Bola.com, Surabaya - Laga akbar bertajuk Derbi Jatim bakal tersaji akhir pekan ini. Arema FC dijadwalkan bersua Persebaya Surabaya pada pekan ke-11 BRI Liga 1 2021/2022 di Stadion Manahan, Solo, Sabtu (6/11/2021) malam.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa dua tim ini terlibat dalam rivalitas sejak lama. Pertemuan antara Arema dan Persebaya Surabaya selalu melahirkan persaingan sengit di dalam lapangan. Tak jarang, suporter turut meramaikan rivalitas tim kebanggaan mereka.
Aremania dan Bonek juga dikenal sebagai dua kelompok suporter yang memiliki hubungan kurang baik. Dua kelompok ini belum bisa dipertemukan sehingga tak akan ada lawatan Aremania ke Surabaya atau Bonek ke Malang.
Tapi, laga kali ini bakal digelar tanpa penonton karena masih dalam situasi pandemi. Bumbu ketegangan antarkelompok suporter kemungkinan akan berkurang karena Aremania dan Bonek tidak bisa hadir ke stadion.
Munculnya perselisihan kedua kelompok suporter itu memang masih menjadi tanda tanya mengingat kedua tim lahir dengan jarak tahun yang cukup jauh. Persebaya lahir pada 1927, sementara Arema didirikan pada 1987.
Banyak yang berpendapat bahwa rivalitas kedua kelompok suporter itu lahir karena persaingan Persebaya dengan Persema Malang untuk menunjukkan yang terbaik di Jawa Timur. Saat Arema lahir, warga Malang pun mulai beralih mendukung tim tersebut.
Selama ini, muncul berbagai catatan dan tulisan yang menyebutkan bahwa rivalitas antara Aremania dan Bonek merupakan representasi dari Malang dan Surabaya. Kedua kota itu memang dikenal sebagai dua kota terbesar di Jawa Timur.
Rivalitas kedua tim ini mengingatkan pada sebuah video viral yang beredar di kalangan Aremania dan Bonek pada tiga tahun silam, tepatnya 2018. Saat itu, sepak bola Indonesia sedang berduka karena meninggalnya seorang The Jakmania, Haringga Sirla, pada medio September 2018.
Mulanya, video itu hanya menampilkan beberapa detik penggambaran rivalitas abadi antara Aremania dan Bonek. Setelah ditelusuri oleh Bola.com, video tanpa judul tersebut diunggah oleh akun instagram @ravacanafilms pada 27 September 2018.
“Kabar duka kembali menyelimuti sepak bola Tanah Air. Turut berbela sungkawa sedalam-dalamnya atas kejadian yang terjadi. Karya ini mungkin adalah salah satu interpretasi kami untuk memaknai dunia sepak bola Indonesia,” tulis akun itu dalam caption.
Video tersebut menampilkan dua sosok pocong yang disebut sebagai Aremania dan Bonek yang bertengkar. Lantas, apa sebenarnya pesan dan tujuan dari video pendek berdurasi satu menit itu dibuat?
Rivalitas Menembus Alam Ghaib
Video tersebut dimulai dengan menampilkan dua pocong. Penggambaran sosok itu persis seperti cerita legendaris pocong, hantu yang secara turun temurun dipercaya kerap bergentayangan.
Pocong diyakini merupakan arwah orang yang telah meninggal dalam kondisi badannya terbungkus kain putih dan diikat di bagian kaki, perut, leher, dan ujung kepala. Penyebabnya, tali pengikat tidak dibuka saat dimakamkan.
Agar lebih memudahkan, sebut saja pocong A dan pocong B. Mulanya, pocong A menonton pertandingan di sebuah pos kamling dan kemudian didatangi oleh pocong B di tengah malam. Lolongan anjing juga menghiasi kesunyian malam.
