Bola.com, Jakarta - Yusuf Ekodono pantas masuk dalam daftar striker papan atas yang pernah mewarnai perjalanan sepak bola Indonesia. Sebagai pemain, prestasi Yusuf terbilang lengkap.
Pria asli Surabaya kelahiran 16 April 1967 ini jadi bagian Persebaya Surabaya ketika meraih trofi juara Perserikatan 1987-1988 dan Liga Indonesia 1996-1997.
Di level tim nasional, Yusuf membawa skuad Garuda meraih medali emas cabang sepak bola di Sea Games 1991 Manila. Meski pernah berkostum Mitra Surabaya, PSM Makassar, PSIS Semarang dan Persijap Jepara, Yusuf tetap diidentikkan dengan Persebaya.
Selain trofi juara kasta tertinggi, Yusuf juga pernah membawa Persebaya berjaya pada sejumlah turnamen bergengsi seperti Piala Persija dan Piala Utama. Di ajang itu, ia juga melengkapinya dengan meraih penghargaan sebagai pemain terbaik dan top skorer.
Layaknya seorang pesepak bola, Yusuf juga menyimpan kenangan pahit dan manis sepanjang kariernya. Selain berbagai sukses yang membuatnya dikenal publik sepak bola Indonesia, Yusuf juga tak bisa melupakan pengalaman menyakitkan ketika gagal membawa Persebaya meraih trofi juara Liga Indonesia 1998/1999.
Padahal, saat itu langkah Bajul Ijo menuju laga puncak terbilang lancar. Tim asuhan mendiang Rusdi Bahalwan lolos ke 10 Besar dengan status juara Grup 4 Divisi Tengah.
Begitu pun di Di Grup A 10 Besar yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno. Menariknya, sepanjang pencapaian itu, Persebaya Surabaya selalu didampingi PSIS Semarang yang berada di peringkat kedua.
Rivalitas dengan PSIS
Seperti diketahui, kedua tim ini bertemu pada laga final yang berlangsung di Stadion Klabat Manado, 9 April 1999.Persebaya melaju ke final setelah menekuk PSMS Medan via adu penalti dengan skor 4-2.
Sebelumnya, kedua tim bermain imbang 1-1 sampai babak tambahan waktu berakhir. Yusuf Ekodono mencetak gol buat Persebaya dan dibalas oleh oleh striker PSMS, Jean Baboaken.
PSIS mengalahkan Persija Jakarta lewat Timothy Ebanda. Situasi di Ibukota Jakarta kala itu tidak memungkinkan untuk menggelar partai final. Sebab pada laga semifinal, 11 suporter PSIS meregang nyawa akibat kecelakaan kereta api di Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
PSSI pun memutuskan laga puncak dipindahkan ke Stadion Klabat Manado. Seluruh skuat baik PSIS maupun Persebaya, hingga perangkat pertandingan, dalam satu rombongan pesawat Hercules menuju ibukota Sulawesi Utara.
Persebaya Diunggulkan Tapi Gagal Juara
Persebaya lebih diunggulkan di laga final. Selain rekor pertemuan musim itu berpihak ke Persebaya, materi Bajul Ijo lebih mengkilap dengan materi pemain lokal mentereng seperti Hendro Kartiko, Aji Santoso, Anang Ma'ruf, Uston Nawawi, Bejo Sugiantoro, Yusuf Ekodono, hingga Eri Irianto.
Namun, Ali Sunan dan kawan-kawan tidak gentar sedikitpun. PSIS mampu meladeni permainan Bajul Ijo hingga hampir selesainya waktu normal 2x45 menit.
Momentum bersejarah pun datang ketika memasuki menit ke-89. Bola berawal dari sisi kanan pertahanan PSIS yang dikuasai Agung Setyabudi. Ia mengirimkan umpan jauh ke depan karena melihat ada sosok Tugiyo si 'Maradona dari Purwodadi' dan gol tercipta menjebol gawang Hendro Kartiko.
"Soal teknis, termasuk pergantian pemain itu wewenang pelatih. Tapi, saya kecewa kenapa terlalu cepat ditarik keluar dengan pemain muda," kenang Yusuf Ekodono dalam channel youtube Pinggir Lapangan
.Pelatih Persebaya, Rusdi Bahalwan mengganti Yusuf Ekodono dengan Achmad Ariadi pada menit ke-57. Menurut Yusuf Ekodono, atmosfer laga final jelas berbeda, apalagi partai ini berlangsung di Stadion Klabat Manado yang kualitas lapangannya berbeda jauh dengan Stadion Gelora Bung Karno.
"Sebenarnya saya yakin Persebaya bisa mempertahankan trofi juara karena kami pernah mengalahkan PSIS musim itu," pungkas Yusuf Ekodono.