Bola.com, Blitar - Simon McMenemy hadir pada Final Piala Suratin Zona Jatim yang digelar di Stadion Supriyadi Kota Blitar, Kamis (17/3/2022). Babak ini menghelat dua finalis untuk U-13 dan U-15.
Bhayangkara FC U13 Surabaya dan Golden Soccer Academy Blitar U15 keluar sebagai juara dan berhak mewakili Jatim untuk bertarung di putaran Nasional.
Bola.com menemui mantan pelatih Timnas Indonesia di kualifikasi Piala Dunia 2022. Berikut pendapat pria asal Skotlandia ini tentang pembinaan pemain muda di Indonesia.
"Ini upaya bagus dari Federasi menggelar lagi kompetisi di kelompok umur di tengah Pandemi COVID-19. Padahal tahun lalu, kita tahu semua kompetisi di Indonesia vakum, karena COVID-19 varian Delta luar biasa," katanya.
Saat ini, Simon McMenemy menjabat Direktur Teknik Bhayangkara FC. Namun dia memberikan pemaparan opini secara obyektif soal kualitas pesepakbola belia Indonesia.
"Attitude. Faktor ini masih sangat kurang dimiliki anak-anak muda Indonesia. Ini tugas pelatih dan klub atau pemilik akademi. Attitude pemain masih buruk. Tidak di Bhayangkara FC saja, tapi juga di klub atau akademi lain. Tadi saya lihat ada pemain Bhayangkara U15 yang attitudenya tidak bagus," ujar Simon McMenemy.
Pentingnya Attitude
Attitude atau perilaku yang buruk ini, lanjut Simon, akan sangat berpengaruh hingga kompetisi di kasta atasnya seperti Liga 3, Liga 2, dan Liga 1.
"Di Liga 3, Liga 2, dan Liga 1, kami masih menemukan insiden di lapangan yang berkaitan dengan perilaku buruk pemain. Hampir tiap pekan, saya amati selalu ada pemain berantem di pertandingan. Padahal anak-anak ini yang nantinya akan main di Liga Indonesia. Ini tidak bagus bagi sepakbola Indonesia," tuturnya.
Di Bhayangkara FC, Simon McMenemy mengungkapkan tak ada toleransi bagi pemain muda yang perilakunya jelek.
"Saya selalu laporkan ke pengelola Bhayangkara FC jika ada pemain yang berperilaku buruk di permainan. Selanjutnya, kita elemininasi pemain tersebut," ujarnya.
Penyelesaian Sanksi dan Hukuman
Simon McMenemy juga menyorot cara penyelesaian sanksi dan hukuman yang diterapkan Federasi dan pengelola kompetisi. Menurutnya sanksi denda dan skorsing tak cukup memberikan efek jera.
"Sanksi bayar denda untuk kasus attitude buruk kurang efektif. Karena klub pasti mampu membayar, tapi kasus ini bisa terulang lagi. Baik oleh klub sama atau klub lain," jelasnya.
Lalu apa formula jitu untuk mengurangi perilaku buruk pemain? "Selain denda dan hukuman, seharusnya Federasi dan pengelola kompetisi melakukan pengurangan poin kepada klub yang pemainnya terlibat kasus attitude. Saya rasa ini bisa sangat efektif. Jadi tak hanya pemain yang dihukum, klub juga harus dapat sanksi," paparnya.