Bola.com, Malang - Sepak bola Indonesia dirundung duka. Lagi-lagi ada nyawa yang terenggut dari sepak bola yang sejatinya merupakan alat hiburan bagi masyarakat justru membuat sejumlah nyawa hilang. Insiden kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022), kabarnya menelan cukup banyak korban.
Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya Surabaya dalam laga pekan ke-11 BRI Liga 1 2022/2023 yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan, Sabtu malam. Begitu wasit meniup peluit panjang, beberapa saat kemudian sejumlah Aremania masuk ke lapangan.
Dalam pantauan Bola.com di Stadion Kanjuruhan, mereka menghampiri para pemain, memeluknya dan ada yang mengajak bicara kapten tim Ahmad Alfarizi. Namun, setlah itu muncul Aremania yang masuk lapangan sembari membentangkan bendera dan diikuti oleh sejumlah suporter lain.
Petugas keamanan pun mengambil langkah pengamanan. Para pemain Arema FC dibawa ke luar lapangan dan menuju ruang ganti. Namun, jumlah suporter yang turun ke lapangan makin banyak, membuat petugas keamanan yang terdiri dari kepolisian, TNI, dan match steward kalah jumlah.
Opsi melakukan tembakan gas air mata pun diambil petugas. Beberapa diarahkan ke tribune Stadion Kanjuruhan dan membuat para suporter justru panik dan menimbulkan insiden yang lebih besar lagi. Sejumlah Aremania harus menjadi korban, mulai dari sesak napas, terjatuh, hingga akhirnya terinjak-injak sesama suporter yang dilanda kepanikan.
Ratusan Korban Insiden Kanjuruhan
Dalam pantauan Bola.com, cukup banyak korban yang tergeletak di setiap jengkal ruangan pintu keluar Stadion Kanjuruhan. Ada dari mereka yang bernapas, tapi ada pula yang sudah tidak bernapas.
Dari konferensi pers yang digelar kepolisian pada Minggu dini hari menjelang subuh, jumlah korban jiwa mencapai 127 orang, dua di antaranya adalah polisi dan sisanya merupakan suporter.
Meskipun berbeda kisah dari sisi penyebab dan cerita, insiden di Stadion Kanjuruhan, Malang, ini membawa memori kepada dua tragedi besar yang pernah terjadi dalam persepakbolaan dunia, yatu Tragedi Heysel dan Tragedi Hillsborough.
39 Orang Meninggal Saat Tragedi Heysel
Tragedi Heysel merupakan insiden yang terjadi dalam laga antara Liverpool dan Juventus di di final Piala Champions 1985. Insiden yang terjadi di Stadion Heysel di Brussels itu pada 29 Mei 1985 itu membuat tim-tim dari Inggris dilarang bermain di level internasional selama lima tahun.
Dalam insiden tersebut 600 orang luka-luka dan 39 meninggal dunia. Penyebabnya adalah kerusuhan antarsuporter yang berlanjut dengan robohnya tembok stadion yang akhirnya menimpa ratusan orang yang ada di sana.
Peristiwa terjadi ketika penggemar dari masing-masing klub saling mengejek. Kemudian sekelompok penggemar Liverpool menerobos pembatas dan masuk ke wilayah penggemar Juventus.
Ketika itu pendukung Juventus berusaha menjauh, tapi kemudian tragedi maut tidak terhindarkan. Dinding pembatas di sektor tersebut roboh karena tak bisa menahan beban penggemar yang terus berusaha merangsek dan melompati pagar.
Akibatnya dinding yang berjatuhan menimpa ratusan orang, di mana 39 orang di antaranya meninggal dunia, di mana 32 di antaranya suporter Juventus, 4 orang warga negara Belgia, 2 warga negara Prancis, dan seorang warga negara Irlandia.
Tragedi Hillsborough yang Memilukan, 96 Orang Meninggal
Selanjutnya yang pernah terjadi adalah Tragedi Hillsborough pada 15 April 1989. Peristiewa tersebut terjadi di markas klub Inggris, Sheffield Wednesdey, yang akan menggelar pertandingan semifinal Piala FA antara Liverpool dan Nottingham Forest.
Peristiwa di Hillsborough ini menimbulkan jumlah korban yang lebih banyak dari Tragedi Heysel dan bahkan menjadi rekor tragedi terbesar yang berhubungan dengan stadion sepak bola di Britania Raya, yaitu mencapai 96 orang meninggal dunia, di mana semua adalah pendukung Liverpool.
Insiden tersebut berawal dari upaya mengalokasikan pendukung Liverpool, di mana seorang komandan polisi pertandingan memerintahkan sebuah pintu keluar dibuka, tapi justru menyebabkan masuknya pendukung yang lebih banyak sehingga menjadi sangat padat.
Sempat Ada Rekayasa Penyebab
Awalnya, kepolisian South Yorkshire memberikan pernyataan bahwa hooliganisme yang dilakukan oleh pendukung Liverpool yang tengah mabuk sebagai penyebab tragedi tersebut. Namun, pada 1990 ditemukan fakta bahwa penyebab utama tragedi tersebut adalah kegagalan kepolisian melakukan pengendalian massa.
Dibukanya gerbang keluar membuat ribuan penggemar justru memasuki terowongan sempit dan akhirnya penuh sesak, menciptakan tekanan di bagian depan dari massa dan akhirnya ratusan orang saling menekan dan ditekan oleh beban massa yang ada di belakangnya.
Seorang inspektur kepolisian yang menyadari situasi tersebut meminta wasit untuk menghentikan pertandingan. Para penggemar pun memanjat pagar sebagai upaya untuk bisa melarikan diri dari situasi terjepit.
Sebuah gerbang kecil dibuka paksa oleh penggemar untuk bisa melarikan diri, sementara banyak yang terus memanjat pagar. Kerumunan pun tumpah ke lapangan. Sementara mereka yang masih terperangkap banyak yang akhirnya meninggal karena sesak napas saat berdiri.
Sepupu Gerrard Jadi Korban
Selain 96 orang yang meninggal dalam insiden tersebut, 89 di antaranya adalah laki-laki. Sementara berdasarkan usia, kebanyakan berusia di bawah 30 tahun dan 13 di antaranya berusia di bawah 20 tahun.
Korban termuda disebut berusia 10 tahun bernama Jon Paul Gilhooley yang juga merupakan sepupu dari Steven Gerrard, yang kemudian menjadi pemain Liverpool.
Sebanyak 730 orang terluka di dalam stadion, sementara 36 orang lainnya terluka di luar stadion. Tragedi ini menyebabkan trauma yang sangat besar bagi suporter yang hadir dalam pertandingan tersebut.