Dua Penyesalan Leonard Tupahamu dalam Karier Sepak Bola, Ada di Persija dan Bali United

oleh Iwan Setiawan diperbarui 28 Agu 2021, 13:00 WIB
Bek Bali United, Leonard Tupamahu, menggiring bola saat melawan Bhayangkara FC pada laga Piala Presiden 2019 di Stadion Patriot, Bekasi, Kamis (14/3). Bhayangkara menang 4-1 atas Bali. (Bola.com/Yoppy Renato)

Bola.com, Malang - Penyesalan selalu datang belakangan. Kalimat itu pun berlaku di dunia sepak bola, terutama bagi bek tengah senior Bali United, Leonard Tupamahu.

Leonard Tupamahu belum lama ini mengungkapkan penyesalan dalam karier sepak bolanya. Bek Bali United itu mengungkapkan dalam kanal Youtube Akurasi TV bahwa ada dua penyesalan dalam kariernya.

Advertisement

Penyesalan pertama yang dirasakan bek berusia 38 tahun itu terjadi pada awal kariernya. Dia belum sempat memberikan gelar juara untuk klub yang membesarkan namanya, Persija Jakarta.

"Selama di Persija, saya menyesal belum bisa membawa tim juara. Sekitar 6,5 tahun di sana, hampir terus. Mungkin tiga kali menjadi runner-up di kompetisi. Sekali di kompetisi dan peringkat ketiga di Copa Indonesia. Padahal ini tim yang membesarkan nama saya," kenang Leonard Tupamahu.

Kemudian setelah bergabung dengan Bali United pada masa senja kariernya, Leonard Tupamahu berhasil menjadi juara di Liga 1 2019. Gelar juara itu datang di usia yang tidak lagi muda, yaitu 36 tahun.

"Rasanya masih penasaran di Persija. Tapi ya sudah, itu sudah masa lalu," ujar Leonard Tupamahu.

2 dari 3 halaman

Penyesalan Kedua

Bek Bali United, Leonard Tupamahu, melakukan protes saat melawan Bhayangkara FC pada laga Piala Presiden 2019 di Stadion Patriot, Bekasi, Kamis (14/3). Bhayangkara menang 4-1 atas Bali. (Bola.com/Yoppy Renato)

Untuk yang kedua, Leonard Tupamahu baru saja mengalami beberapa waktu lalu. Tepatnya ketika Bali United beruji coba melawan Persis Solo di Stadion Manahan, Solo, Juni 2021.

Dalam laga tersebut, Leo dikartu merah oleh wasit setelah memukul pemain Persis, Delvin Rumbino. Kejadian tersebut membuatnya mendapatkan banyak kecaman di media sosial.

"Penyesalan selanjutnya, saya memukul itu. Kejadian saat melawan Persis Solo. Jujur, menyesal juga saat itu karena saya melakukannya di usia seperti ini. Tidak pantas untuk diperlihatkan. Tidak bisa dicontoh untuk pemain muda di sepak bola Indonesia," ujar Leonard.

Bek Bali United itu juga mengaku jika kontrol emosi menjadi sebuah hal yang menjadi fokusnya selama ini. Namun, justru dalam laga uji coba, Leonard justru lepas kendali.

"Saya kehilangan kontrol emosi. Sebuah hal yang sebenarnya saya jaga dalam hidup. Apalagi sekarang media sosial lumayan keras dalam hal kritik," imbuhnya.

3 dari 3 halaman

Hadapi Dua Era Media Kritik yang Berbeda

Bek Bali United, Leonard Tupamahu (kanan) menjaga pergerakan striker Persita Tangerang, Nur Hardianto dalam laga matchday ke-3 Grup D Piala Menpora 2021 di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Jumat (2/4/2021). (Bola.com/M Iqbal Ichsan)

Menyangkut soal kritik dari suporter pada era saat ini, Leonard Tupamahu melihat pesepak bola mendapatkan ujian berat yang harus dihadapi di luar lapangan. Dua hal itu dihadapi ketika bermain buruk atau tim menelan kekalahan. Kekecewaan suporter di area stadion dan kritik di media sosial harus dihadapi.

"Dulu saya masih ingat ketika bermain di Persija. Suporternya, The Jakmania, hanya datang ke stadion, bernyanyi, dan selesai. Mungkin kritik dilakukan ketika di sekitar stadion. Seperti ketika seperti menghadapi Arema FC, suporter kritis, jadi ketika main buruk langsung diteriaki di lapangan," kisah Leonard.

"Ketika tim kalah, mereka demo di luar stadion. Tapi sekarang, ada media sosial yang bisa keras memberikan kritik. Dua hal itu tidak mudah dihadapi. Namun, bisa berhasil taan dari tekanan itu, saya yakin bisa menjadi pemain yang lebih hebat," lanjutnya.

Semasa muda, Leonard Tupamahu mendapatkan masukan dari mantan pelatih Timnas Indonesia era 2000-an, Peter Withe.

"Pelatih saya dulu pernah bilang kalau kalah tidak usah baca koran. Kalau sekarang, tidak usah baca komentar. Dengar saja kata-kata pelatih dan teman-teman yang dianggap mengerti sepak bola. Bukan berarti suporter atau netizen tidak mengerti, tapi kami harus pilih mana yang layak didengarkan," pungkasnya.