Bola.com, Malang - Tragedi memilukan terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022), setelah Arema FC dikalahkan rivalnya, Persebaya Surabaya 2-3.
Suporter merangsek ke lapangan setelah Arema kalah. Petugas polisi lalu menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa. Tapi, justru kepanikan massal yang terjadi.
Gas air mata membuat korban jiwa mencapai 130 orang meninggal dunia karena terinjak, sesak napas dan pertolongan yang terlambat.
Lantas apa sebenarnya yang membuat ratusan nyawa melayang?
Bola.com yang ada di lokasi kejadian menemukan beberapa fakta di Stadion Kanjuruhan. Ada tiga hal utama yang jadi penyebabnya.
Dipacu Suporter Invasi Lapangan
Tragedi ini bermula dari turunnya dua suporter di dekan tribune papan skor. Mereka sebenarnya tidak melakukan hal yang anarkistis. Hanya ingin memeluk pemain Arema FC, Sergio Silva dan berbincang dengan kapten Arema Ahmad Alfarizi.
Mereka ingin bertanya kenapa sampai kalah dengan Persebaya. Tapi beberapa saat selanjutnya, ada aksi invasi yang dilakukan satu Aremania dengan baju merah dan membawa syal. Dia berlari ke tengah lapangan.
Ini memancing reaksi Aremania lainnya untuk masuk lapangan. Bagi personel keamanan, ini sebuah sinyal situasi kurang kondusif. Memang benar, makin banyak penonton yang masuk. Mereka sempat bentrok dengan keamanan. Dari beberapa video yang beredar Aremania sempat dipukul mundur. Namun ada beberapa lagi suporter yang masuk lapangan.
"Dari 42 ribu penonton yang hadir, hanya 3 ribu yang kecewa turun ke lapangan. Kalau semua ikuti aturan, akan dengan baik ditangani. Ada sebab dan akibat," kata Kapolda Jatim, Irjen Nico Afinta.
Sebenarnya, suporter masuk ke lapangan sudah beberapa kali terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Seperti saat melawan Persib Bandung musim 2018 dan Persebaya Surabaya musim 2019. Namun kejadian itu tidak memakan korban jiwa.
Gas Air Mata ke Tribune Penonton
Ini jadi penyebab utama banyaknya korban jiwa. Kejadian sebelumnya, di tahun 2018 melawan Persib Bandung, gas air mata juga ditembakkan untuk membubarkan aksi Aremania yang masuk lapangan.
Namun, tidak ada korban di tempat karena gas air mata tidak ada yang masuk ke tribune penonton seperti usai laga melawan Persebaya, Sabtu (1/10/2022).
Aremania banyak yang melakukan protes kepada Kepolisian karena suporter yang ada di tribune sebenarnya tidak punya niat masuk ke dalam lapangan.
“Mana tanggung jawabnya kalau sudah seperti ini. Ditembak gas air mata, membuat suporter panik untuk keluar. Tapi ketika ada korban sesak nafas atau pingsan tidak ada yang membantu evakuasi,” protes salah satu Aremania kepada Bola.com semalam.
Tim Medis Terbatas
Ketika ratusan korban berjatuhan karena terhimpit, sesak nafas atau terinjak saat hendak meninggalkan tribune, penanganan medis terlambat. Ini karena korban terlalu banyak. Ratusan orang jadi korban di tribune dan lainnya dibawa ke pintu utama stadion. Sedangkan petugas medis yang ada sangat terbatas. Begitu juga dengan peralatannya.
Banyak korban yang awalnya sesak napas akhirnya tak sadarkan diri dan meninggal di tempat. Dari informasi yang disampaikan Kapolda Jatim, Ijen Nico Afinta, ada 34 korban yang meninggal di tempat. Sedangkan sisanya meninggal dalam perjalanan dan saat perawatan di rumah sakit.
Bola.com menjadi sanksi bagaimana korban terlambat dapat penanganan medis. Sebagian besar dibawa oleh rekannya sesama Aremania dengan digendong dan sudah lemas atau tak sadarkan diri. Ketika rekannya tidak dapat bantuan medis, mereka juga bingung harus berbuat apa. Sedangkan tim medis sudah sibuk dengan pasien lain yang tergeletak hampir di semua lorong utama Stadion Kanjuruhan.
Jumlah ambulans juga terbatas untuk membawa korban secepatnya ke rumah sakit. Sebagian korban harus dibawa ke rumah sakit menggunakan truk Polisi. Tidak sedikit juga Aremania yang ditemukan tidak bernyawa di tribune ketika penyisiran dilakukan. Korban yang tak dapat penanganan medis itu dikumpulkan di pinggir lapangan sebelum dibawa ke rumah sakit.