Mereka menonton bersama sebuah pertandingan Timnas Indonesia, tak ada keributan. Bahkan, ada pula gorengan dan kopi yang menemani momen nonton bareng itu. Tapi, tentu saja mereka tidak bisa banyak bergerak karena badan dibungkus kain putih.
Kedamaian dua pocong ini lantas berubah menjadi pertengkaran. Uniknya itu disebabkan oleh gol pertandingan Timnas Indonesia yang mereka saksikan di layar televisi.
“Evan Dimas! Arek asli Suroboyo iku, Cak! Kami ini Bonek Mania!” pekik pocong B sambil menyanyikan sebuah mars.
Pocong A terlihat sangat kaget melihat ada sosok yang tiba-tiba datang berteriak seperti itu berada di sebelahnya. Dia melontarkan ejekan dan membalasnya dengan nyanyian juga.
“Kami Arema, salam satu jiwa!” ujar pocong A.
Pocong B tidak kalah terkejutnya menyaksikan itu. Dua pocong ini kemudian terlibat adu mulut dengan menggunakan bahasa Jawa dialek Arekan. Mereka sama-sama tidak terima, seolah musuh lama yang kali ini dipertemukan.
Dua pocong itu ingin meneruskan pertengkaran dengan baku pukul. Tapi, hal itu tentu saja tidak bisa dilakukan karena badan mereka terbungkus kain putih. Yang terjadi, mereka hanya melata atau menggeliat saja sambil berusaha berkelahi.
Perseteruan mereka kemudian berakhir dengan keduanya sama-sama berteriak “Indonesia!”. Nadanya persis yang biasa disorakkan oleh suporter Timnas Indonesia saat memberi dukungan di stadion.
Di saat yang bersamaan, muncul teks yang memungkasi video tersebut. “Sampai kapan terus berkelahi dengan saudara satu negeri? Satukan semangat, Indonesia semakin hebat!”
Rivalitas Bermuara ke Timnas Indonesia
Video pendek berdurasi semenit itu dibuat oleh sutradara bernama Riyadi Prabowo. Dia merupakan anggota Ravacana Films, sebuah rumah produksi film yang berbasis di Yogyakarta. Pria asal Purwakarta itu pun membagikan cerita kreatif di balik video itu.
Ide awalnya, Riyadi ingin menggambarkan rivalitas suporter yang kelewat kebablasan. Sebagai penggemar sepak bola, dia ingin menyampaikan bahwa perseteruan suporter klub itu adalah realitas yang terjadi.
“Saya ingin menghadirkan fanatisme suporter Indonesia. Mereka itu sering kali fanatik membabi buta. Sampai terkadang ada adu fisik yang mengancam keselamatan. Bahkan nyawa juga jadi taruhannya,” kata Riyadi kepada Bola.com, Kamis (4/11/2021).
“Saya menampilkan pocong itu sebagai gambaran bahwa fanatisme suporter itu tidak hanya saat di alam dunia. Setelah mati pun, mereka masih terus bersaing. Itu seringkali berlebihan dan tidak baik,” imbuhnya.
Apa yang ditunjukkan dalam karya Riyadi itu memang kerap terjadi. Dukungan terhadap klub kerap membelah kubu suporter. Tapi, mereka kemudian mau bersatu untuk memberi dukungan kepada Timnas Indonesia.
Alasan itulah yang membuatnya menyajikan pertandingan Timnas Indonesia. Tim Merah Putih selalu menjadi wadah suporter sepak bola untuk bisa bergandengan.
“Kami ingin menyampaikan bahwa seharusnya kita semua mau bersatu. Karena, fanatisme yang berlebihan itu bisa membawa dampak negatif. Intinya, ada pesan perdamaian yang ingin kami sampaikan dalam video itu,” ujar Riyadi.
Pemilihan Aremania dan Bonek sendiri sebenarnya tidak dilatarbelakangi oleh alasan khusus. Riyadi yang lahir dan besar di Purwakarta bukanlah pendukung Arema atau Persebaya. Dia justru ingin berdiri sebagai pihak netral yang menyampaikan pesan ini.
