Bola.com, Jakarta - Korban tewas dalam kerusuhan suporter dengan aparat usai duel Arema FC versus Persebaya Surabaya di Liga 1, Sabtu (1/10/2022) malam WIB terhitung banyak. Kerusuhan ini jadi kerusuhan sepak bola dengan korban jiwa terbesar di dunia.
Data yang didapat Bola.com hingga Minggu (2/10/2022) pukul 05.00 WIB total 127 meninggal dunia korban di Stadion Kanjuruhan. Terdiri dari 125 suporter, 2 dari pihak kepolisian.
Korban meninggal dibawa ke RS Wava Husada, dan 3 korban dibawa ke RS Kanjuruhan. Ironisnya, salah satu korban meninggal dunia adalah anak kecil. Tak hanya suporter, pihak kepolisian juga jadi korban tawuran massal ini.
Kedua korban masing-masing bernama Brigadir Andik dan Briptu Fajar yang merupakan anggota Polres Trenggalek saat bertugas.
Jumlah korban diprediksi akan bertambah. Di media sosial banjir video dan foto-foto korban jiwa kerusuhan yang melibatkan Aremania dengan aparat polisi.
Kerusuhan pecah usai pertandingan. Aremania mengamuk karena tim kesayangannya kalah 2-3 dari kubu Bajul Ijo. Mereka menyerbu lapangan. Pihak kepolisian yang kalah jumlah, melakukan aksi respons dengan menembakkan gas air mata ke tribune. Situasi ini memperparah keadaan. Banyak penonton yang saling tindih dan bertumpuk-tumpukan karena panik dengan gas air mata.
Pastinya, jumlah korban sementara tragedi Kanjuruhan jadi yang tertinggi di dunia. Menurut catatan Bola.com ada sejumlah kerusuhan sepak bola besar terjadi di berbagai belahan dunia. Namun, jumlah korbannya tak sebanyak di Malang. Simak detailnya di bawah ini.
Piala Afrika Kamerun (2022)
Sebanyak enam orang suporter tewas dan puluhan orang lainnya terluka saat menyaksikan laga Kamerun versus Komoro di ajang Piala Afrika 2021. Dilansir laporan CBC, insiden maut itu terjadi saat kelompok suporter mencoba merangsek masuk ke dalam Stadion Stade Olembe, Yaounde pada Selasa, (25/1/2022)
Panitia membatasi jumlah kehadiran suporter hingga 60 persen. Hal itu dilakukan guna membatasi penyebaran Covid-19. Konfederasi Sepak Bola Afrika akan menyelidiki lebih lanjut atas tragedi mengenaskan itu. Namun, penggila sepak bola Kamerun yang amat ingin menyaksikan tim kesayangannya berlaga tak tahan untuk menerabas protokoler COVID.
Ultras White Knights Mesir (2015)
Pada tahun 2015, Mesir resmi menangguhkan liga profesional dan memerintahkan penyelidikan. Hal ini terjadi usai 40 orang tewas dan puluhan lainnya terluka dalam penyerbuan dan bentrokan antara polisi dan pendukung klub sepak bola Zamalek di sebuah pertandingan di Kairo, Mesir.
Aljazeera memberitakan tragedi kekerasan itu meletus ketika polisi mencoba mendirikan barikade dan menembakkan gas air mata. Hal itu dilakukan guna membubarkan suporter yang mencoba memaksa masuk ke stadion milik ibu kota tersebut.
Ultras White Knights adalah suporter Zamalek yang terkenal keras. Mereka kerap berbuat kerusuhan saat mendukung tim kesayangannya.
Tragedi Johannesburg (2001)
Pada 11 April 2001, laga Chiefs kontra Orlando Pirates berakhir dengan mengenaskan. Sebanyak 42 suporter yang dinyatakan tewas saat laga tersebut.
Saat peristiwa itu terjadi, di dalam stadion terjadi kerusuhan sehingga mengakibatkan suporter melarikan diri keluar. Padahal, di luar stadion masih terdapat kerumunan suporter lainnya yang belum bisa masuk ke dalam.
