Bola.com, Jakarta - Siapa tak kenal dengan Charis Yulianto. Dia merupakan mantan kapten Timnas Indonesia dan satu di antara stoper tangguh pada era 2000-an.
Sekarang, Charis menikmati profesinya sebagai pelatih. Dia sempat jadi asisten pelatih Borneo FC, Arema FC dan kini jadi pelatih kepala klub Liga 3, NZR Sumbersari.
Semasa jadi pemain, dia selalu membela tim besar. Mulai Arema, Persija Jakarta, PSM Makassar, Persib Bandung hingga Sriwijaya FC sempat dibelanya.
Tapi Charis tak meraih kesuksesan itu dengan mudah. Ada masa-masa sulit yang harus dijalani penuh dengan pengorbanan. Terutama di saat dia merintis menuju pesepak bola profesional di tanah kelahirannya, Blitar.
“Dulu saya mengawali main sepak bola di PSBI (Blitar) untuk Piala Suratin. Ingin jadi pemain bola atas keinginan sendiri. Tidak ada dukungan dari orang tua. Saya pernah nguli (bangunan) untuk beli sepatu bola,” kenangnya.
Untuk sekedar punya sepatu, Charis harus berjuang dengan keringatnya sendiri.
Kerja keras dan tekad besarnya mulai membuahkan hasil. Setelah dari PSBI, Charis memutuskan merantau ke Surabaya bergabung dengan klub amatir KSI. Di sana, dia mulai dapat pembinaan dan bisa fokus penuh di sepak bola.
“Waktu itu, memutuskan ke pergi ke wilayah main untuk main bola juga keinginan sendiri,” sambung Charis Yulianto.
Jalan Terbuka
Di Surabaya, jalan jadi pesepak bola professional mulai terbuka. Charis Yulianto dipanggil mengikuti POPNAS (Pekan Olahraga Pelajar Nasional) sampai Persebaya Junior.
“Saya sempat magang di Persebaya pada Ligina 2. Setelah itu diikutkan seleksi Timnas Indonesia untuk proyeksi latihan di Italia (program Baretti). Saya dan Uston Nawawi yang lolos dan ke Italia waktu itu,” kenangnya.
Itu jadi titik balik karier Charis. Karena dia berasal dari Blitar, main bola tanpa dukungan penuh dari orang tua. Tapi bisa menembus pemusatan latihan dengan Timnas Indonesia ke Italia.
“Bisa dibilang 1000 : 1 kesempatan ke Italia. Tapi di saya, saya harus adaptasi dengan cuaca, makanan dan lainnya. Hampir 2 minggu saya tidak bisa makan. Karena menunya pokoknya spaghetti. Saya hanya makan ayamnya saja,” kenang dia.
Kembali dari Italia, ke Arema dan Kena Sanksi
Selesai pemusatan latihan di Italia, Charis ditampung Arema Malang tahun 1996. Dengan modal pernah berlatih di Italia, dia mulai diperhitungkan sebagai pemain muda. Sayangnya, di musim 1998, dia harus berhenti sejenak dari sepak bola.
“Saya kena sanksi dua bulan waktu itu karena berkelahi dengan Stenly Mamuaya. Jadi tidak main bola dua bulan itu. Jadi sebuah pelajaran berharga bagi saya,” kenangnya.
Ketika muda, Charis dikenal bek yang tanpa kompromi. Dia sering membuat striker jatuh bangun karena permainannya yang keras. Wajar jika dia sering bersitegang dengan striker lawan.