Bola.com, Jakarta - Pelatih anyar Persib Bandung, Luis Milla bukan sosok yang asing bagi publik sepak bola Tanah Air. Ia pernah memesona publik ketika menukangi Timnas Indonesia beberapa tahun silam.
Selama dua tahun nakhoda asal Spanyol itu melatih Tim Garuda. Ia didatangkan PSSI kepengurusan Edy Rahmadi pada 2017. Pada 21 Januari 2017, Milla menggantikan Alfred Riedl di pucuk pimpinan Timnas Indonesia dengan menandatangani kontrak berdurasi dua tahun.
Kariernya bisa dibilang tak panjang di negara kita. Ia hanya sempat memimpin Timnas Indonesia U-22 di SEA Games Malaysia 2017. Kala itu Milla mempersembahkan medali perunggu. Selanjutnya, ia memimpin timnas di ajang Asian Games 2018.
Pada ajang multievent terbesar Asia tersebut Indonesia U-23 plus lolos ke perempat final. Tim Merah-Putih kalah adu penalti dari UEA.
Walau tak mempersembahkan gelar, kehadiran Luis Milla melekat di hati masyarakat luas. Ia dianggap bisa mengubah wajah timnas. Tim asuhannya menyajikan permainan sepak bola indah ala tiki taka Barcelona. Bersama Direktur Teknik PSSI saat itu, Danurwindo, Milla menyusun kurikulum pembinaan sepak bola Indonesia dengan nama Filanesia.
Pendek Merapat
Arsitek kelahiran 12 Maret 1966 dianggap bisa menemukan kelebihan pesepak bola Indonesia. Dengan postur rata-rata pemain yang tak terlalu tinggi, namun memiliki skill individu cukup mumpuni, pemain-pemain Timnas Indonesia bermain dengan pendekatan pendek merapat yang memesona.
Secara kontroversial pada Oktober 2018, kontraknya tak diperpanjang oleh PSSI. Kabarnya, ia meminta kontrak yang nominalnya ketinggian, sehingga Joko Driyono (Ketua Umum PSSI saat itu), tak berminat menawari kontrak anyar.
Sang pelatih sempat melakukan presentasi di hadapan kepengurusan PSSI anyar Iwan Bule di Filipina di sela-sela SEA Games 2019 Filipina, hanya saja federasi lebih memilih sosok Shin Tae-yong sebagai nakhoda gres Timnas Indonesia. Mila dianggap PSSI tak berani menginyakan target juara, layaknya STY.
Milla pada saat itu merasa aneh jika dirinya berani mematok target juara. "Tidak ada pelatih di dunia bisa menjamin gelar," katanya.
Bocoran di kemudian hari mencuat. Bahwa sebenarnya Luis Milla sudah meneken perpanjangan kontrak baru di 2018. Ia rela menurunkan angka kontrak, tapi entah kenapa kontrak yang ditekennya raib begitu saja.
Debut Kontra Myanmar
Laga debut Luis Milla sebagai pelatih Timnas Indonesia terjadi pada 21 Maret 2017. Timnas Indonesia menjamu Myanmar pada laga persahabatan di Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor.
Bermodalkan mayoritas pemain muda, Luis Milla mendulang hasil tak sesuai harapan. Timnas Indonesia menelan kekalahan 1-3 dari Myanmar.
"Saya sangat senang dan bangga dengan pemain-pemain saya. Jalan masih panjang. Kami mempunyai pemain bagus, mereka kerja keras, berjuang dan berkorban untuk Indonesia," ujar Luis Milla setelah pertandingan itu.
Namun, gaya kepelatihan Luis Milla yang mengandalkan pemain muda mendapatkan dukungan publik. Bersama Luis Milla, bakat-bakat muda Indonesia mendapatkan kesempatan untuk membela Timnas Indonesia senior.