Efeknya, petugas keamanan kewalahan dan justru melakukan tindakan yang membuat suasana menjadi lebih kacau. Massa tak terkendali bertumbangan tanpa bisa dihindari.
Rusuh Hillsborough (1989)
Pada 15 April 1989, semifinal Piala FA yang mempertemukan Liverpool kontra Nottingham Forest terhenti ketika 96 penggemar Liverpool tewas di Stadion Hillsborough.
CNN memberitakan bahwa bencana itu terjadi ketika beberapa suporter Liverpool mulai berjalan menuju tribun Leppings Lane.
Dalam upaya untuk mengendalikan kerumunan berlebihan, Kepala Inspektur David Duckenfield, komandan polisi yang bertanggung jawab atas permainan pada saat itu memerintahkan gerbang keluar C untuk dibuka.
Blunder, keputusannya ini justru mengakibatkan kerumunan di tribun Lane, sehingga menewaskan banyak suporter di sana. Massa dalam jumlah besar berdesakan. Mereka saling injak karena panik dengan situasi.
Stadion Heysel (1985)
Duel puncak Piala Champions 1985 menjadi kenangan pahit bagi suporter sepak bola Inggris dan Italia.
Laga yang mempertemukan Liverpool versus Juventus berbuntut kerusuhan yang menelan banyak korban jiwa. Mengutip Sportskeeda, 39 suporter Juventus meninggal sementara 600 orang lainnya terluka.
Sebelum pertandingan dimulai, fans Liverpool sudah melempari suporter Juventus. Akibatnya, penggemar Si Nyonya Tua melarikan diri sementara yang lain mundur ke dinding beton.
Apesnya, dinding beton tersebut runtuh dan menimpa para penggemar klub tersebut. Tragedi itu mengakibatkan semua klub Inggris dilarang bermain di Eropa untuk jangka waktu lima tahun.
Bencana Stadion Nasional Peru (1864)
Tragedi sepak bola dengan jumlah korban terbesar terjadi pada 25 Mei 1964 di Estadio Nacional, Lima, Peru. Boleh dibilang tragedi yang merenggut nyawa hingga 328 orang itu mirip dengan kejadian di Stadion Kanjuruhan.
Saat itu pertandingan mempertemukan Timnas Peru dan Argentina di babak kualifikasi Olimpiade Tokyo 1964. Pertandingan dihadiri ribu penonton yang memadati stadion tersebut.
Kala itu Argentina tengah unggul 1-0 dan dalam sisa waktu enam menit waktu normal, Peru berhasil mencetak gol yang kemudian dianulir oleh wasit asal Uruguay, Angel Eduardo Pazos.
Keputusan tersebut memicu kemarahan suporter yang ada di stadion dan terjadilah invasi ke lapangan. Kepolisian Peru yang bertugas mengamankan pertandingan itu menembakkan gas air mata ke tribune utara untuk mencegah lebih banyak suporter menyerbu lapangan. Hal ini menyebabkan kepanikan dan upaya eksodus massa untuk menghindari efek dari gas.
Gerbang stadion tersebut memiliki daun jendela dari baja yang kukuh di bagian bawah terowongan yang menghubungkan permukaan jalan. Jendela ini ditutup dalam setiap laga dan penonton yang panik justru menuruni tangga dan menekan mereka yang berada di depan di dekat jendela yang tertutup.
Jendela akhirnya terbuka keluar karena tekanan dari banyaknya manusia yang ada di dalam. Namun, karena tekanan itu pula banyak suporter yang meninggal di tangga hingga ke permukaan jalan keluar, di mana sebagian besar karena pendarahan internal.
Jumlah korban tewas yang diumumkan secara resmi mencapai 328 orang, dan sebenarnya bisa saja lebih karena ini tidak dihitung dengan kematian akibat tembakan dari kerusuhan di dalam stadion.
Sumber: Berbagai sumber