutha menilai bukan tidak mungkin pemain tersebut terkena star syndrome yang berkorelasi langsung dengan performa pemain di media sosial.
“Kalau waktu itu pemain fokusnya di karier dan tidak di media sosial. Kalau dihujat suporter, pemain menanggapinya biasa saja dan justru akan menunjukkan performa terbaik. Kalau sekarang saat main jelek dan dihujat, pemainnya pusing sendiri,” ucapnya.
“Saya ini ngomong kenyataan. Khusus untuk pemain muda, kalau bisa jangan star syndrome. Pemain muda harus punya motivasi besar untuk bisa lebih baik dari pesepak bola generasi sebelumnya,” ucap Bayu Sutha.
Video
Tiga Faktor yang Bikin Karier Meredup
Memang apa yang dikatakan pria 44 tahun tersebut benar. Tanpa disebutkan siapa pemain tersebut, sudah ada pemain muda yang kariernya mulai meredup karena status kebintangan.
Bayu Sutha lantas berpesan kepada pemain muda agar memiliki tujuan jelas di dunia sepak bola. Dia tidak ingin pesepak bola muda terjerumus di dunia “berbeda” dan jauh dari sepak bola.
“Sekarang mereka mau main bola atau jadi selebritis? Perlu dicatat, menjadi seorang pesepak bola tidak abadi,” ujarnya.
Dia mengungkapkan tidak mungkin seorang pesepak bola bermain terus menerus. Tentu ada siklus kehidupan dan karier yang harus dijalani mereka.
“Tidak mungkin selamanya mau jadi pemain. Pasti ada penurunan performa. Sebagai pemain, bisa dikatakan mereka berperang dengan waktu. Untuk pemain muda saya tekankan, ada tiga faktor karier pemain itu meredup. Sakit, star syndrome, dan penurunan performa. Dunia sepak bola itu kejam,” ujar Bayu Sutha.
Apa yang diucapkannya, bisa diibaratkan sebagai tebu. Tebu bisa dinikmati rasa manisnya, tetapi sepah-sepahnya dibuang.
“Kalau mereka bisa berprestasi, tentu dihargai setinggi langit. Kalau bisa berprestasi dan mengharumkan nama Indonesia, seluruh masyarakat akan ingat mereka,” jelasnya.