SEA Games 2017
Event pertama Luis Milla bersama Timnas Indonesia terjadi pada SEA Games 2017. Ketika itu, Luis Milla dipercaya menukangi Timnas Indonesia U-22.
Timnas Indonesia U-22 tergabung di Grup B bersama Thailand, Vietnam, Filipina, Kamboja, dan Timor Leste. Septian David dkk berhasil lolos ke semifinal setelah mengumpulkan 11 poin hasil tiga kali menang dan dua kali imbang.
Namun, impian meraih medali emas SEA Games 2017 pupus setelah Timnas Indonesia U-22 kalah 0-1 dari Malaysia. Timnas Indonesia U-22 meraih perunggu dari SEA Games setelah mengalahkan Myanmar 3-1 pada perebutan peringkat ketiga.
PSSI ketika itu masih memberikan kesempatan kepada Luis Milla. Ketua Umum PSSI ketika itu, Edy Rahmayadi, menyebut masa depan Luis Milla akan diputuskan setelah Asian Games 2018.
Target Berat
Tergantung nanti Asian Games, kami punya target di Asian Games. Wajar kalau kami lihat nanti bagaimana hasil yang sudah dipersiapkan selama dia melatih dua tahun," kata Edy.
Target yang dibebankan kepada Luis Milla saat itu teramat berat. Luis Milla diminta berhasil mengantarkan Timnas Indonesia U-22 sampai semifinal Asian Games 2018.
Harapan sempat melambung ketika Timnas Indonesia U-22 berhasil keluar dari lubang jarung babak penyisihan grup. Timnas Indonesia U-22 menjadi juara grup bermodalkan sembilan poin hasil tiga kali menang dan sekali kalah.
Namun, impian melaju ke semifinal kandas. Timnas Indonesia menyerah pada babak 16 besar setelah kalah 3-4 melalui drama adu penalti melawan Uni Emirat Arab.
Luis Milla kecewa karena perjuangan anak-anak asuhnya dilukai kepemimpinan wasit yang memberikan dua penalti. Menurut Milla, penalti kedua UEA patut dipertanyakan. Pelatih Spanyol itu menganggap Shaun Robert Evans tidak layak untuk terus memimpin pertandingan, terutama di Asian Games 2018.
"Bisa dibayangkan bagaimana perasaan kami, tentu sedih dan kecewa. Saya terbawa oleh perasaan karena anak-anak sudah luar biasa. Anak-anak ini tidak layak tereliminasi. Saya harap suporter tetap mengapresiasi perjuangan mereka," ujar Luis Milla.
Tarik Ulur Perpanjangan Kontrak
Kegagalan Timnas Indonesia U-22 di Asian Games 2018 membuat masa depan Luis Milla dipertanyakan. Sinyal itu diperkuat setelah Luis Milla mengadakan perpisahan dengan para pemain dan media setelah Timnas Indonesia U-22 kalah dari Uni Emirat Arab.
Saat itu kontrak Luis Milla berakhir setelah Asian Games 2018. Langkah itulah yang membuat Luis Milla melakukan perpisahan kecil dengan pemainnya.
"Belum ada yang mengajak saya bicara. Yang pertama saya lakukan berpamitan dan melakukan perpisahan dengan pemain dan ofisial tim," kata Luis Milla.
Desakan publik kemudian menguat agar PSSI memberikan perpanjangan kontrak kepada Luis Milla. Ketua Umum PSSI saat itu, Edy Rahmayadi, membantah memecat Luis Milla. Edy bahkan mengaku PSSI sudah berniat memberikan perpanjangan kontrak kepada pelatih asal Spanyol tersebut. "Siapa bilang PSSI mau memecat Milla? Baru juga Timnas U-23 selesai bertanding kemarin, masa saya mau langsung ambil keputusan. Kami punya sistem, tidak bisa seenaknya. Akan kami umumkan segera soal status pelatih Timnas Indonesia, karena dua bulan lagi akan ada ajang Piala AFF," kata Edy Rahmayadi.
