Bola.com, Jakarta - Sosok Gusnul Yakin sebagai pelaku sepak bola terbilang sukses di era Galatama, kompetisi semiprofesional pertama Indonesia. Sebagai pemain, arek Malang ini meraih trofi juara edisi perdana bersama Warna Agung.
Belakangan, ia kemudian mencatatkan namanya sebagai pelatih yang sukses membawa Arema Malang juara Galatama musim 1992/1993.
Dalam channel youtube Pinggir Lapangan, Gusnul mengungkap sepenggal kisah awal karienya sebagai pesepak bola yang dimulai dari dengan bergabung dengan Gajayana, tim kota kelahirannya pada awal 1970-an. Tak lama setelah itu, Gusnul masuk dalam bagian program pembinaan usia muda Indonesia di Diklat Salatiga yang ditangani pelatih asal Belanda.
"Saya mendapatkan banyak pengalaman dan ilmu sepak bola di Diklat Salatiga," kenang Gusnul yang sempat mengikuti seleksi skuad timnas Indonesia menghadapi Pra-Olimpiade Montreal 1976.
Sepulang dari Diklat Salatiga, Gusnul kembali ke Gajayana. Setelah itu, ia kemudian diajak bergabung di Suryanaga, klub yang berkiprah di kompetisi internal Persebaya pada 1977-1978.
Saat berada di Suryanaga, ia mendapat tawaran dari Warna Agung, klub yang didanai perusahaan cat milik Benny Mulyono. Pada periode itu, Gusnul Yakin harus bolak-balik Jakarta-Surabaya memperkuat Suryanaga dan Warna Agung.
Warna Agung
Gusnul Yakin lalu fokus membela Warna Agung yang tengah bersiap mengikuti kompetisi Galatama.
Pamor Warna Agung terbilang mentereng karena dihuni oleh pemain top Indonesia seperti Ronny Pattinasarani, Rully Nere, Tinus Heipon dan Simson Rumah Pasal serta ditangani pelatih berpengalaman, Endang Witarsa.
Tak pelak, Warna Agung pun meraih trofi juara 1979/1980 yang merupakan edisi perdana.Di Warna Agung, Gusnul tak hanya berstatus sebagai pemain tapi juga karyawan perusahaan cat.
Status terakhir itu sempat dilakoninya secara serius setelah didera cedera pada kedua lututnya. Ia kembali ke lapangan hijau setelah terus dibujuk oleh Endang Witarsa untuk mendampinginya sebagai asisten pelatih.
"Saya akhirnya menerima. Apalagi, selain menularkan ilmunya, Pak Endang kerap memercayakan saya memimpin tim saat bermain di kandang lawan," terang Gusnul yang pernah menjadi bagian skuad timnas Indonesia meraih perak di SEA Games 1979 ini.
Dapat Ilmu dari Rinus Michels
Pada 1989, Gusnul mendapatkan pengalaman baru dengan menerima tawaran Pupuk Kaltim (PKT) Bontang untuk mendampingi pelatih Zulkarnain Pasaribu dengan status pinjaman dari Warna Agung.
Di klub yang didanai perusahaan BUMN itu, Gusnul mendapat kesempatan berguru di Belanda pada 1991 selama enam bulan. Di negeri kincir, Gusnul diberi ilmu kepelatihan dari sejumlah pelatih papan atas Belanda yang bertindak sebagai instruktur. Satu di antaranya adalah Rinus Michels, pelatih yang dikenal dengan taktik Total Football yang melegenda dengan raihan trofi juara Piala Eropa 1988.
Sepulang dari Belanda, Gusnul kembali ke PKT. Namun, tak lama kemudian, ia dihubungi pendiri Arema, Lucky Acub Zaenal dan memintanya menangani tim yang ditinggal oleh M. Basri.
"Saya menerima tawaran itu. Selain merasa berutang budi dengan mas Lucky, saya ingin mengaplikasikan ilmu yang saya dapatkan di Belanda," papar Gusnul.
Juara
Arema pun jadi tim pertama yang ditangani Gusnul dengan status pelatih kepala. Saat itu, Arema bertengger di puncak klasemen pada paruh musim.
"Sebagai pelatih, saya hanya menyesuaikan diri dengan pakem tim. Saya beruntung Arema sat itu dihuni pemain yang militan," terang Gusnul.
Seperti diketahui Arema akhirnya meraih trofi juara dengan mengoleksi poin 45 dari 32 pertandingan. Aji Santoso dan kolega unggul empat angka dari PKT Bontang yang menjadi runner-up kompetisi.
Selain Arema, Gusnul juga pernah menjadi pelatih di PKT, Assyabaab Surabaya, Persibo Bojonegoro, Persiba Balikpapan, Persik Kediri dan Persiter Ternate. Kini, ia menangani klub Liga 3 Jawa Timur, Persinga Ngawi yang berhasil lolos ke putaran nasional pada bulan depan di Jabodetabek.
Baca Juga
Momen Malut United Bakal Berkandang di Stadion Gelora Kie Raha pada BRI Liga 1, Gusnul Yakin Terkenang Persiter Ternate
Digebuk 0-4, Timnas Indonesia Memang Kalah Kelas: Pelatih Jepang seperti Tinggal Pencet Remote Kontrol dari Jarak Jauh
Pengamat Ini Minta Publik Jangan Menaruh Ekspektasi Berlebihan kepada Kevin Diks di Laga Timnas Indonesia Vs Jepang: Dia Kelelahan