BAGI Rory, dunia digital adalah sesuatu yang tak pernah ada dalam benaknya. Boro-boro mengerti atau mengoperasikannya, sekadar memiliki gadget canggih dengan beragam fitur, juga nyaris tidak masuk kea lam pikirannya.
Tapi itu dulu, sekitar tiga tahun lalu, kala dirinya harus rela kehilangan pekerjaan tetap. Meski sekadar menjadi pekerja di sektor pemasaran dari sebuah perusahaan alat kesehatan, status gaji tetap yang datang tiap bulan sudah membuatnya Bahagia.
Sekadar catatan, bidang pemasaran ini menjadi kata yang lebih halus dari pekerjaannya yang harus keliling ke beberapa tempat, terutama perumahan-perumahan yang ada di sebuah kota di provinsi Jawa Tengah. Beruntung, ia tetap mendapat gaji bulanan.
Namun, cerita tersebut tertutup karena secara mendadak, ‘surat cinta’ yang tak berisi kasih saying, justru mendarat di rumahnya. Yup, perusahaan tempatnya bekerja mendadak kehilangan kontrol keuangan, sehingga harus mengurangi jumlah karyawan dalam jumlah yang banyak. Ironisnya, Rory menjadi satu di antara yang harus mengalami nasib tak mengenakkan tersebut.
“Keesokan hari ketika melihat tranferan kompensasi PHK, saya terkejut. Hanya sebulan gaji, dan tanpa ada turunan apapun mengikuti masa kerja. Sungguh frustrasi, dan sempat dua pekan saya tak bisa berkomunikasi,” kenang Rory, yang ditemui penulis beberapa waktu lalu, di rumahnya, di Purwokerto, Jawa Tengah.
Rory pasrah bercampur marah, putus asa, bingung dan hal negatif lain yang merasuki pikirannya. Bagaimana tidak, ia masih memiliki tanggungan dua anak yang duduk di kelas 3 SMP dan kelas 1 SD. Dahinya selalu mengernyit ketika mengingat harus menyiapkan dana tak sedikit untuk anak yang akan masuk ke sekolah menengah atas.
Setelah dua pekan, dia memutuskan untuk berkunjung ke sobat karibnya di kota Banjarnegara, sekitar 1,5 jam perjalanan dari Purwokerto menggunakan sepeda motor. Tampang lusuh, jaket berdebu, plus doku yang minim, membuatnya terlihat memelas.
Sang karib, Nanang menyambut sobatnya dengan terkejut, meski sudah tahu apa yang akan diceritakan Rory. “Gini saja, coba pikirkan untuk memulai bisnis kecil-kecilan sesuatu yang kau senangi sejak lama ; bikin donut,”. Kalimat bernada saran itu keluar dari mulut Nanang kepada Rory, di penghujung obrolan.
Singkat fakta cerita ini, selang tiga bulan kemudian, Rory meluncurkan produk donut buatannya dengan merek khusus. Ada enam rasa pilihan dan dua bentuk donut yang diproduksinya. Tapi, kala itu, bukan pekerjaan mudah menembus pangsa pasar bisnis kue seperti donut di area Purwokerto. “Pesaingnya bukan pebisnis, tapi para remaja putri dan ibu-ibu yang memang terbiasa bikin donut,” curhatnya.
Beragam promosi sudah dilakukannya, baik melalui metode mulut ke mulut, potongan harga sampai pengumuman via media social seperti Facebook serta membuat akun Instagram. Sayang, usaha kecilnya tak terdongkrak.
Sampai pada suatu waktu, tepatnya 20 November 2021, saat Rory tengah duduk di teras rumah, ada temannya datang. Teman biasa saja, tapi pada akhirnya menjadi pintu awal nan krusial baginya menuju kesuksesan.
“Dia menyapa dengan sederhana tapi menusuk, ‘semangat bro, kutraktir makan ya, tunggu kupesan dulu pakai aplikasi’. Itu membuat saya langsung termenung,” kata Rory. Deg…hati kecilnya terketuk, lalu penasaran, tapi kemudian bingung mau ‘ngapain’ dulu alias memulai dari mana.