PSSI dalam posisi terdesak karena Piala AFF 2018 tinggal dalam hitungan bulan. Namun, pada akhirnya Luis Milla benar-benar tidak memperpanjang kontraknya.
Merindukan Indonesia
Mantan pemain Barcelona dan Real Madrid itu amat berkesan dengan petualangannya di Indonesia. Ia sempat mengunggah postingan berbau Indonesia di media sosial pribadi.
"Tiga tahun yang lalu saya memulai petualangan indah saya sebagai pelatih Timnas Indonesia," tulis Luis Milla pada keterangan foto yang diunggahnya dalam suatu kesempatan.
"Negara yang luar biasa dan saya akan selalu berterima kasih atas apa yang saya dapatkan ketika tinggal di sana dan bagaimana mereka memperlakukan saya. Terima kasih Indonesia," kata Luis Milla.
Main di Barcelona dan Real Madrid
Sebelum jadi pelatih, Luis Milla menjalani karier sensasional sebagai pemain. Milla pernah menimba ilmu di dua klub besar La Liga, yakni Barcelona dan Real Madrid. Padahal, kedua tim terkenal mempunyai rivalitas yang tinggi.
Luis Milla mengakui tak mudah pindah ke klub rival. Tak hanya tekanan batin, pemain bersangkutan juga biasanya kerap menghadapi tekanan suporter fanatik dan dicap penghianat.
Kondisi tersebut pernah ia rasakan saat memutuskan hijrah dari Barcelona ke Real Madrid.
"Tidak mudah menukar Barcelona dengan Real Madrid," kata Luis Milla, seperti dilansir dari Marca.
6 Musim di Barcelona
Luis Milla pernah meninggalkan Barcelona ke Real Madrid tanpa memperkuat klub lain terlebih dahulu. Pelatih berusia 53 tahun itu sejatinya merupakan jebolan akademi Barcelona.
Luis Milla menjalani debutnya di tim utama Los Cules pada 1984. Bersama El Barca, Milla bertahan selama kurang lebih enam musim.
Setelah itu, Milla langsung hengkang ke Real Madrid. Klub yang menjadi rival utama Barcelona di La Liga. Sayang, dua pekan setelah bergabung dengan Los Blancos, Luis Milla mengalami cedera parah.
Dia harus absen dalam jangka waktu lama. Setelah cederanya sembuh, Milla mampu mencatatkan 165 laga bersama Real Madrid. Tak hanya itu, Milla sukses mengantarkan El Real merengkuh dua trofi La Liga dan satu gelar Copa Del Rey.
Juara Eropa
Usai gantung sepatu, Milla pertama kali menjadi pembinaan profesional pada 2007-2008. Kalai itu dia membantu mantan rekan setimnya di Barcelona dan Madrid Michael Laudrup di Getafe CF.
Di musim panas berikutnya, dia diangkat menjadi manajer tim nasional U-19, setelah penunjukan Vicente del Bosque sebagai manajer senior.
Di turnamen pertamanya, Kejuaraan Eropa UEFA 2009, timnya tidak lolos dari babak penyisihan grup. Namun, pada edisi 2010 di Prancis, Milla membawa Spanyol ke final, yang berakhir dengan kekalahan dari tuan rumah.
Di tahun yang sama, Milla menggantikan Juan Ramon Lopez Caro selaku pelatih tim U-21. Meski menemukan situasi yang sulit setelah kedatangannya, dia berhasil lolos ke Kejuaraan Eropa 2011 usai mengandaskan Kroasia dalam play-off dua leg. Di babak final di Denmark, Milla memimpin Spanyol U-21 meraih gelar ketiganya.
Juan Matta, Andres Herrera, dan David de Gea adalah anak didik Luis Milla saat menukangi Spanyol junior.
Kini Luis Milla memulai petualangan baru di Persib. Akankah ia bisa meraih kesuksesan di Tim Maung Bandung?