Bola.com, Jakarta - Tak banyak pesepak bola atau mantan pemain yang mendapat anugerah serta apresiasi luar biasa, yakni patung dirinya di dua tempat berbeda. Satu di antara yang langka tersebut adalah Laurie Cunningham, yang posenya menjadi ikon di markas Leyton Orient dan bagian luar Stadion The Hawthorns, markas West Bromwich Albion.
Bagi penggemar sepak bola Inggris, nama Laurie Cunningham tak asing lagi. Tapi, ceritanya di kehidupan nyata harus berakhir secara tragis, dengan jalan ke arah sana yang tak menentu.
"Jika saat itu kami tak mengenakan sabuk pengaman dengan benar, kami semua sudah meninggal dunia, termasuk Laurie," kata Cyrille Regis.
=====
Jika Anda sedang berada di sebuah taman kecil di sisi timur kota London, Inggris, dan hanya sepelemparan batu dari markas Leyton Orient, ada patung istimewa. Karya seni tersebut memvisualkan secara gamblang sosok pesepak bola fenomenal yang pernah memerkuat Orient.
Yup, di dunia nyata, patung itu adalah Laurie Cunningham. Sosok yang satu ini identik dengan penggambaran satu kata : balet. Hal itu sesuai dengan aksi nyata Laurie Cunningham ketika berada di lapangan pada era 1970-an.
Namanya melegenda setelah menjadi bintang di liga domestik Inggris, plus pemain pertama asal Britania Raya yang bergabung dengan Real Madrid. Kalangan media di Inggris menyebutnya sebagai pemain pertama berkulit hitam yang mewakili Inggris berada di Spanyol. Tak heran jika ketika berkarier di sana, sempat menjadi korban aksi rasialis.
Namun, aksinya di lapangan membuat siapapun terkagum-kagum. Mantan Pelatih Timnas Spanyol dan mantan rekan setim Laurie Cunningham di Real Madrid, Vicente Del Bosque memberinya julukan luar biasa. "Dia adalah Cristiano Ronaldo di era itu," tegasnya.
Sayang, jalan awal hidup yang sukses, harus berakhir tragis yang membuat banyak orang sedih dan kecewa. Ia meninggal karena kecelakaan hebat kala mengendari mobil bersama rekannya, Cyrille Regis. Nama terakhir selamat pada peristiwa 31 tahun silam.
=====
Laurie Cunningham besar di area utara kota London. Di lapangan, ia mendapat deskripsi sosok yang introvert dan cenderung pendiam. Hal itu kontra dengan gaya bermain dan kecintaanya terhadap dansa ata menari.
Dianggap Gagal
Setelah bergabung dengan tim junior Highhate North Hill pada 1968, ia sanggup menunjukkan talenta luar biasa. Arsenal melihatnya, lalu tertarik. Laurie Cunningham mendapat kesempatan melakoni uji coba, termasuk kontrak dengan status pelajar pada 1970.
Sayang, gaya bermain Arsenal dengan metode 'give and go', tak sesuai dengan warna permainannya. Sistem itu nyaris tak memberi ruang bagi Laurie Cunningham untuk memaksimalkan kecepatan, gocekan dan layanan bagi striker.
Pada 1972, Arsenal melepas Laurie Cunningham dengan catatan yang sangat menyesakkan : bukan materi yang tepat. Pada akhirnya, Arsenal menyesal ketika melepas sang pemain, karena di masa depan, dia justru menjadi ikon liga, plus terbang ke Real Madrid dengan harga transfer fantastis.
Setelah ditendang Arsenal, Laurie Cunningham sempat kehilangan keseimbangan. Beruntung, ada Leyton Orient yang menyelamatkan kariernya. Dia melakoni debut pada usia 18 tahun, tepatnya 3 Agustus 1974, dalam laga persahabatan kontra West Ham United.
"Kami kalah 0-1, tapi Laurie Cunningham sungguh luar biasa. Dia selalu lari, lari dan lari mendribel bola di seluruh area Upton Park. Dia sungguh fenomenal," ucap fans Orient kompak, ketika itu.
Bagi publik Inggris, gaya bermain Laurie Cunningham merefleksikan kegemarannya di luar lapangan. Dia sangat menyukai menari, dunia fesyen, melukis, arsitektur dan tentu saja, wine. Ketika tak bermain, sebagian besar waktunya habis di lantai dansa, terutama di Crackers dan Tottenham Royal.
Selama 3 tahun di Orient, Laurie Cunningham melakoni 75 pertandingan dengan koleksi 15 gol. Ia lalu dijual ke West Bromwich Albion, dan kembali menemukan sinar yang luar biasa.
