Robertino Pugliara Rindu Masakan Indonesia: Saya Tidak Bisa Makan Nasi Goreng dan Coto Makassar di Argentina

oleh Abdi Satria diperbarui 05 Apr 2022, 04:00 WIB
Gelandang Persebaya, Robertino Pugliara, bersama istri dan anak saat liburan ke Jepang. (Bola.com/Dok.Pri)

Bola.com, Jakarta - Aksi Robertino Pugliara sebagai gelandang serang pernah kental mewarnai kompetisi kasta tertinggi Indonesia. Pria asal Argentina ini kali pertama datang ke Tanah Air pada 2007.

Ia kemudian berturut-turut berkostum Persija Jakarta, Persiba Balikpapan, Persipura Jayapura, Persib Bandung, PSM Makassar dan Persebaya Surabaya.

Advertisement

Meski tak pernah merasakan sukses meraih trofi juara, kualitas teknik Robertino Pugliara bisa ditakar dari deretan nama tim yang pernah memakai jasanya.

Pencapaian terbaiknya adalah membawa Persipura menembus final Liga Super Indonesia 2014 dan semifinal Piala AFC 2015. Sebelas tahun berkiprah di Indonesia tentu membawa kenangan tersendiri. "Saya selalu rindu dengan masakan Indonesia," ujar Pugliara dalam channel Youtube Capt Hamka.

Pugliara yang kembali ke Argentina pada 2018, saat ini sedang berada di Indonesia. Ia mengaku ingin melepas rasa kangennya pada suasana Tanah Air.

Terutama menyantap masakan khas Indonesia. " Di Argentina, saya tak bisa menyantap nasi goreng dan coto Makassar," tutur Pugliara yang berencana berlibur selama sebulan di Indonesia.

 

 

2 dari 2 halaman

Perbandingan Sepak Bola Indonesia dan Argentina

Robertino Pugliara saat bermain di PSM Makassar. (Bola.com/Abdi Satria)

Sepanjang kariernya sebagai pesepak bola profesional, Robertino Pugliara hanya bermain pada liga tiga negara yakni Argentina, Indonesia dan India. Terkait hal ini, ia tentu punya penilaian sendiri terhadap atmosfer kompetisi yang dirasakannya.

"Indonesia dan Argentina memiliki kesamaan pada antusiasme supoter saat mendukung tim yang dibelanya. Berbeda dengan di India yang stadionnya tak pernah terisi penuh," ungkap Pugliara.

Menurut Pugliara, sejatinya kemampuan teknik pesepak bola Indonesia tak kalah dari Argentina. Namun, minimnya kompetisi berjenjang yang otomatis membuat minimnya jam terbang membuat perkembangan pemain Indonesia cenderung lambat dan malah stagnan.

"Di Argentina, kompetisi berbagai kelompok usia layaknya di senior. Kalau Indonesia hanya dalam hitungan bulan seperti turnamen," terang Pugliara.

Dalam keseharian, para pesepak bola di Argentina sejak dini sudah ditekankan menjaga pola hidup dan makanan. Seperti istirahat yang cukup, makanan sehat serta vitamin. "Ini yang kurang diterapkan di klub Indonesia. Baik di level junior dan senior," ungkapnya.