Rahasia Kecepatan Pemain Sayap Zaman Dulu: Latihan Sendiri Setelah Subuh, Tak Ada Alat Tanggul pun Jadi

oleh Abdi Satria diperbarui 23 Nov 2021, 18:00 WIB
Sriwidadi dalam channel Youtube Pinggir Lapangan. (Bola.com/Abdi Satria)

Bola.com, Jakarta - Aksi Sriwidadi sebagai penyerang sayap lincah dan cepat pernah kental mewarnai Liga Sepak Bola Utama (Galatama), kompetisi semi profesional pertama Indonesia.

Pencapaian eks Timnas Indonesia junior ini terbilang baik. Ia tercatat dua kali meraih trofi juara di klub berbeda. Masing-masing bersama Krama Yudha Tiga Berlian pada 1986/1987 dan Arseto Solo di musim 1991/1992.

Advertisement

Dalam channel Youtube Pinggir Lapangan, Sriwidadi menceritakan perjalanan panjangnya di sepak bola yang diawali dengan didikan keras orangtuanya.

"Saya bersaudara tujuh orang. Lima diantaranya laki-laki. Semuanya diarahkan untuk menjadi pemain sepak bola oleh orang tua. Tapi hanya saya dan Kashartadi yang bermain di liga," kenang Sriwidadi.

Seperti diketahui, Kashartadi merupakan eks pemain timnas Indonesia yang sukses meraih medali emas cabang sepak bola SEA Games 1991.

Ia pun sukses berkarier sebagai pelatih dengan membawa Sriwijaya FC meraih trofi juara Liga Super Indonesia musim 2011-2012.

Menurut Sriwidadi, selepas subuh, ia bersama keempat saudaranya sudah melahap program latihan fisik dengan berlari naik turun di tanggul dekat rumah mereka. Berkat latihan keras itu, Sriwidadi dan Kashartadi kemudian dikenal sebagai penyerang sayap dengan kecepatan lari yang tinggi.

2 dari 3 halaman

Berjuang bersama Adik

Pelatih Kalteng Putra, Kas Hartadi, saat melawan Persita Tangerang pada laga Liga 2 di Stadion Pakansari, Jawa Barat, Selasa (4/12). Kalteng menang 2-0 atas Persita. (Bola.com/M. Iqbal Ichsan)

Peruntungan Sriwidadi di sepak bola mula terbuka ketika ia menjadi bagian dari timnas junior Indonesia yang mengikuti berbagai turnamen pada 1985/1986. Satu di antaranya adalah turnamen antarpelajar Asia di Brunei Darussalam pada 1986.

Selepas ajang itu, Srwidadi pulang ke Solo dan bergabung di klub Gajah Mungkur yang memberinya kesempatan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.

Sriwidadi pun tercatat sebagai pegawai honorer di Pemkot Surakarta. Pada periode itu, ia bersama adiknya, Kashartadi mengikuti seleksi di klub elite Galatama, Krama Yudha Tiga Berlian.

"Kami sama-sama lolos dan menjadi pemain inti di KTB. Saya di sayap kiri sedang Kashartadi di kanan," terang Sriwidadi.

3 dari 3 halaman

Juara Galatama

Galatama Logo - Kelam (Bola.com/Adreanus Titus)

Bersama KTB, Sriwidadi meraih trofi juara Galataman pada musim 1986/1987. Namun, ia tak lama di klub itu setelah mendapat panggilan dari Pemkot Surakarta agar kembali bekerja.

"Saya diberitahu oleh mendiang Abdul Kadir saat KTB bermain di Makassar. Saya pun pulang ke Solo dan mendapat SK sebagai pegawai tetap," ungkap Sriwidadi.

Meski sudah bersatus pegawai Pemkot Surakarta, Sriwidadi sulit meninggalkan sepak bola. Ia pun memperkuat tim Jawa Tengah di kualifikasi PON 1989. Berkat penampilannya itu, klub elite lainnya saat itu, Arseto Solo tertarik memakai jasanya.

Bersama klub milik Sigid Harjoyudanto itu, Sriwidadi meraih trofi keduanya di kompetisi Galatama yakni pada musim 1991/1992. Arseto pun jadi klub terakhirnya setelah memutuskan pensiun sebagai pemain karena cedera lutut.

Ia kemudian meneruskan kariernya sebagai pelatih dan sempat melatih di Diklat Salatiga. Sederet mantan anak asuhnya yang mencuat di pentas sepak bola nasional diantaranya Bambang Pamungkas, Jimmy Suparno, dan Gunawan Dwi Cahyo.

"Selepas pensiun sebagai PNS nanti, saya akan serius menekuni karier sebagai pelatih,"" pungkas Sriwidadi yang sudah mengantongi lisensi B-AFC ini.

Sumber: YouTube Pinggir Lapangan

Berita Terkait