Cerita Perjalanan Ibrahima Konate: Dari Sepak Bola Jalanan di Prancis hingga Panggung Final Liga Champions

oleh Gregah Nurikhsani diperbarui 28 Mei 2022, 06:30 WIB
Ibrahima Konate (kanan) didatangkan ke Andfield pada musim panas lalu dari RB Leipzig. Meski belum menjadi pilihan utama di skuat The Reds, pemuda 23 tahun tersebut memiliki potensi untuk menjadi pemain hebat. Saat ini, Konate baru tampil sebanyak 11 kali. (AFP/Paul Ellis)

Bola.com, Jakarta - Bek Liverpool, Ibrahima Konate menghabiskan hampir seluruh hidupnya di bawah bayang-bayang Stade de France, venue final Liga Champions 2021/2022. Ironisnya, butuh perjalanan panjang baginya untuk berkesempatan melakoni debutnya di stadion tersebut.

Kisah inspiratif kembali hadir pada final Liga Champions. Ibrahima Konate, putra imigran Mali di Paris, satu dari delapan bersaudara, yang biasa bermain di tempat tertutup ibu kota, terkadang menggunakan bola yang terbuat dari kertas dan selotip.

Advertisement

Sekarang, dia akan menjadi bagian dari skuad Liverpool yang menghadapi Real Madrid di stadion terkenal yang dibangun hanya setahun sebelum dia lahir, dan dia ingin menjadi inspirasi bagi semua anak dari latar belakang yang sama.

Ibrahima Konate, bocah yang dulu hanya bisa bermimpi bisa melakoni pertandingan sepak bola di Stade de France, kini berpeluang untuk menuntaskan mimpinya di sana, berkostum Liverpool, menghadapi Real Madrid, pada final Liga Champions.

 

2 dari 5 halaman

Perjalanan Panjang

Ibrahima Konate sempat dibuat kerepotan oleh penyerang Villarreal di babak pertama hingga kebobolan dua gol. Namun, di babak kedua penampilannya perlahan membaik hingga akhirnya The Reds mengunci kemenangan dengan skor 3-2. (AP/Alberto Saiz)

Ya, Ibrahima Konate belum sekalipun bermain di Stade de France. Ia pernah satu kali masuk ke stadion tersebut, tapi kedatangannya hanya sebatas penonton, enam tahun lalu.

"Oh benarkah?! Aku bahkan tidak tahu!" jawabnya kaget ketika mendengar Stae de France dibangun setahun sebelum ia lahir.

"Saya ingat enam tahun lalu ketika saya baru bergabung dengan Sochaux, ada final ini. Kami melakukan perjalanan ke Stade de France untuk melihat tim U-19 di final. Sungguh luar biasa untuk berpikir bahwa saya menonton pertandingan di level itu dari tribun hanya beberapa tahun yang lalu, pertama kali saya di sana, dan sekarang saya akan berada di atas rumput, bermain di final Liga Champions di sana."

"Saya pikir itu pasti akan menjadi momen terbaik dalam hidup saya, saya belum memiliki anak jadi saya tidak yakin, tetapi saya pikir itu akan menjadi momen terbesar. Final Liga Champions. Di Paris. Rumah saya. Jika saya mencoba, saya tidak dapat memimpikan sesuatu yang lebih baik."

 

3 dari 5 halaman

Tidak Menyangka

Ibrahima Konate bak monster di lini belakang Liverpool kala meladeni Villarreal. Pemain berusia 22 tahun itu sangat kuat dalam duel satu lawan satu. Konate juga melepas dua tekel, dua sapuan, dan satu intersep.

Ibrahima Konate mengaku tidak menyangka perjalanan kariernya membawa kakinya di level seperti sekarang ini. Ia menceritakan bahwa dirinya hanya fokus meniti karier sembari berharap bisa memenangkan gelar.

Di Liverpool, semuanya menjadi kenyataan. Jangankan gelar, bermain di Stade de France saja tak pernah dbayangkannya.

"Saya tidak akan pernah membayangkannya. Saya tahu saya datang ke klub besar yang ingin memenangkan gelar dan akan memenangkannya. Tapi musim ini luar biasa. Terus terang saya tidak mengharapkan itu."

 

4 dari 5 halaman

Bermain Sepak Bola di Jalanan

Pada menit ke-19 Wilfried Zaha terjatuh akibat kontak dari Ibrahima Konate di dalam kotak penalti. Namun wasit memutuskan bukan sebuah pelanggaran. (AP/Jon Super)

Konate bercerita mengenai perjalanan hidupnya dari kecil, di mana ia terbiasa bermain di jalanan atau kerangkeng besi. Sepak bola, menurutnya, adalah jalan untuk meraih kebahagiaan.

"Ya, saya bermain di dalam kerangkeng. Saya pikir seperti kebanyakan anak muda Paris, kami tidak bisa menonton sepak bola di stadion yang layak, kami tidak punya uang. Dan kami tidak bermain di lapangan (yang layak), karena kami tidak memiliki peluang itu. Tapi kami menemukan cara untuk bermain sepak bola kapanpun dan dimanapun kami bisa – bahkan dengan kertas!"

"Saya ingat di sekolah teman saya tertawa terbahak-bahak saat bermain sepak bola. Padahal kami menggunakan selotip dan kertas untuk membuat bola untuk dimainkan, dan tentu saja, kami benar-benar tidak perlu banyak untuk bahagia, kami senang bermain di jalanan."

 

5 dari 5 halaman

Ingin Jadi Sumber Inspirasi

Sekarang, dia ingin menang bersama Liverpool, dan final Liga Champions akan menutup musim bersejarah yang luar biasa bagi Liverpool.

"Hari ini, saya cukup beruntung untuk mencapai level ini, tetapi itu bukan akhir. Saya berharap bahwa saya akan mencapai ketinggian yang lebih tinggi dan menjadi sumber inspirasi bagi kaum muda, inspirasi bagi lebih banyak orang untuk datang dari jalanan Paris ke sepak bola."

"Mimpi saya sebagai seorang anak hanyalah menjadi pemain sepak bola profesional. Hanya pemain sepak bola profesional."

"Ketika saya berusia 14 tahun, saya tidak memiliki gagasan untuk berada di klub top, jika seseorang bertanya kepada saya maka pada usia berapa Anda akan bermain untuk Liverpool, saya akan mengatakan tidak. Tapi sekarang?"

Sumber: Mirror

Berita Terkait