Bola.com, Jakarta - Langkah Persela Lamongan di BRI Liga 1 2021/22 sangat mengenaskan. Capaian 19 poin yang mereka dapatkan dalam 25 laga, membuat klub asuhan Jafri Sastra itu kini berada di urutan ke-17 klasemen liga.
Catatan 16 laga beruntun tanpa kemenangan membuat kesempatan Persela selamat dari jeratan degradasi kian menipis. Namun, klub berjulukan Laskar Joko Tingkir itu dikenal dengan kebesaran tekadnya dari musim ke musim.
Sejak berada di kasta tertinggi pada 2014, Persela seolah-olah selalu mendapatkan mukjizat untuk keluar dari situasi sulit. Mereka berhasil menemukan cara untuk mengatasi tekanan dan mengubahnya menjadi sebuah kekuatan.
Tetapi apa yang terjadi musim ini mungkin terlampau berat. Secara statistik, berada di tiga terbawah dengan menyisakan sembilan pertandingan, merupakan catatan terburuk Persela sejak kompetisi berubah nama menjadi Liga 1.
Pertanyaannya, apa yang membuat Persela Lamongan tak mampu mengulang magisnya seperti pada musim-musim sebelumnya? Bola.com coba menjabarkan empat hal penting yang berkaitan dengan menurunnya performa Persela musim ini.
Komposisi Pemain Tak Ideal
Empat laga tak terkalahkan di Piala Menpora 2021 membuat manajemen Persela Lamongan terlewat optimistis. Padahal, setelah turnamen pramusim tersebut, beberapa nama seperti Eky Taufik dan Lucky Wahyu memilih hengkang.
Kepergian beberapa pilar jelas menimbulkan lubang yang cukup dalam. Sayangnya, Persela terlambat menyadarinya sehingga tak menemukan pengganti sepadan tepat pada waktunya.
Setelah hasil kelam pada putaran pertama, Persela coba memperbaiki diri dengan merekrut hingga belasan pemain. Optimisme sempat membuncah, walaupun mayoritas berasal dari Liga 2. Tetapi hasil di lapangan malah semakin buruk.
Salah Rekrut Pemain Asing?
Selain dikenal dengan gudangnya pemain muda, Persela juga tersohor akan kemampuannya menemukan pemain asing berkualitas. Manajemen Laskar Joko Tingkir selalu mendapatkan ekspatriat debutan yang sanggup menjadi tumpuan tim.
Sayangnya, hal tersebut tak terlihat pada musim ini. Mereka seolah kehilangan sentuhannya dalam menemukan berlian mentah. Dua pergantian pemain asing pada bursa transfer lalu, mengisyaratkan hal tersebut.
Namun, langkah drastis mereka dalam mengubah komposisi pemain asing pada jeda musim ini tampaknya belum membuahkan hasil. Jose Wilkson dan Selwan Al-Jaberi belum mampu memenuhi ekspektasi tinggi yang dibebankan.
Sering Kecolongan Menit Akhir
Ungkapan "laga belum usai sebelum peluit berbunti panjang" sepertinya dilupakan begitu saja oleh Persela. Secara statistik, mereka telah kebobolan 10 gol dalam 15 menit terakhir. Ini merupakan catatan terburuk kedua musim ini.
Sebetulnya tak ada masalah jika mereka kebobolan pada menit akhir jika telah memliki tabungan lebih dari satu gol. Masalahnya, gol lawan yang datang beberapa kali mengubah hasil pertandingan.
Jafri Sastra terheran-heran dengan masalah ini. Sampai saat ini pun, ia mengaku belum menemukan solusi dari pekerjaan rumahnya tersebut.
Rindu Stadion Surajaya?
Stadion Surajaya dan Persela merupakan kombinasi unik di sepak bola nasional. Tak sedikit tim besar yang harus tertunduk lemas setelah menghadapi Persela yang bermain di depan pendukungnya sendiri.
Tetapi, pandemi COVID-19 yang menerpa seluruh penjuru dunia memaksa PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) menerapkan format baru. Tak ada laga sistem home dan away. Mereka memperkenalkan sistem series (home tournament).
Sayangnya, sistem series ini tak mampir di Jawa Timur. Persela pun seolah kehilangan separuh kekuatannya. Secara tak langsung, hal ini semakin menipiskan peluang Persela untuk selamat hidup-hidup dari zona degradasi.