Ketika sang teman meng-order makanan via GoFood, saat itu kunci jawaban sudah terbuka. “Tanpa piker panjang, saya nyerocos tanya ke teman bagaimana cara agar produk donutku ada di sana, yang saya sebut waktu itu aplikasi hijau,” sebut Rory, sambal terkekeh. Tak sampai sebulan dari survei produk dan lokasi tim Gojek, donut special ala Rory sudah nangkring di GoFood dan beberapa aplikasi lain.
======
Cerita seperti Rory yang ada di Purwokerto menjadi satu di antara sekian ribu, bahkan mungkin jutaan mitra usaha deretan aplikasi teknologi seperti Gojek, Grab atau e-commerce, yang ada di Indonesia. Keberadaan sistem pemasaran dengan daya dukung teknologi tinggi, membuat sektor industri mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia merasakan benefit luar biasa.
Maklum, kala Indonesia ‘kedatangan tamu’ kali pertama kasus Covid-19 pada 2 Maret 2020, tak ada yang menyangka efek sampingnya adalah pandemi. Tak heran jika roda UMKM yang selalu kurang bagus, menjadi korban pertama. Mereka harus berjuang keras dengan segala macam kompleksitas masalah.
Namun, seiring ragam terobosan di sektor teknologi, membuat iklim industry UMKM di Indonesia mulai membaik. Peran platform e-commerce dan aplikasi teknologi seperti Gojek, menjadi sangat krusial. Mereka menjadi jembatan paling efektif untuk menghubungkan penjual dan pembeli.
Gojek misalnya, berani melakukan beragam terobosan agar bisa menikkan derajat kalangan UMKM di Indonesia, terutam selama pandemi berlangsung. Perusahaan berjenis serupa yang beroperasi di Indonesia juga memberi banyak cara agar UMKM tetap bisa menjangkau konsumen.
Oleh karena itu, sejak pertengahan tahun lalu, ada banyak inisiatif dari perusahaan-perusahaan ‘jembatan’ tersebut untuk mengangkat kinerja UMKM. Satu di antara yang menonjol misalnya, kampanye khusus superapp Gojek melalui hashtag ‘MelajuBersamaGojek’. Terobosan ini mendapat banyak sorotan positif karena menyediakan solusi terbaik, dari sisi inklusif sampai komprehensif. Langkah ini menjadi sebuah bukti nyata kalau ekosistem digital juga bisa diisi kalangan UMKM, yang notabene pada awalnya belum tahu harus ‘ngapain’ dengan benda-benda digital.
Jika merujuk pada #MelajuBersamaGojek, rangkaian nilai positif tersebut datang dari maksimalisasi ekosistem di Gojek itu sendiri. Artinya, langkah ini menjadi pioneer bagi perusahaan yang bergerak di level serupa. Efek positifnya, UMKM akan lebih mudah dan lebih cepat menerapkan digitalisasi dalam segala sisi operasional bisnis dan administrasi, yang pada akhirnya tercipta UMKM sehat serta sejahtera.
Selain menyediakan solusi yang komprehensif untuk UMKM seperti layanan pengiriman GoSend dan GoBox, Gojek juga bekerja sama dengan berbagai pihak lainnya termasuk mitra pembayaran seperti QRIS dan Link Aja, dan penyedia logistik Pos Indonesia, Paxel, dan JNE. Setahun lalu, Co-CEO Gojek, Andre Soelistyo mengakui, pandemi Covid-19 menjadi momen sulit bagi lebih dari 64 juta UMKM yang ada di Indonesia. Ia mengingatkan, lini bisnis ini menjadi satu di antara tiang utama penyangga stabilitas ekonomi di Indonesia.
Terobosan untuk UMKM
“Sejak awal berdiri, mendorong pertumbuhan UMKM adalah DNA Gojek, dan di periode penuh tantangan ini kami terus berupaya mengembangkan solusi yang lengkap, inklusif, dan mudah diterapkan yang membantu UMKM mempertahankan bisnis sekaligus mengembangkan skala usahanya,” ungkap Andre.
Bukan sekadar ucapan pemanis. Gojek merealisasikan rencana tersebut dengan menyediakan seluruh potensi ekosistem Gojek demi para pebisnis UMKM. Di level ini ada produk Selly, GoBiz, Moka, GoSend dan GoBox, GoPay, GoFood, GoShop, plus banyak program pelatihan demi peningkatan kapasitas UMKM. Langkah ini juga dilakukan Grab dengan memberikan fasilitas mulai dari GrabFood, GraExpress, GrabMart sampai Jastip.