Meski sering menjadi korban tindakan rasial para pendukung lawan, permainan Laurie Cunningham tak terpengaruh. Ia tetap seorang pemain sayap yang lincah, dengan ketajaman luar biasa.
Pada 27 April 1977, Laurie Cunningham mendapat hadiah istimewa, yakni kali pertama mengenakan kostum Timnas Inggris, tepatnya di level U-21. Ia langsung mencetak gol dalam pertandingan kontra Skotlandia di Bramall Lane.
Namun, titik luar biasa Laurie Cunningham terjadi pada 1978/1979. Bersama Batson dan Cryrille Regis, mereka menjadi trio mematikan bagi setiap lawan West Bromwich Albion (WBA). Mereka nyaris menjadi jawara, sebelum kalah bersaing dari Liverpool dan Nottingham Forest, pada akhir musim.
Saat itu, trio Batson, Cunningham dan Regis memang bukan yang pertama berkulit hitam bermain bareng. Namun, trio tersebut sanggup tampil konsisten alias reguler. Alhasil, mereka terkenal dengan sebutan 'Three Degrees', setelah julukan itu kali pertama terucap dari Ron Atkinson.
"Semua orang terdiam ketika mereka berhasil mengalahkan Manchester United dengan skor 5-3 di Old Trafford pada Desember 1978. Seluruh penonton berdecak kagum, dan semua orang serempak berkata : wow," cerita Viv Anderson, mantan bek Nottingham Forest, yang berulangkali menjadi saksi ketajaman trio kulit hitam tersebut.
"Saat itu sedang ada gosip luar biasa tentang pemain berkulit hitam, yang disebut banyak orang pemain malas, enggan bertarung, tidak suka dingin dan tak bisa menekel. Semua itu hilang setelah penampilan kami, meski isu itu tak ada di West Bromwich," jelas Brendan Batson, yang kini berusia 68 tahun.
Efek Tajam
Efek dari penampilan menawan musim tersebut, membuat Laurie Cunningham semakin berjaya. Setelah tak sepakat tentang nilai perpanjangan kontrak, ia bersiap melanglangbuana ke Eropa. Kali ini, Real Madrid langsung menangkap peluang itu.
Real Madrid dan West Bromwich sepakat terkait transfer Laurie Cunningham. Kala itu, nilai jual sang pemain berada di titik 950 ribu pounds, alias rekor baru untuk dua klub.
Kedatangan Laurie Cunningham ke Bernabeu pada 1979 berada di waktu yang tepat karena sedang terjadi perubahan besar di Spanyol. Diktator Spanyol, Francisco Franco mengakhiri kekuasaannya setelah 36 tahun, dan empat tahun berselang dia meninggal dunia.
Di lapangan, semua berjalan lancar bagi Laurie Cunningham. Ia mencetak gol ke gawang AC Milan pada laga pramusim. Setelah itu, giliran gawang Valencia dijebol dua kali Sang Penari saat debut di Liga Spanyol. Sayang, ketika sedang 'on fire' ia harus cedera, dan menyingkir beberapa pekan.
Momen spesial terjadi pada El Clasico pertamanya, 10 Februari 1980. Laurie Cunningham berada di Camp Nou, dan memberi penampilan luar biasa. Saat itu, Real Madrid menang 2-0, dan meninggalkan jejak kekaguman terhadap penampilan pemain asal Inggris. "Dia luar biasa, tak pernah berhenti mengancam. Dia seolah menyetir permainan kami dengan dribel yang gila, kecepatan dan skill mengagetkan," sebut Migueli, Bek Barcelona.
Pada momen itu juga, fans Barcelona memberi tepuk tangan tanda apresiasi terhadap penampilan Laurie Cunningham bersama Real Madrid. Beberapa bulan kemudian, Laurie Cunningham menjadi bagian tim yang berhasil menjadi jawara untuk kali ke-20, plus trofi Copa del Rey.
Cedera memang membatasi penampilan Laurie Cunningham bersama Real Madrid. Tapi, Si Putih sudah menyadari kemampuan sang pemain untuk dikirim ke fase reguler.
Sampai pada akhirnya, Laurie Cunningham harus menjadi bagian dari ketidakberdayaan ketika terkait Francisco Bizcocho, pemain Real Betis. Peristiwa pada November tersebut, membuatnya mengakhiri musim 1980/1981 dengan lebih cepat.
Godaan dunia malam tak bisa ditolak Laurie Cunningham. Ketika foto-foto Laurie Cunningham tengah berada di klab malam beredar, kalangan media massa yang tadinya menyukai, berbalik arah. Dia dicap sebagai playboy, dan seolah tak serius untuk mengembangkan talenta.
