Cerita Anang Ma'ruf Tentang Keputusan Pensiun Dini di Timnas Indonesia karena Ingin Fokus Bersama Klub

oleh Abdi Satria diperbarui 21 Jan 2022, 11:00 WIB
Anang Ma'ruf saat menjalani latihan bersama tim Primavera Baretti untuk menyambut laga melawan Calcio Legend di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) Senayan, Jakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Bola.com, Jakarta - Nama Anang Ma'ruf pantas masuk dalam daftar bek sayap terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Di level Timnas Indonesia, Anang selalu jadi pilihan utama di posisi bek sayap. Anang menjadi bagian timnas pada periode 1995-1999.

Kalau menilik usianya saat itu, berarti ia terbilang masih muda ketika memutuskan tak mau lagi berkostum Timnas Indonesia. Dalam channel Youtube Pinggir Lapangan, Anang Ma'ruf berkilah, keputusan yang ia buat saat usainya masih 23 tahun karena ingin fokus bersama klub yang dibelanya.

Advertisement

"Sepulang membela timnas di SEA Games 1999, saya memutuskan tak lagi memenuhi panggilan timnas," kata Anang yang tercatat mengantongi 28 caps ini.

Padahal tenaga Anang masih sangat dibutuhkan timnas saat itu. Ia sendiri juga tak mengalami cedera. Pelatih timnas Indonesia saat itu, Ivan Kolev bahkan pernah menelponnya secara langsung untuk memintanya bergabung di tim Pra Piala Asia 2000.

"Tapi, tekad saya sudah bulat. Saya juga beruntung tak mendapat sanksi dari PSSI karena menolak panggilan timnas," kenang Anang.

Pencapaian terbaiknya bersama Timnas Indonesia adalah meraih perak cabang sepak bola SEA Games 1997 dan perunggu diajang sama dua tahun kemudian.

Anang membuktikan pilihannya untuk fokus klub dengan meraih trofi juara Liga Indonesia 2000/2001 bersama Persija Jakarta dan Persebaya Surabaya pada 2004.

Dua gelar ini melengkapi pencapaian Anang. Sebelumnya, pada musim 1996/1997, Anang untuk kali pertama menggengam trofi juara kasta tertinggi bersama Persebaya.

 

 

 

 

2 dari 3 halaman

Rekam Jejak Anang

Timnas Indonesia - Anang Ma'ruf (Bola.com/Adreanus Titus)

Anang Ma'ruf yang juga pernah berkostum Deltras Sidoarjo, Gresik United, dan Mojokerto Putera ini mengawali kiprahnya di sepak bola dengan bergabung pada SSB Indonesia Muda Surabaya ketika masih berusia 10 tahun.

"Ayah yang mengarahkan saya berlatih di Indonesia Muda yang dikenal banyak melahirkan pemain andal Surabaya dan Timnas Indonesia," ungkap Anang.

Peruntungan Anang mulai terbuka ketika namanya masuk dalam daftar skuad Persebaya junior bersama duetnya di Indonesia Muda (IM), Bejo Sugiantoro.

"Saya memang awalnya menjadi bek tengah. Kebetulan di IM, saya seangkatan dengan Bejo. Kami menjadi bagian Persebaya junior selama dua musim, yakni 1992 dan 1993," ujar Anang.

Pada 1993, Anang Ma'ruf membawa Persebaya junior menembus final Piala Soeratin 1993. Sayang, Persebaya gagal meraih gelar juara setelah ditekuk PSB Bogor melalui adu penalti di Stadion Gelora 10 November Surabaya.

 

3 dari 3 halaman

Primavera

Trio Timnas Indonesia Primavera, Sugiantoro, Nurul Huda, dan Anang Ma'ruf memanfaatkan laga legenda Persebaya untuk bereuni.

Meski gagal, nama Anang Ma'ruf terpantau oleh pemandu bakat PSSI untuk masuk dalam daftar tim junior yang disiapkan menimba ilmu di Italia, yaitu PSSI Primavera.

Namun, Anang Ma'ruf tidak memenuhi panggilan tersebut karena tidak diizinkan oleh Sunarto Sumoprawiro, ketua umum Persebaya, yang juga Wali Kota Surabaya. Ia baru ikut dalam pemanggilan kedua bersama tiga rekannya, Bejo, Nurul Huda, dan Totok Hariyanto.

Setelah menjalani latihan di Jakarta, Anang, Bejo, dan Huda lolos seleksi dan berangkat ke Italia. Ketika berada di Italia, Anang Ma'ruf diplot menjadi bek kiri oleh Danurwindo, pelatih yang menangani PSSI Primavera. Kebetulan saat itu, posisi bek kiri memang kosong.

Anang mengaku awalnya mengalami rasa canggung bermain di posisi tersebut. Namun, dengan keinginan kuat dan terus belajar, Anang kemudian menjadi terbiasa setelah bermain dalam empat laga di kompetisi Primavera.

Belakangan, penampilan Anang dinilai menonjol oleh pemandu bakat Sampdoria. Ia pun sempat diikutkan dalam tur Asia Sampdoria pada 1995. Anang mengikuti jejak rekannya, Kurniawan Dwi Yulianto, yang lebih dulu merasakan pengalaman sama pada 1994.

Berita Terkait