Bola.com, Jakarta - Setiap perhelatan Piala Dunia adalah konsumsi bagi miliaran pasang mata dari seluruh jagad. Tak heran jika hal sekecil apapun yang dilakukan para bintang, bisa menjadi bahan 'gorengan' yang tak pernah lekang.
Setiap penyelenggaraan Piala Dunia, selalu saja ada yang bikin heboh. Di sana, bisa terkait pemain muda yang moncer, pemain yang mendadak tenar, atau pesepak bola yang sudah berlabel bintang lalu semakin bersinar, atau malah sebaliknya.
Kisah Megabintang
Satu di antara yang melekat erat di ingatan para penggemar sepak bola dunia adalah kisah almarhum Diego Maradona. Yup, siapa yang tak kenal Diego Maradona.
Dia adalah legenda Timnas Argentina. Bersama Maradona, Argentina tampil superior pada Piala Dunia 1986 di Meksiko. La Albiceleste suskes merengkuh juara setelah meremukkan Jerman Barat dengan skor 3-2 di partai pamungkas.
Jadi Antiklimaks
Namun, semua menjadi atiklimaks di Piala Dunia 1994. Maradona tak hanya gagal mengulang sukses, tapi juga terpaksa angkat kaki dari Amerika Serikat lantaran terindikasi menggunakan obat terlarang yang mengandung Ephedrine.
Dalam dunia medis, Ephedrine merupakan obat untuk menurunkan berat badan yang juga berfungsi meningkatkan performa. Ephedrine tergolong satu di antara obat yang diharamkan FIFA kala itu.
Tes Doping
Kala itu, panitia penyelenggara meminta Maradona melakukan serangkaian tes doping jelang bentrok laga ketiga Grup D Piala Dunia 1994, melawan Bulgaria. Dalam dua-duel sebelumnya, El Pibe del Oro tampil jempolan.
Sang Kapten menyumbang satu dari empat gol kemenangan tanpa balas atas Yunani. Maradona juga punya andil besar di balik kemenangan 2-1 atas Nigeria.
Alasan FIFA
Sepasang gol Argentina diceploskan si gondrong Claudio Caniggia, dimana satu asis berasal dari Maradona. Minus sang megabintang, Tim Tango jelas oleng. Separuh napas mereka raib.
Buntutnya, Caniggia dkk digebuk Bulgaria 0-2. Kampiun Piala Dunia 1978 dan 1986 itu memang lolos ke babak 16 besar, namun tak bisa berbuat banyak. Armada Alfio Basile harus angkat koper lebih cepat usai dikalahkan Rumania 3-2.
Banyak yang bertanya, kenapa FIFA memaksa Maradona harus melakukan tes doping? Semua berawal dari selebrasi sang bintang usai menjebol gawang Yunani. Berlari ke arah kamera di pinggir lapangan, Maradona meluapkan kegembiraannya dengan cara berteriak secara berlebihan.
Hidup Terjebak
Banyak pihak, termasuk FIFA, melihatnya sesuatu yang aneh dan tak lama setelah itu Maradona diminta untuk tes doping. Sebenarnya, Maradona sudah lama terjerumus narkoba.
Saat berseragam Barcelona (1982-1984), dia sudah kecanduan kokain. Kegilaan sang bintang dengan barang laknat itu kian tak terkontrol saat hijrah ke Napoli (1984-1991).
Dewa Napoli
Meski begitu, Maradona membawa Partenopei mengangkat trofi Serie A untuk kali pertama pada musim 1986/1987. Pencapaian itu sekaligus menjadi klub pertama asal Italia Selatan yang memenangkan kompetisi tertinggi Negeri Pizza. Itulah kenapa, tifosi Napoli sangat mencintai Maradona hingga kini.
Akhirnya, pemakaian narkoba yang tak henti menemui puncaknya di Piala Dunia 1994. Maradona yang saat itu mengalami masalah berat badan memilih jalan pintas dengan mengkonsumsi Ephedrine.
Pesan Khusus
Tapi apa mau dikata, tes doping tak dapat menyelamatkan Maradona. Dia pun harus menyudahi pesta terakbar empat tahunannya dengan getir alias sad ending.
Belakangan, Maradona menyadari jika dirinya telah tersesat. Dia lantas menasihatkan pemain lain agar menjauh dari narkoba. "Mereka yang mengatakan kokain merangsang, Anda tidak tahu apa-apa. Jika Anda menggunakan kokain untuk bermain sepak bola, Anda tidak bisa bermain. Tidak baik berada di atas lapangan. Tidak ada gunanya seumur hidup. Tak berguna," kata Maradona.