Menariknya, pria berusia 26 tahun itu mampu menyajikan dialog yang pas. Sebab, warga Malang dan Surabaya merupakan wilayah yang sama-sama berbahasa Jawa dialek Arekan. Dua dialek ini kerap sulit dibedakan ketika berbincang.
Pocong A, yang merepresentasikan Aremania, mampu memunculkan aksen Malangan dengan beberapa kosakata khasnya. Demikian halnya dengan pocong B, yang mewakili Bonek, menggunakan aksen khas Suroboyoan.
Aremania dan Bonek sebenarnya lahir dari subkultur Jawa yang sama. Berada di provinsi yang sama pula. Bahkan dialek Arekan yang sama. Hanya, daerah perkotaan yang berbeda saja yang seolah memisahkan mereka.
Malang adalah kawasan pegunungan dengan banyak tempat wisatanya. Sedangkan Surabaya dikenal sebagai kota metropolitan berbasis industri. Persamaan dua tempat ini sayangnya menjadi jurang pemisah, diruncingkan oleh perseteruan kelompok suporter.
“Aktornya memang orang asli Malang dan Surabaya. Saya ingin menghadirkan suasana yang memang seperti aslinya. Kalau sambutannya sangat positif, saya ikut bersyukur. Karena mungkin juga sudah banyak yang ingin perseteruan itu berakhir dengan perdamaian,” tambahnya.
Kolom komentar video di berbagai akun Aremania dan Bonek itu kebanyakan berisikan nada positif. Sebab, sudah banyak yang jengah. Tapi, sayangnya itu hanya terjadi tiga tahun silam saja. Kini hubungan memanas meruncing lagi.
Diproduksi pada 2017, Ravacana Films kemudian memutuskan mempublikasikannya di 2018. Momentumnya juga tepat, saat sepak bola Indonesia sedang berduka karena ada suporter yang meninggal akibat rivalitas dua kubu.
Menang Festival
Menurut Riyadi, video pendek ini sebenarnya ditujukan untuk mengikuti festival bernama Pinasthika pada 2017. Dia mengikuti kategori iklan layanan masyarakat dengan topik yang mengangkat sepak bola Indonesia.
Makanya, format video dan durasinya mirip dengan berapa iklan layanan masyarakat seperti tertib berlalu lintas, hingga menjaga kesehatan di tengah pandemi. Terdapat teks pula yang menegaskan format itu. Hasilnya rupanya sangat baik.
“Kami meraih menang dan meraih emas. Di balik video itu ada prestasi yang diraih Ravacana. Itu membanggakan. Tapi, yang terpenting pesan video itu juga harus tersampaikan,” tutur alumnus Ilmu Komunikasi sebuah kampus swasta di Yogyakarta itu.
Sayang, tidak banyak yang tahu siapa sutradara dan produser film itu. Sebab, tak ada sumber yang dicantumkan oleh akun-akun instagram saat viral pada 2018 lalu. Kebanyakan publik juga tidak mengetahui siapa dalang kreatif video ini.
Riyadi tidak mempermasalahkan bahwa masyarakat menyebarkan ulang video itu tanpa mencantumkan Ravacana Films sebagai sumbernya.
“Kami dari Ravacana tidak merasa bagaimana. Ketika video itu sudah dipublikasikan, itu sudah menjadi tontonan umum. Publik berhak menilai seperti apa. Yang terpenting, pesannya juga tersampaikan,” ucap pria yang kini bekerja sebagai sutradara iklan itu.
Nama Ravacana Films sendiri sebenarnya tidak asing dalam jagat dunia perfilman. Rumah produksi satu ini sempat menjadi perbincangan ketika menayangkan film pendek berjudul “Tilik” pada 17 Agustus 2020. Film itu juga viral dan meledak di masyarakat.