Bola.com, Jakarta - Ricky Kambuaya tampil luar biasa bersama Timnas Indonesia di Piala AFF 2020.
Pemain kelahiran tahun 1996 itu selalu dimainkan oleh Shin Tae-yong dari laga perdana di fase grup hingga leg kedua babak final. Posisi Ricky di lini tengah Indonesia sulit sekali digantikan.
Sosok kelahiran Sorong, Papua Barat ini memiliki nama lengkap Ricky Richardo Kambuaya. Namun, ada cerita menarik mengenai pemilihan dua kata pertama pada namanya itu.
Menurut Ricky, kakak dari mamanya adalah sosok yang memberinya nama itu. Menurut Ricky saat itu yang bersangkutan berpikir, nama Ricky Richardo adalah nama yang lazim dipakai pesepak bola dari Amerika Latin.
“Kakak mama saya dia kasih nama Ricky Richardo, nama pemain bola dari Amerika Latin. Dia percaya saya bisa jadi pemain bola waktu itu,” ungkap Ricky kepada PSSI TV.
Namun, saat itu Ricky tidak begitu percaya dengan harapan dari tantenya tersebut. Namun, sekarang harapan dari sang tante terkabul.
“Saya anggap biasa saja itu, tapi sekarang harapan dari nama itu jadi kenyataan,” lanjut Ricky Kambuaya.
Lahir dari Keluarga Sederhana
Ricky Kambuaya lahir dari keluarga yang sederhana. Ayahnya adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) bisa di Sorong. Sementara sang ibu adalah seorang pedagang.
Menurut cerita dari Ricky, sang ibu biasanya menjajakan dagangannya di pasar malam yang ada di sekitar kota Sorong.
Ricky sendiri merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Dari keluarganya itu, hanya Ricky yang sejauh ini bisa menembus skuad tim nasional Indoenesia.
“Ibu saya pedagang sering di pasar malam. Kalau bapak PNS di Sorong. Saya anak kedua dari empat bersaudara. Tiga laki satu perempuan,” jelasnya.
Berawal dari Kaleng Bekas
Ricky Kambuaya lahir dan besar di Sorong, Papua Barat. Kota itu dikenal sangat mencintai sepak bola. Bahkan, legenda Persipura dan timnas Indonesia, Boaz Solossa dan Ortizan Solossa juga dilahirkan di Sorong.
Ricky sendiri sejak kecil sudah dekat dengan sepak bola. Sejak kecil, ia dan teman-teman sebayanya kerap bermain sepak bola dengan menggunakan bola plastik, serta kaleng bekas sebagai gawangnya.
“Awal suka bola itu karena lingkungan di Papua suka main bola semua, waktu itu main sepak bola gawang mini pakai kaleng,” ujarnya.
“Kemudian kami main fustal terus mulai lapangan besar. Langsung ada keinginan jadi pemain bola profesional saat itu,” jelasnya.