Bola.com, Jakarta - Inggris bersiap mengarungi Piala Dunia 2022 dengan semangat membara. Selain bermaterikan sederet bintang jempolan, Inggris juga menyambangi Qatar dengan dua modal lain yang tak kalah glamor: semifinalis Piala Dunia 2018 dan finalis Euro 2020.
Sejak ditukangi Gareth Southgate pada 2016, Inggris, pelan namun pasti, perlahan bangkit dari keterpurukan. Setelah juara Piala Dunia 1966 di kandang sendiri, Tiga Singa tak pernah lagi naik podium kehormatan.
Piala Dunia 1990 merupakan pencapaian terbaik terakhir mereka di festival sepak bola terakbar empat tahunan. Saat itu, Inggris merengkuh peringkat keempat. Pencapain spektakuler itulah yang kemudian diulangi Southgate 28 tahun kemudian.
Southgate, dalam kapasitasnya sebagai pelatih, memang masih minim jam terbang. Terlebih di pentas internasional. Saat ditunjuk menukangi timnas senior, mantan pemain Crystal Palace, Aston Villa, dan Middlesbrough itu berstatus sebagai arsitek timnas u-21. Sebelumnya, mengarsiteki mantan klubnya, Middlesbrough.
Masa Lalu Southgate
Itulah kenapa, ketika PSSI-nya Inggris menunjuknya, tak sedikit yang skeptis. Southgate bergeming. Anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu.
Southgate memang miskin pengalaman, tapi sepertinya dia kaya sejarah. Sejarah membuatnya matang.
Masih ingat semifinal Euro 1996, ketika Inggris dan Jerman harus memungkasi duel via adu penalti? Southgate yang maju sebagai eksekutor terakhir gagal menjalankan tugasnya dengan sempurna. The Three Lions kalah 5-6. Padahal, jika Southgate berhasil, ceritanya mungkin bisa berbeda.
"Hingga saat ini, saya tak bisa melupakannya. Tapi saya banyak belajar dari semua itu," kata Southgate, dilansir Guardian.
Dibantai Jerman
Bisa jadi pula, Southgate berkaca dari kegagalan Inggris di Piala Dunia 2010, kala mereka dipermalukan Jerman. Di babak 16 besar, Inggris lagi-lagi bersua musuh besarnya, Die Mannschaft. Jerman menantang Inggris berbalut dendam kesumat, kala mereka dikalahkan di final Piala Dunia 1966.
Fabio Capello terlihat percaya diri di pinggir lapangan. Pelatih asal Italia itu menerapkan pola 4-4-2. Dua striker jadi andalan, Jermain Defoe dan Wayne Rooney. Lini tengah dimotori kapten Steven Gerrard. Di belakang, di jantung pertahanan, dimotori John Terry. Di bawah mistar, David James berdiri sangar.
Menatap formasi yang mengerikan itu, Inggris tak mungkin tumbang apalagi sampai hancur. Tapi apa yang terjadi kemudian sungguh menyesakkan. Tim yang diunggulkan tersebut justru terjungkal, rubuh 1-4.
Matthew Upson sempat memperkecil skor jadi 1-2 pada menit ke-37, merespons gol Jerman via Lukas Podolski serta Miroslav Klose beberapa menit sebelumnya. Di babak kedua, seutuhnya milik armada Joachim Löw. Dua gol Thomas Müller membenamkan Inggris ke lautan tangis.
Kekalahan Terburuk
Kekalahan ini merupakan salah satu kekalahan terburuk Inggris di Piala Dunia. Bermaterikan amunisi top dan pelatih top, bagaimana mungkin Inggris bisa luluh-lantak seperti itu? Siapa yang harus disalahkan?
"Masalahnya terletak pada pelatih," kata Jose Mourinho sat itu, dilansir Daily Mirror. Mourinho diam-diam ikut geram terkait kinerja Capello yang menurutnya tak paham karakter permainan Gerrard dkk.
"Dia tidak mengenal para pemain. Mereka takut kepadanya dan mereka tidak bisa bermain untuk dia," imbuh eks pembesut Chelsea dan Manchester City yang kini menukangi AS Roma.
Capello Vs Southgate
Peter Crouch, mantan pemain Timnas Inggris, pada akhirnya juga membandingkan Capello dan Southgate.
"Ketika saya melihat skuad Gareth Southgate sekarang dan melihat bagaimana mereka mempersiapkan diri untuk menghadapi Jerman. Itu mengingatkan saya betapa berbedanya hal-hal itu dengan kami di Afrika Selatan," kata Crouch.
Ya! Di Euro 2020, di bawah telunjuk Southgate, Inggris berhasil mencabut akar kepahitannya atas Jerman. Bersua di babak 16 besar, Tiga Singa menerkam Panser Eropa dua gol tanpa balas lewat aksi Raheem Sterling dan Harry Kane menyudahi.
Pembalasan yang sempurna.