Bola.com, Makassar - PSM Makassar baru saja berkiprah di Piala Presiden 2022 dan Piala AFC 2022. Pada ajang pra musim tanah air, langkah skuad Juku Eja terhenti di perempat final setelah kalah dari Borneo FC dengan skor 1-2.
Sementara di kompetisi kasta kedua Asia, tim kebanggaan warga Sulawesi Selatan ini melaju ke semifinal zona ASEAN dengan status juara grup.
Pada kedua ajang tersebut diatas, PSM total tampil dalam enam laga dengan hasil dua kemenangan, dua imbang dan dua kali kalah.
Pada enam laga itu, PSM mengoleksi lima gol. Dua pemain asing mereka yakni Wiljan Pluim (Belanda) dan Everton Nascimento (Brasil) sama-sama mencetak dua gol, sedang satu gol lainnya berkat aksi Rizky Eka Pratama.
Dihubungi Bola.com, Rabu (6/7/2022), eks penyerang sayap timnas Indonesia, Hanafing menilai pencapaian PSM Makassar ini sudah optimal dengan acuan masa persiapan tak ideal buat sebuah tim bermaterikan mayoritas pemain baru serta pelatih yang pertama kali berkiprah di Indonesia.
Analisis
Hanafing yang menjadi bagian skuad Garuda meraih medali emas SEA Games 1991 ini pun memiliki catatan terkait penampilan Wiljan Pluim dan kolega di Piala Presiden 2022 dan Piala AFC 2022.
Menurut Hanafing, kelebihan yang ditunjukkan skuad Juku Eja adalah karakter khas Makassar, semangat juang untuk meredam kelebihan tim lawan saat menguasai bola. Terutama lini belakang mereka yang dikordinir bek asal Portugal, Yuran Fernandes.
"Itulah mengapa di kedua ajang itu, PSM Makassar menjadi tim yang sulit untuk dikalahkan," ujar Hanafing.
Minus: Durasi Persiapan
Minimnya durasi persiapan jadi kendala tersendiri buat PSM. Menurut Hanafing, sebagai pelatih anyar dengan materi pemain mayoritas baru, tak mudah buat Bernardo Tavares membuat PSM menjadi tim yang kuat.
Apalagi, PSM tak memiliki Direktur Teknik (Dirtek) untuk membantu kerja pelatih berpaspor Portugal itu pada masa persiapan.Satu diantaranya adalah terkait data seperti fisik dan kebugaran pemain.
Menurut Hanafing untuk level Liga 1, setiap pemain wajib memiliki Vo2maz minimal 60.
"Kalau dibawah itu sulit buat sang pemain tampil konsisten karena tak mudah menjaga atau mengembalikan kebugaran ditengah jadwal padat," tegas Hanafing yang pernah menangani PSM pada 2008-2010.
Momentum
Hal ini bisa terlihat pada penampilan PSM pada enam laga yang mereka lakoni.
PSM memang mampu lolos ke semifinal Piala AFC 2020 zoma ASEAN usai mengalahkan Tampines Rovers (Singapura) dengan skor 3-1. Tapi, pada laga itu PSM diuntungkan karena Tampines hanya bermain dengan 10 pemain sejak babak pertama.
"Seperti yang saya bilang tadi, pemain PSM memiliki semangat juang tinggi. Mereka mendapat momentum bagus saat Tampines menerapkan permainan bertahan setelah kekurangan pemain," papar Hanafing.
Kolektivitas Tim dan Penyelesaian Akhir Bermasalah
Hanafing menambahkan, kelemahan menonjol pada enam laga yang dilakoni PSM adalah kolektivitas tim dan penyelesaian akhir. Tim asuhan Bernardo Tavares gampang kehilangan bola serta belum adanya kerjasama tim dan pemahaman baik di lini depan.
Alhasil, skuad Juku Eja lebih mengandalkan kemampuan Wiljan Pluim sebagai kreator serangan.
"Jadi, ketika Wiljan Pluim mendapat pengawalan ketat, otomatis penampilan PSM sulit berkembang," tutur Hanafing.
Modal Semangat Saja Tak Cukup
Hanafing merujuk penampilan terakhir PSM kontra Borneo FC. Pada laga itu, skuad Juku Eja memang tampil dengan semangat juang tinggi. Tapi, modal itu tak cukup untuk meredam kelebihan teknik Borneo yang langsung mendapatkan dua gol saat pertandingan baru berlangsung 16 menit.
"Pemain PSM hanya bagus saat merebut bola. Tapi, setelah itu mereka terlihat kebingungan untuk melakukan serangan. Terutama lini kedua. Apalagi, Wiljan Pluim dijaga ketat lawan."
Suplai lini kedua yang minim, khususnya dari sisi sayap membuat stiker PSM, Everton Nascimento harus kerja memjemput bola. Akibatnya, penyerang berpaspor Brasil itu sering kehilangan fokus saat mendapat peluang.