Secara khusus, dalam laporan terbaru dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universita Indonesia, beragam solusi dari Gojek memberi efek positif. Setidaknya, mitra driver dan pelaku UMKM bisa terbantu dalam percepatan ekonomi, terutama di bidang peningkatan pendapatan.
Laporan tersebut mengungkapkan, sektor pendapatan dari ekosistem digital Gojek, terutama dari segmen UMKM, memberi dampak luar biasa. Secara umum, apa yang ada di Gojek dan GoTo Financial, memiliki titik akumulasi Rp249 triliun pada tahun 2021 ini, alias 1,6 persen dari PDB Indonesia.
Alfindra Primaldhi, anggota tim penelitis LD FEB UI mengungkapkan, riset keempat dalam empat tahun terakhir ini menunjukkan dampak ekosistem Gojek yang luar biasa dari sisi sumbangsih perekonomian nasional.
Tahun lalu, penekanan riset tertuju ke ekosistem Gojek yang dipacu untuk membantu mitra, terutama pelaku UMKM. Nah, hasil riset tahun ini adalah mayoritas mitra, termasuk pelaku UMKM, berhasil memulihkan pendapatan. Pelaku UMKM yang masuk ke area GoFood menjadi penyumbang terbesar efek kontribusi ekosistem Gojek tersebut, lalu disusul driver GoCar dan GoRide.
Statistik menunjukkan, kenaikan pendapatan pelaku UMKM yang menggunakan platform GoFood berada di angka 66 persen pada 2021 dibanding tahun lalu. Sementara dua bidang lain berkisar 24 persen dan 18 persen.
Hal lain yang menjadi titik cemerlang terobosan ala Gojek guna menyokong kesehatan para pelaku UMKM di Indonesia adalah menjembatani kepentingan yang bisa memberi ‘win-win solution’. Beberapa fakta yang berhasil dihimpun antara lain, peranan positif Gojek dalam membuka akses kepada fasilitas permodalan. Pada area ini, superapp Asia Tenggara ini sanggup menjadi menghubungkan pelaku UMKM dengan berbagai Lembaga keuangan.
Langkah lain yang tergolong krusial adalah mengupayakan akses ke pasar. Realisasi dari poin ini antara lain program promosi mendorong daya beli serta bermitra dengan pemerintah. Terakhir, langkah brilian yang dikembangkan Gojek adalah akses ke program pelatihan peningkatan kapasitas UMKM. Beberapa realisasi dari poin terakhir ini adalah pelatihan skill kewirausahaan, manajemen bisnis dan pengenalan pemasaran online.
Memberi Bukti
Sebenarnya tak hanya Gojek yang melakukan beragam terobosan terkait pengembangan usaha para pelaku UMKM. Grab dan sederet pasar online alias e-commerce menggelar hal yang tak berbeda, namun dari sisi variasi masih kurang komplet serta kompleks dibanding Gojek. Nah, ragam ‘layanan’ ala Gojek itu pula yang membuat pelaku UMKM seperti Rory akhirnya bisa tersenyum.
======
“Awalnya juga tak mudah ketika sudah masuk ke list GoFood. Butuh konsistensi kualitas dan layanan agar dapat bintang lima,” ungkap Rory. Yup, bagi Rory dan seluruh pelatih usaha UMKM, kini menjaga kualitas produk serta layanan terhadap konsumen menjadi tugas tak ringan.
Namun, jika dibandingkan dengan efek positifnya, Rory mengaku tak terlalu terbebani. Bagaimana tidak, setelah beberapa bulan bergabung, produk UMKM donut miliknya terus berkembang. Kini, di masa sudah mulai ramai kembali, ceruk bisnis donutnya semakin naik.
Hebatnya, kini Rory mengaku selalu memberi bonus terhadap konsumen atas paket donut yang dijualnya. “Bisa air mineral dalam kemasan sampai minuman energi. Mungkin marginnya berkurang, tapi kepuasan pelanggan / pembeli adalah segalanya,” tegasnya.
Sebuah cara bisnis yang berorientasi kontinyuitas ala Rory yang berbuah manis. Paling tidak, kini Rory sudah bisa menyekolahkan anak pertamanya di sebuah universitas bergengsi di kota Bandung, Jawa Barat. Semoga, akan muncul Rory-Rory berikutnya yang bisa semakin mengokohkan sendi perekonomian bangsa ini.