Setelah enam bulan cedera, ia kembali membela Real Madrid. Kali ini, Real Madrid bersua Liverpool di final Piala Champions. Sebelum laga, seorang petinggi Real Madrid membisikkan kalimat yang memberi sinyal awal kehancuran karier Laurie Cunningham. "Jika kamu bermain buruk, masa depanmu di Real Madrid sudah habis," kata sang petinggi.
Tak Menguntungkan
BBC menulis, laga pada 27 Mei 1981 tersebut tak menguntungkan Laurie Cunningham. Meski bertajuk laga akbar, kondisi lapangan tak mendukung. Penyebabnya, sehari sebelum final, Stadion Parc des Princes dipakai pertandingan rugby.
Oleh karena itu, permainan dua tim tak maksimal, dan 'bak neraka' bagi Laurie Cunningham. Real Madrid kalah karena gol Alan Kennedy pada menit ke-83, dan malapetaka menghampiri Laurie Cunningham.
Karier di Real Madrid meredup, dan membuat Laurie Cunningham kembali ke Inggris. Sayang, bukan pekerjaan mudah lagi baginya untuk mengepakkan sayap buas di jenjang sepak bola. Sebelumnya, Laurie Cunningham kalah di Real Madrid setelah klub raksasa Spanyol tersebut mendatangkan pemain asal Belanda, Johnny Metgod.
Laurie Cunningham memutuskan pergi dari Real Madrid, dan rela berstatus pemain pinjaman di Manchester United. Ia bereuni dengan mantan bos di West Brom, Atkinson. Sayang, hal itu tak berjalan seperti dulu, dan tak sukses.
Setelah itu, selama limamusim ia hanya berstatus pinjaman dari satu klub ke tim lain. Ia pernah berkostum Sporting Gijon, Marseille, Leicester City, Rayo Vallecano dan Wimbledon. Laurie Cunningham pernah mencatat hal bagus ketika berkostum Wimbledon dan Rayo.
Ia menjadi jawara Piala FA 1988, meski bermain dari bangku cadangan. Laurie Cunningham juga membantu Rayo promosi ke La Liga pada 1989. Namun, semua itu tak membawanya kembali ke kejayaan.
Kehidupan di luar lapangan juga berat bagi Laurie Cunningham. Dua kisah asmara berujung dua anak. Selain itu, ia juga gagal dalam berinvestasi di sektor finansial. Alhasil, kisah kesuksesannya tak sepanjang prediksi banyak orang. Ia gagal.
====
Pada akhirnya, kisah Laurie Cunningham berujung tragis pada 15 Juli 1989. Di pagi hari, setelah menghabiskan waktu di klab malam bernama O Madrid, ia mengendarai mobil menuju ke La Coruna. Dia tak sendiri, ditemani Mark Latty.
Tragedi Kecelakaan
Dalam perjalanan, ia mencoba mendahului sebuah mobil, tapi tak melihat ada mobil lain. Tak ayal, benturan terjadi dan saat itu Laurie Cunningham tidak mengenakan sabuk pengaman.
Ia gagal mengendalikan mobil, dan akhirnya menabrak tiang lampu dan terguling beberapa kali. Laurie Cunningham dibawa ke rumah sakit, tapi nyawanya tak bisa diselamatkan. Saat itu, usianya 33 tahun. Sedangkan Latty selamat dari kecelakaan hebat tersebut.
Laporan pemeriksaan mengungkapkan, Laurie Cunningham memiliki kadar alkohol tiga kali lebih banyak dari limit. Setelah kejadian, Cyrille Regis menceritakan kalau hal itu sudah pernah terjadi beberapa tahun sebelumnya.
"Jika saat itu kami tak mengenakan sabuk pengaman dengan benar, kami semua sudah meninggal dunia, termasuk Laurie," kata Cyrille Regis.
Saat Laurie meninggal, dunia bersedih. "Sungguh tragis dengan apa yang terjadi terhadap Laurie. Tapi, sungguh nikmati melihatnya bermain. Saya pikir kami semua beruntung bisa melihat saat-saat terhebatnya," ucap Brendon Batson, mantan rekan Laurie di West Brom.
Sumber : Marca, BBC, Football London
Baca Juga
Kejutan, Kode Keras Erick Thohir Tegaskan Rela Mundur dari Ketum PSSI, jika...
Panas Usai Dihajar Jepang, Ini 5 Hot News Timnas Indonesia yang Bikin Perasaan Fans Campur Aduk : Curhat Kevin Diks sampai Ancaman Evaluasi
Bikin Geger, Pengakuan Shin Tae-yong dan Sindiran Keras Malaysia Setelah Timnas Indonesia Disikat Jepang, Ini 5 Hot News Tim Garuda